Hari itu matahari bersinar cerah, menyinari langkah Rakha, Zena, Putri, dan Setya saat mereka menuju sekolah SD untuk memulai kegiatan KKN mereka. Semangat yang membara menyertai mereka, siap untuk memberikan yang terbaik bagi siswa-siswa di sekolah tersebut.
Sesampainya di sekolah, kepala sekolah menyambut mereka dengan ramah, mengantar mereka bertemu dengan para guru dan memperkenalkan mereka. Ia kemudian menyuruh salah satu guru untuk membawa mereka ke kelas yang akan menjadi fokus kegiatan KKN mereka.
Di kelas tersebut, Bu Hellen, salah satu guru di sekolah itu, mengantar mereka ke kelas 3.
"Pagi anak-anak. Hari ini kalian akan belajar bareng kakak-kakak mahasiswa ini, ya. Perhatikan baik-baik dan jangan nakal, ya!" ucap Bu Hellen pada anak-anak itu.
"Baik, Bu!" jawab mereka serempak. Anak-anak itu menyambut dengan antusias, wajah-wajah kecil yang penuh harap.
Setelah Bu Hellen memberikan pengantar singkat, dia memberikan kendali kepada tim KKN untuk memulai kegiatan mereka. Dengan senyuman, Bu Hellen kembali untuk mengajar kelas lain.
"Baik, kalian bisa memulainya. Saya harus mengajar ke kelas lain."
"Terima kasih banyak, Bu." Zena yang menjawab. Bu Hellen tersenyum fan berlalu.
Rakha dengan penuh semangat, mengambil alih kegiatan.
"Halo, anak-anak!" sapa Rakha dengan riang. "Hari ini kita akan belajar bersama-sama bareng kakak-kakak dulu, ya!"
Anak-anak mengangguk antusias, wajah-wajah mereka berbinar menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Nah, sekarang biar Kakak kenalin dulu. Nama Kakak adalah Rakha, terus di sebelah Kakak ada Kak Setya, Kak Putri dan yang cantik paling ujung namanya Kak Zena."
"Sekarang, siapa yang mau berbagi tentang dirinya buat kenalan sama kakak-kakak yang ada di sini?" ajak Rakha dengan lembut.
"Kamu, maju sini." Rakha menunjuk seorang siswa untuk maju ke depan dan memperkenalkan diri
Seorang anak laki-laki kecil dengan berani maju ke depan. Dengan penuh keberanian, dia memperkenalkan diri dengan lantang, disambut dengan tepuk tangan dari teman-temannya.
Setelah itu, Setya mengambil alih dan mengajak mereka untuk bernyanyi. Lagu yang telah mereka siapkan sebelumnya pun mulai mengalun. Anak-anak dengan lincah ikut menyanyikan lagu itu, mengikuti irama yang ditentukan. Ye terkadang sambil bercanda dan mengetuk-ngetuk meja.
Di antara nyanyian dan tawa-tawa kecil, Zena memperhatikan Rakha dengan tatapan penuh kagum. Bagaimana dia bisa begitu alami dan hangat dalam berinteraksi dengan anak-anak, membangkitkan semangat dan keceriaan dalam hati mereka.
Rakha tersenyum pada anak-anak sambil ikut bernyanyi dan bertepuk tangan meramaikan, memandang mereka dengan penuh kebaikan dan kehangatan. Dia tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga menjadi teman dan panutan bagi mereka.
Saat Zena memperhatikan Rakha, dia tidak bisa menahan senyumnya sendiri. Bagaimana tidak, melihat temannya begitu penuh kasih kepada anak-anak membuat hati Zena juga ikut hangat. Namun, tanpa disadari, senyum itu tidak luput dari perhatian tajam Putri.
Putri, berada di dekat Zena, mulai merasa curiga. Dia melihat bagaimana Zena tersenyum-senyum sendiri, dan mencuri pandang ke arah Rakha yang sedang sibuk mengajar. Sebuah gejolak tak terduga mulai muncul di dalam hati Putri.
Dia memperhatikan Zena dengan seksama, mencoba memahami ekspresi wajah dan gerak-geriknya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benak Putri, apakah Zena memiliki perasaan khusus terhadap Rakha?
Rasa cemburu pun mulai menyelinap perlahan ke dalam hati Putri. Dia merasa terancam, karena dia sendiri juga merasa tertarik pada Rakha. Pertanyaan-pertanyaan tak terhindarkan menghantui pikirannya. Apakah Zena benar-benar menyukai Rakha?
Dalam kegelisahan yang memuncak, Putri mencoba menenangkan diri. Dia bertanya-tanya apakah ada tanda-tanda lain yang mengindikasikan bahwa Zena memiliki perasaan khusus terhadap Rakha. Tapi, dalam kebingungan dan kekhawatirannya, dia merasa sulit untuk mengetahui kebenaran di balik tingkah Zena.
Di tengah kegelisahan itu, Putri merasa terjebak dalam perasaan yang rumit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, dan bagaimana cara menghadapi perasaan yang sedang mengganggu ketenangannya. Namun, kali ini Putri tidak bisa melakukan apa-apa selain fokus untuk ikut mengajar anak-anak dan beraktivitas bersama.
***
Setelah seharian mengajar di sekolah SD, Zena, Rakha, Putri dan Setya kembali, dikejar oleh tumpukan laporan yang menunggu untuk diselesaikan. Namun, sebelum mereka benar-benar larut dalam pekerjaan, mereka duduk bersama untuk mendiskusikan rencana kegiatan KKN mereka keesokan harinya.
"Kita perlu memikirkan aktivitas yang bisa menarik perhatian anak-anak selain bernyanyi dan membuat kerajinan tangan," usul Rakha sambil mencatat beberapa ide di selembar kertas.
Zena, yang duduk di seberang Rakha, menambahkan, "Aku pikir kita bisa mencoba membuat kerajinan origami juga. Bahan-bahannya mudah didapat, dan anak-anak pasti senang bisa membuat mainan baru."
Setya, yang sedang mengeluh karena kelelahan, mengangguk setuju, "Iya, itu ide bagus, Zena. Tapi, mungkin kita juga bisa mencoba permainan yang bisa dimainkan berkelompok, atau teka-teki. Itu bisa lebih interaktif dan mengasah kerjasama di antara mereka."
"Aku setuju dengan ide permainan berkelompok. Itu bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk mengajar mereka tentang kerjasama dan komunikasi. Masalahnya, sekarang permainan apa yang seru dan menarik perhatian mereka?" Rakha mengetuk-ngetuk pulpennya.
"Mengajar anak kecil cukup menguras energi. Mereka susah diatur dan energinya kayak gak habis-habis, lari-lari sepanjang hari aja mereka sanggup," keluh Setya.
Rakha tertawa, "Tapi itulah yang membuat mengajar anak-anak jadi menyenangkan, Setya! Mereka selalu penuh keceriaan dan kejutan."
Zena terdiam sejenak, tidak luput dari memandang Rakha selama diskusi berlangsung. Dia merasakan getaran aneh di hatinya, tetapi dia tidak yakin apa itu.
"Mungkin kita bisa mencoba kombinasi dari semua ide itu," usul Zena akhirnya. "Kita bisa memulai dengan membuat kerajinan origami, lalu lanjut dengan permainan berkelompok atau teka-teki. Itu akan memberikan variasi biar mereka gak bosan."
Semua anggota tim setuju dengan usulan Zena. Malam itu, mereka bekerja sama menyiapkan segala sesuatu untuk kegiatan KKN besok. Meskipun lelah, semangat mereka tidak pernah pudar.
Zena diam-diam merenungkan perasaannya yang semakin kuat terhadap Rakha. Dia tidak tahu apa artinya, tetapi kehadiran Rakha telah menghadirkan warna baru dalam kehidupannya.
Di malam yang sunyi, Zena duduk di halaman depan agar teman KKN-nya tidak mendengar, siap untuk melakukan video call dengan sahabatnya.
Ketika panggilan video terhubung, wajah ceria sahabatnya muncul di layar.
Zena dengan ragu-ragu mulai menceritakan soal Rakha. Pria yang sangat mempesona dengan semua kedewasaan sikapnya. Ia lalu menceritakan bagaimana setiap kali dia melihat Rakha, hatinya berdebar-debar, dan betapa dia merasa terpesona oleh kebaikan dan kehangatan Rakha.
Clara tersenyum lebar. "Zena, kayaknya kamu lagi jatuh cinta deh!" katanya dengan nada menggoda.
Tarisa pun ikut mengeluarkan komentar yang menggelitik, "Siapa tahu, mungkin kamu sama Rakha bakal menjadi pasangan romantis yang serasi di akhir cerita KKN nanti!"
Zena terkejut dan merasa sedikit malu. Dia tidak berharap untuk digoda tentang perasaannya, tetapi Clara dan Tarisa selalu tahu cara untuk menghadirkan sedikit humor dalam situasi yang serius.
Meskipun Zena merasa agak frustrasi dengan respons Clara dan Tarisa. Tetapi setelah panggilan video berakhir, Zena merasa sedikit lega karena telah berbagi perasaannya, meskipun malah ditertawakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend (SELESAI)
Novela JuvenilAlzena Askana Erendira berpikir bahwa hidupnya telah sempurna seperti bayang-bayangnya. Memiliki keluarga yang bahagia, persahabatan yang solid, dunia perkuliahan yang menyenangkan, hingga ketenangan hidup yang selalu menyelimutinya. Namun, dia ba...