Sore itu, angin sepoi-sepoi berdesir menemani Zena yang duduk sendirian di halaman rumah. Suasana damai desa menenangkan hatinya, membawa kedamaian yang begitu nyata. Namun, kedamaian itu segera terhenti ketika langkah ringan Putri terdengar mendekat.
"Hai, Zena! Bengong aja, lagi mikirin apa, sih?" sapa Putri dengan senyuman ramah.
Zena membalas senyuman itu, "Eh, Putri. Aku gak mikirin apa-apa, kok. Cuma lagi liat pemandangan bagus di sini."
Putri mengangguk paham, duduk di samping Zena, dan suasana pun menjadi hangat dengan kehadiran mereka berdua.
Mereka pun mulai berbincang-bincang tentang kehidupan di desa, pengalaman mereka sebagai relawan KKN, dan bagaimana rasanya menjadi pengajar di sekolah dasar.
"Pas pertama ke sini, aku pikir bakalan gak betah hidup di desa sambil ngajar anak-anak, tapi ternyata seru juga. Kita jadi punya banyak pengalaman, kan?" ujar Zena dengan senyum.
Putri mengangguk setuju, "Iya, bener banget. Aku juga ngerasa beruntung bisa terlibat, ternyata seru juga di sini. Anak-anaknya juga semangat banget pas kita ngajar, terus masyarakat di sini juga baik banget sama kita."
"Iya, aku jadi ngerasa lebih betah di sini daripada di rumah." Zena tertawa kecil.
Namun, tiba-tiba suasana menjadi tegang ketika Putri mengeluarkan pertanyaan yang tak terduga, "Ehm, maaf kalau terlalu tiba-tiba, tapi, kamu suka sama Rakha, ya?"
Zena terkejut dengan pertanyaan itu. Matanya membelalak sejenak sebelum dia menjawab dengan tergesa, "E-enggak, gak mungkin aku suka sama Rakha! Aku cuma nganggap dia sebagai rekan aja, gak lebih. Kenapa tiba-tiba tanya begitu?"
"Gak papa, kok." Putri tersenyum, seolah-olah sudah tahu jawabannya sebelumnya. "Aku cuma penasaran aja. Kalo gitu, aku masuk duluan, ya, udah mau magrib."
Setelah peryantaan itu, Putri pamit untuk masuk ke dalam rumah, meninggalkan Zena dalam kebingungan dan kekhawatiran.
Zena merasa gelagat Putri agak aneh. Kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang perasaannya pada Rakha? Dan kenapa dia merasa begitu cemas saat ditanya seperti itu?
Meski Zena merasa tertarik pada Rakha, dia tahu bahwa mengungkapkan perasaannya pada Putri bukanlah pilihan yang bijak. Dia tidak ingin menimbulkan masalah di antara anggota tim KKN.
Dalam keheningan, Zena duduk sendiri, merenungkan percakapan tadi. Hatinya berdebar-debar, tidak yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya. Namun, suara gemericik air dari sumur di kejauhan membawa kedamaian bagi Zena. Ia menyadari bahwa fokusnya seharusnya tetap pada tugas KKN dan memberikan yang terbaik untuk masyarakat di desa ini.
Langit berwarna jingga perlahan berubah menjadi kegelapan, dan bintang-bintang mulai bersinar di langit yang gelap. Setelah seharian penuh dengan aktivitas KKN, saatnya untuk istirahat sejenak.
Zena, Rakha, dan anggota KKN lainnya berkumpul di teras rumah sambil menikmati semilir angin malam yang menyegarkan. Mereka merasa lelah namun bahagia karena telah berhasil menyelesaikan berbagai kegiatan hari itu.
Zena yang ingin menyambung kehangatan di antara mereka, mendekati Rakha yang duduk sendiri di pojokan teras. Dengan senyuman ramah, dia duduk di sebelah Rakha.
"Hai, Rakha. Boleh aku duduk di sini?" tanya Zena sambil mencoba mencairkan suasana.
Rakha menatap Zena dengan senyum lembut, "Ya, tentu, kamu boleh duduk di mana saja."
Zena mengangguk sambil tersenyum malu, "Haha, itu benar."
Obrolan mereka pun bergulir ke arah kegiatan KKN dan penyusunan laporan. Meskipun Rakha jarang membagi cerita tentang kehidupan pribadinya, Zena merasa senang bisa berbicara dengannya. Rasanya seperti mereka memiliki kecocokan dalam berbicara, seperti dua teman lama yang bertemu kembali.
Malam itu berlalu dalam kehangatan. Mereka terus berbincang, saling bertukar pendapat, dan terkadang tertawa bersama. Anggota lainnya pun melakukan hal yang sama, asyik dengan pembahasan masing-masing.
Ketika rasa kantuk mulai menghampiri, mereka sadar bahwa sudah waktunya untuk beristirahat. Mereka berdiri dari tempat duduk.
"Aku masuk duluan ke dalam, Zena. Sampai jumpa besok pagi," ucap Rakha.
Zena tersenyum, "Baiklah, Rakha. Sampai jumpa besok pagi. Selamat beristirahat."
Mereka semua membubarkan diri dan masuk ke dalam ruangan yang berbeda untuk tidur. Tentu saja ruangan tidur wanita dan pria di pisah.
***
Keesokan harinya suasana di rumah sementara mereka seperti tidak memiliki semangat dengan aura suram, pasalnya mereka harus mulai menulis laporan KKN. Mereka duduk bersama di ruang tamu, menelusuri foto-foto dokumentasi kegiatan yang telah mereka lakukan. Caca dan Adam telah mengabadikan momen-momen berharga tersebut dengan baik.
Zena yang tidak sengaja melihat beberapa foto yang tampak bagus, dengan antusias menunjukkan foto-foto itu kepada yang lain.
"Lihat, ini foto kita waktu sama anak-anak di kelas. Bagus, kan? Aku pikir kita sebaiknya mencetak dan membingkainya sebagai kenang-kenangan," usulnya sambil tersenyum.
Caca setuju, "Iya, ide bagus. Foto-foto ini bisa menjadi kenang-kenangan yang indah dari pengalaman KKN kita."
Setya dan Adam pun mengangguk setuju dengan usulan Zena. Mereka mulai memilih foto-foto yang ingin mereka cetak dan bingkai.
"Bagus juga, nanti masing-masing dari kita pegang satu foto yang berbeda." Rakha mengusulkan agar foto-foto yang cukup banyak itu bisa dicetak dan semua orang kebagian untuk memilikinya.
"Wah, kalo gitu kita patungan aja. Nanti hasilnya bagi-bagi," seru Setya.
Rakha yang selalu tanggap dalam menangani hal-hal praktis, mengusulkan, "Oke, aku yang akan berangkat buat cetak fotonya"
Zena segera menawarkan diri, "Aku bisa temenin Rakha. Nanti repot, kan bawa banyak foto yang udah di pigura? Biar nanti aku yang bawa biar gak pecah."
Rakha tersenyum mengangguk, "Yaudah, kita berangkat sekarang. Tapi, harus pinjem motor warga dulu buat berangkat. Tempatnya lumayan jauh soalnya."
Mereka berdua kemudian meminjam motor dari salah satu warga untuk pergi ke percetakan. Saat Zena duduk di belakang Rakha, ia merasakan bahagia yang sulit diungkapkan. Rasanya melihat pemandangan di sekeliling menjadi lebih indah saat duduk di belakang Rakha.
Perjalanan ke percetakan berjalan lancar, meski Zena sedikit kecewa karena ternyata tempatnya tidak cukup jauh sehingga dirinya tidak bisa berlama-lama duduk di belakang Rakha.
Mereka tiba di tempat itu dan dengan cepat memesan cetakan foto-foto yang mereka pilih. Sementara menunggu proses pencetakan selesai, mereka punya waktu untuk ngobrol santai berbagi cerita dan pengalaman selama KKN. Terkadang mereka tertawa saat mereka mengingat momen-momen berharga yang telah mereka lewati bersama. Terutama kejadian-kejadian lucu saat mengajar anak-anak.
Setelah selesai, mereka mengambil foto-foto yang telah dicetak dan membawanya pulang. Sebenarnya Zena berharap kalau proses percetakannya memakan waktu lebih lama lagi agar dirinya bisa lebih leluasa menikmati momen berdua saja dengan Rakha. Dalam menit-menit terakhir sebelum mereka benar-benar sampai ke rumah, Zena berusaha menikmati dan mengingat momen itu. Momen saat Zena melihat wajah teduh Rakha dari kaca spion dan melihat sosok Rakha dari belakang dalam jarak yang sangat dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend (SELESAI)
Teen FictionAlzena Askana Erendira berpikir bahwa hidupnya telah sempurna seperti bayang-bayangnya. Memiliki keluarga yang bahagia, persahabatan yang solid, dunia perkuliahan yang menyenangkan, hingga ketenangan hidup yang selalu menyelimutinya. Namun, dia ba...