48. Die

55 12 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DORRRRRRRRRR!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DORRRRRRRRRR!!!

Kedua mata Sam seketika terbelalak. Pistol di genggamannya perlahan terlepas. Ia mendapatkan tembakan pistol dari punggungnya dan pelurunya berhasil menembus jantungnya.

Axter turut terbelalak. Apa? Kiranya dia yang akan meregang nyawanya malam ini.

Sam memegangi dadanya. Berlutut, kemudian lengser begitu saja di lantai koridor. Mulai sekarat.

Sementara Axter, ia memandangi punggung seorang wanita yang pergi begitu saja setelah berhasil menjadikan Sam tak bernyawa. Terbukti terdapat pistol di genggamannya. Siapakah wanita itu? Axter tadi benar-benar tidak merasakan seseorang datang menghampiri, derap langkahnya sekalipun tak terdengar.

Vyn yang menyaksikan pembantaian tepat di depan matanya, shock menghujaninya. Pandangan Vyn hampa. Ia ingat wanita tadi menghampiri mereka sepelan mungkin. Entahlah siapa wanita itu dan apa yang akan dilakukannya. Ia pasrah karena merasa tengah jatuh sejatuh-jatuhnya. Dan hal yang tak di sangkanya, wanita itu menyelamatkan Axter dari ambang kematian.

Kini nyawa Sam terlepas dari jasadnya. Matanya mengatup sempurna, wajahnya membiru dan pucat. Bersamaan itu, Mareta dan Morgan tiba di lokasi. Mareta tak mempedulikan apa yang terjadi dan hanya fokus pada Vyn. “VYN!” Gadis itu meneriaki nama Vyn dan mendatangi sahabatnya itu cepat.

Mareta jongkok dan meraih bahu Vyn. Raut khawatir tercetak jelas di wajahnya. “Vyn, lo nggak apa-apa?”

“Mareta...”

Mareta tak sengaja mendapati kedua pergelangan Vyn yang menyatu dengan borgol. Ia meraih tangan Vyn tersebut. “Siapa yang borgol tangan lo Vyn?”

“Sam.” Jelas Vyn.

Pandangan Vyn setia kosong. Menyebut nama Sam, ia justru menatap ke arah Sam lalu melihat sosok pria di samping jasad Sam berdiri dengan menyembunyikan kedua tangannya di saku coat-nya. Sosok itu menatap mayat Sam seperti telah menunggu Sam untuk pulang.

Pening menyerang Vyn. Kepalanya seolah tertusuk-tusuk jarum. Ia berhalusinasi lagi. Ia lantas memegangi kepalanya itu. “Mareta... g-gue pusing.” Keluhnya. Belum berakhir di situ. Di hatinya tiba-tiba terasa berat seperti ada batu besar yang mengganjal. Kupu-kupu yang ada di perutnya berubah menjadi lebah. Jantungnya seperti di pompa kuat dan kegelisahan terus menerkam. “Anxiety gue... k-kambuh.” Keluhnya lagi.

Mareta paham akan hal ini. Ia tahu apa yang akan terjadi tetapi ia yakin Vyn masih mampu bertahan. “Vyn, lo bertahan dulu, ayo sekarang kita ke rumah lo!” Mareta meraih bahu Vyn bersiap memapah sahabatnya itu. Namun Vyn masih memegangi kepalanya dan seolah tidak mendengarkan Mareta. Ralat, bukan tidak mendengarkan. Kedua telinga Vyn berdenging sehingga kehilangan kenormalan pendengarannya. Pandangan Vyn mulai gelap dan...

Vyn pun pingsan.

“VYN!” Teriak Mareta. Morgan yang berdiri di sampingnya terkejut. Axter pun terkejut. Axter seketika menghampiri Vyn dari yang sedari tadi berdiri melamun. Axter baru mendatangi Vyn saat disadarkan pekik Mareta. Jika tengah melamun Axter cenderung mengabaikan sekitar.

Axter jongkok di samping gadisnya dan malah hanya memandanginya. Ia tidak menyentuhnya. Ia juga dibuat tak dapat berkata-kata. Apakah yang sebenar-benarnya terjadi hingga membuat Vyn seperti ini? Axter seolah melihat Vyn tengah berada di kedalaman dengan kondisi jiwa raga yang buruk.

“Vyn! Bangun Vyn!” Mareta menepuk-nepuk pipi Vyn. “Aduh,” frustasinya. Ia di rambati rasa tak mengangka melihat sahabatnya harus kembali tumbang.

Joe—Ayah Vyn—dan Fred beserta dua orang polisi datang dari arah timur koridor, dua orang polisi lagi dari arah barat. Fred  memanggil Joe sebelum ia datang kemari. Joe pun membawa komplotannya. Rencananya mereka akan mengepung Sam. Saat tiba di lokasi, mereka dikejutkan dengan posisi Sam yang telungkup tak bernyawa dan putri Joe yang tak sadarkan diri.

“VYN!” Joe meneriaki nama Vyn dan menghampiri putrinya itu. Joe jongkok di samping Vyn. Axter sedikit menjauhkan dirinya dari Vyn.

“Vyn bangun sayang,” lembut Joe menggapai  pipi Vyn namun tetap tiada sahutan.

Mareta teringat tangan Vyn yang di borgol. Ayah Vyn sekarang sudah disini. “Om?” Panggilnya pada Joe. “Om bawa kunci borgol nggak? Ini tangan Vyn di borgol.” Sambung gadis itu. Joe menatap tangan Vyn dan mendapati kedua pergelangan tangan Vyn di satukan oleh borgol.

“Saya bawa Pak!” Sahut salah satu polisi. Polisi itu pun mengeluarkan kunci borgol di tas kecilnya dan di serahkan kepada Joe.

Joe menerima kunci itu. “Siapa yang borgol tangan Vyn?” Tanyanya pada Mareta sembari membuka borgol Vyn.

“Sam.” Terang Mareta.

“Vyn yang bilang?”

“Iya, tadi aku tanya dan Vyn jawab Sam yang borgol tangannya.”

Selama percakapan Joe dan Mareta, Axter tak melepaskan pandangannya dari Joe. Ia seakan kagum karena melihat rasa sayang yang begitu nyata dari Joe untuk Vyn. Jadi ini kah Pak Joe? Ayahnya Vyn.

Setelah borgol terlepas dari tangan Vyn, Joe mengangkat tubuh gadis itu. “Kalian urus ini semua! Oke?” Perintah Joe pada para polisi.

“Baik Pak.”

Joe lantas menjalankan kakinya sembari membawa Vyn diikuti Mareta, Morgan, Axter, dan juga Fred. Joe di jalari rasa tak menyangka putri kesayangannya harus kembali tersayat. Hatinya turut tersayat begitu perih. Joe kira ini sudah berakhir. Luka lama kembali terbuka. Joe menyadari seorang lelaki di samping Vyn ketika dirinya datang, lelaki itu menggeser tubuhnya. Bukan perkara siapa. Namun, apakah lelaki itu yang akan memberi balutan pada luka-luka Vyn tanpa menyisakan bekas luka sedikitpun?

Sepanjang menyusuri koridor, Axter menampakkan tatapan tajam ke arah Fred. Untuk beberapa waktu, Fred berhasil tidak di curigai.

 Untuk beberapa waktu, Fred berhasil tidak di curigai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote⭐

Thank you🖤

Juliet Rose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang