[HISTORICAL FICTION-ANGST-MELODRAMA]
Sejak Dinasti Goryeo secara resmi menjadi negara bawahan Kekaisaran Mongol pada tahun 1259, calon penguasa Goryeo biasanya akan dikirim ke Dinasti Yuan untuk menerima pendidikan dan pelatihan dari pemerintah Mong...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Awal Musim Gugur, 1350.
Daun kering yang berguguran tertiup angin malam yang berhembus cukup kuat. Rantingnya yang cukup rapuh saling beradu satu sama lain. Aroma manis dan segar dari daun maple yang tumbuh di belakang halaman rumah tercium begitu kuatnya. Semburat cahaya dari lentera rumah sedikit menerangi daun-daun kering yang terbang jauh terbawa angin.
Jelme menghembuskan napas seiring daun yang terus berjatuhan. Rambutnya yang tergerai sedikit terbawa angin malam. Matanya yang bulat tidak henti-hentinya menatap langit malam yang cukup gelap. Kemudian ia meletakkan kedua tangannya di atas lutut sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi belakang yang ada di teras rumah. Tak lama dari itu, seorang gadis dengan pakaian pelayan membawa sebuah nampan berisi kudapan. Dia adalah Meizi, pelayan pribadi Jelme selama 5 tahun terakhir ini.
“Agassi, di luar cukup dingin.” Meizi meletakkan nampan tersebut di sebuah meja di hadapan Jelme.
Jelme mengalihkan tatapannya ke arah Meizi. “Kalau begitu, kau kembalilah ke dalam.”
Meizi hanya menghela napas, lalu ikut menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Aku tidak ingin membiarkan Agassi sendirian.”
Jelme tersenyum tipis. “Apa kau sesetia itu padaku?”
Meizi menatap Jelme dengan lekat. “Tentu saja. Anda tuanku. Aku akan melakukan apapun untuk melindungimu.”
Jelme sedikit tersanjung, tapi ia pura-pura berpikir. “Aku tidak yakin. Sepertinya aku yang lebih handal melindungimu.”
“Tidak akan. Aku juga sudah belajar seni bela diri, berkuda dan memanah pada Tuan Zhang. Jadi aku bisa melindungi Anda juga suatu saat nanti.” Meizi tetap menjawab dengan keyakinannya sendiri.
Jelme akhirnya mengalah dan ia hanya mengangguk menanggapi pernyataan Meizi yang sangat percaya diri. Kemudian, Meizi menatap Jelme dengan pandangan sendu.
“Agassi, Anda pasti memikirkan itu lagi.”
Jelme tidak menjawab. Matanya yang jernih hanya menatap langit yang gelap. “Tidak mungkin aku tidak memikirkannya.”
“Agassi..”
Jelme mengalihkan tatapannya ke arah Meizi dengan mata berbinar. “Bagaimana jika aku saja yang berkunjung ke ibu kota?”
“Agassi, Anda tau itu tidak boleh. Tuan dan Nyonya Liu pasti akan marah. Bahkan mereka akan langsung mengurungmu andai mereka tau Anda sering pergi keluar malam.” Meizi mengingatkan bagaimana watak kakek dan nenek Jelme yang cukup keras terhadap peraturan yang ada.
Jelme mencebikkan bibir. Kemudian ia meluruskan matanya lagi ke satu arah. “Sebetulnya untuk alasan apa aku hidup seperti ini? Bukankah aku satu-satunya anak dari ayah dan ibuku? Jika ibuku bisa tinggal di ibu kota, kenapa aku tidak boleh? Kenapa aku harus pura-pura sakit dan bersembunyi dari semua orang?”