23 - Berbagi Selalu

1.3K 176 97
                                    

Lembaran baru yang cerah, meninggalkan lembaran lama yang gersang
Luka yang perih itu, buang saja
Lalu, biarkan dia terbang

___________________________

**FAJAR**

Tadi malam, adalah malam yang takkan pernah kulupakan seumur hidup. Barangkali saat aku menjadi pikun nanti, memori tentang malam kemarin tidak ikut luntur digerus kepikunan.

Masih sangat asing memanggil Tante Sania "Mama" sebab aku terbiasa tidak punya mama. Namun, hatiku yang lemah ini tak bisa menolaknya. Sekali lagi, maafkan aku jika ini tampak salah karena kebodohan. Aku cuma... tidak bisa menahan keinginanku untuk bersamanya.

Mulai besok, aku akan tinggal dengan... eumm Mama, di rumah sementaranya di daerah Taman Mini. Tidak jauh dari Lubang Buaya, tempat tinggalku sekarang.

Mama bilang, sebenarnya dia tinggal di Bogor sejak dulu. Namun karena ingin mencari tahu tentangku, Mama menyewa kontrakan sementara yang tak jauh dengan rumahku. Sebab daerah Lubang Buaya dan Taman Mini itu dekat. Perhitungannya, hanya sekali naik angkot saja.

Pukul 10 pagi kini dan aku tengah berada di rumah seseorang yang sangat berisik, tapi sangat perhatian dan baik padaku sejak kecil.

"Hah?! yang bener aje lo, Jar!" Suara Mpok Titin menggema nyaring di ruang tamunya sendiri. Aku sedang berkunjung ke rumahnya. Hendak berpamitan.

"Iya, Mpok." Aku tersenyum meringis.

"Mau pindah ke mane lo? Tega bener sih, Jar, ninggalin gue... ninggalin Lubang Buaya." Mpok Titin berkomplain dengan sedih.

Kalau dipikir-pikir, benar juga. Aku tinggal di sini sejak masih bayi.

Aku tersenyum sendu. "Sementara ke daerah Taman Mini, Mpok. Tapi nanti kayaknya bakal pindah ke Bogor," jawabku.

"Di Bogor ama siape, Jar? Lo mau kawin ama orang Bogor emang?" tanyanya masih dengan nada nyolot yang putus asa.

Aku tertawa singkat. "Enggak, Mpok... bukannya mau nikah."

"Terus?"

"Mau tinggal sama... mama saya."

"Mama? Mama lo yang mane, dah? Gue kagak ngerti." Suara Mpok Titin memelan, wajahnya jadi serius.

"Mama saya, Mpok. Ibu saya," jelasku lagi.

Ekspresi Mpok Titin pun berubah, ia sadar akan sesuatu. "Maksud lo, mama kandung?"

"Iya." Aku mengangguk.

"Gimane ceritanye, Jar? Ketemu dimane?" Suara mpok Titin memelan, namun wajahnya berubah jadi luar biasa penasaran.

"Panjang, Mpok, ceritanya. Pokoknya udah ketemu. Tadi malem malahan mama saya nginep di rumah, tapi ini udah pulang barusan, sebelum saya ke sini," uraiku menjelaskan.

"Astaghfirullah, Pajar... gak nyangka loh gue," responsnya menegangkan. Setelahnya, Mpok Titin menatapku sendu beberapa saat, menahan rasa tidak enak. "Lo... kagak marah gitu, Jar?" tanyanya hati-hati.

Aku tersenyum getir, menatap meja kayu Mpok Titin dengan sedikit mengawang. "Marah, Mpok. Marah banget," jawabku jujur.

"Lah terus?"

MIDNIGHT LOVERS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang