Bagian 5

82 45 142
                                    

Hari Minggu di antara rerimbunan pepohonan dan sinar mentari yang hangat, warga desa berkumpul untuk membersihkan sekitaran jalan raya. Kegiatan ini dipimpin oleh RT setempat, yang dengan semangat memimpin warganya untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan indah.

Zena, Rakha, Putri, dan anggota KKN lainnya turut serta dalam kegiatan bersih-bersih ini. Mereka bergotong-royong memotong rumput dan membersihkan selokan, saling bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik.

Di tengah keramaian, Zena selalu mencari cara untuk dekat dengan Rakha. Dia ingin menghabiskan waktu bersama dan berbagi momen dengan Rakha.

"Rakha, apa kamu bisa bantu aku buat ngajarin caranya gunain mesin pemotong rumput?" tanya Putri tiba-tiba, memotong percakapan Zena dan Rakha.

"Boleh. Ayo, aku akan menunjukkan caranya." Rakha pun dengan senang hati menunjukkan caranya.

Zena merasakan kekecewaan dalam hatinya, tetapi dia berusaha menyembunyikannya di balik senyumnya.

Putri dengan sengaja menciptakan momen itu untuk mengamati reaksi Zena. Dia menyadari bahwa Zena tampak kesal dan menjauh dari mereka meski tidak ditunjukan terang-terangan, membuatnya semakin yakin bahwa Zena memiliki perasaan khusus terhadap Rakha.

Sementara Zena memilih untuk melipir dan bergabung dengan teman-temannya yang membersihkan area selokan. Dia mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dan fokus pada tugasnya.

Matanya tidak bisa menghindari Rakha yang tampak asyik mengajari Putri cara menggunakan pemotong rumput. Meskipun hatinya terasa hancur, Zena mengakui bahwa dia harus menerima kenyataan bahwa dia mungkin hanya seorang teman bagi Rakha.

"Begini, Putri, kamu harus hati-hati saat menggunakan mesin ini. Jangan biarkan pisau terlalu dekat dengan kakimu," ujar Rakha sambil memberikan instruksi pada Putri.

"Terima kasih, Rakha. Aku akan berhati-hati," jawab Putri sambil tersenyum pada Rakha.

Di tengah keriuhan kegiatan bersih-bersih, Zena berusaha menahan perasaan sakitnya. Dia menyadari bahwa cinta tidak selalu berjalan sesuai harapan, dan terkadang, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah menerima kenyataan dengan lapang dada.

Zena merasa cemburu melihat kedekatan antara Rakha dan Putri. Meskipun dia mencoba menyembunyikan perasaannya, namun rasa cemburu itu terus mengganggunya. Saat mereka sibuk membersihkan selokan, Zena merasa tidak fokus dan tak sengaja menyentuh pecahan kaca yang tajam, membuat tangannya terluka.

"Ouch!" desis Zena sambil meringis kesakitan.

Setya yang berada di dekatnya, segera merespons, "Zena, kenapa? Sini liat tanganmu."

Zena meringis merasakan perih di tangannya. "Tunggu bentar, aku cari plester sama alkohol dulu."

Setya yang melihat tangan Zena yang terluka dengan sigap mengambilkan plester dan alkohol untuk membersihkan luka Zena. Untungnya salah satu warga yang rumahnya ada di dekat situ meminjamkan kotak P3K-nya. Namun, meskipun perhatian Setya sangat dihargai, Zena tak bisa menahan perasaannya untuk tidak melirik ke arah Rakha.

"Lain kali hati-hati, banyak pecahan kaca yang kadang ketimbun sama sampah." Setya memperingatkan.

Sedangkan Zena tidak terlalu mendengarkannya, karena pandangannya masih terfokus pada Rakha yang masih asyik mengobrol dengan Putri sambil memotong rumput. Zena merasa kecil di hadapan mereka. Di lubuk hatinya, Zena ingin sekali yang membantunya membersihkan dan memberinya plester untuk menutup luka itu adalah Rakha, bukan Setya.

"Sudah lebih baik, Zen?" tanya Setya dengan penuh perhatian setelah merawat luka Zena.

Zena tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kekecewaannya. "Iya, terima kasih, Setya. Cuma luka kecil aja, kok."

Setya mengangguk dengan senyum lembut, "Ayo, kita selesaikan bersih-bersih ini bersama-sama, biar bisa cepet pulang."

Zena mengangguk, mencoba mengalihkan perhatiannya kembali ke tugas. Namun, hatinya tetap terbelenggu oleh perasaan cemburu dan kekecewaan yang sulit diungkapkan.

Di sisi lain, Rakha dan Putri masih sibuk dengan tugas mereka. Rakha dengan sabar mengajari Putri cara menggunakan mesin pemotong rumput sambil terus bercerita dengan penuh antusiasme. Meskipun hatinya terluka, Zena tak bisa menyalahkan Rakha. Dia tahu bahwa perasaannya adalah tanggung jawabnya sendiri dan sadar bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa bagi Rakha yang tidak berhak menyimpan rasa cemburu hanya karena dia bersama Putri.

***

Saat acara bersih-bersih selesai, udara terasa segar di bawah naungan pohon rindang. Beberapa orang pergi ke warung untuk membeli minuman, sementara yang lain memilih untuk duduk dan bersantai sejenak.

Zena dalam hati yang penuh harap, membeli dua botol minuman dengan niat untuk memberikan satu botol itu pada Rakha. Dia mendekati Rakha dengan senyuman manisnya.

"Rakha, ini minuman untukmu," ujar Zena dengan senyum ramah, sambil menyodorkan botol minuman pada Rakha.

Rakha, dengan sopan, menolak tawaran Zena, "Maaf, Zena. Aku sudah punya minuman yang dibawa oleh Putri tadi." Rakha mengacungkan botol minuman yang tinggal sisa setengah.

Zena merasa berkecil hati, dan dia pun mengurungkan niatnya untuk duduk bersama Rakha saat melihat Putri kembali menghampiri Rakha dengan membawa makanan ringan.

"Rakha, aku bawa camilan, nih. Lumayan buat ganjel." Putri menghampiri dengan ceria, disambut senyuman oleh Rakha.

Zena yang merasa dirinya hanya akan merasakan sakit dan patah hati melihat kedekatan Rakha dan Putri, memilih untuk undur diri.

"Ah, kalau gitu aku ke sana dulu." Zena berkata dengan gugup dan berusaha menahan rasa sakitnya.

"Kenapa gak gabung di sini aja, Zen?" Rakha menawarkan.

"E-enggak, deh. Setya sama yang lain udah nungguin. Tadi udah janjian di sana." Zena memaksakan senyumannya.

"Oh, yaudah." Rakha tersenyum.

Walaupun hatinya terluka, Zena tetap tersenyum meski dengan sedikit kesedihan. Dia kemudian berjalan menuju ke tempat Setya yang sedang mengibas-ngibas kaosnya di bawah pohon.

"Set, minuman buat kamu," ucap Zena sambil menyerahkan botol minuman pada Setya.

Setya menerima minuman dengan senang hati, lalu dengan penuh perhatian bertanya, " Wih, makasih. Gimana dengan jari kamu, Zen? Udah sembuh?"

Zena mengangguk, namun ekspresi wajahnya masih terlihat kurang baik. Matanya masih tertuju pada Rakha dan Putri yang tampak asyik bercanda.

Setya mengikuti arah pandangan Zena, lalu dengan penuh pengertian dia bertanya, "Apa kamu suka sama Rakha, Zen?"

Zena terkejut dan terbata-bata, mencoba mengelak, "Eng-enggak, apaan, sih, tiba-tiba ngomong kayak gitu. Kamu becanda, ya?" Zena terkekeh canggung.

Dengan hati-hati, Setya mencoba menghibur Zena, "Rakha emang akrab dan baik sama siapa saja, Zena. Tapi hatinya gak mudah luluh oleh wanita. Dia cuma bakal memilih wanita yang menurutnya cocok sebagai pasangannya."

Percakapan itu membuat Zena merasa campur aduk. Dia merasa terhibur dan ragu sekaligus. Apakah dia akan cukup untuk menjadi wanita pilihan Rakha?

Setelah istirahat singkat, mereka pun pulang untuk mandi dan berganti pakaian. Walaupun hati Zena masih dipenuhi keraguan, dia memutuskan untuk tetap menjalani semuanya tanpa menghiraukan Rakha atau Putri.

Di balik senyumnya yang terpaksa, Zena menyimpan harapan dan impian yang tidak pernah padam. Siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, cinta akan menemukannya di tempat yang paling tidak terduga.

Just Friend (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang