Chapter 20

233 22 4
                                    

.
.
.
.
.


Semerbak wangi bunga mawar melingkupi relung dada, hirupan lembut dari udara hangat siang hari menghantar rasa terlampau nyaman hingga mata terasa memberat dan membawa batin terbang berkelana bebas ke dalam lautan bernama mimpi. Bersamaan dengan hembusan lembut dari angin, sebuah kelopak mawar berwarna merah darah terjatuh tepat di atas hidung Menma yang siang itu sedang berbaring di atas rumput selepas latihan. Manik sebiru langit terbuka perlahan, dan tatapnya kini tertuju pada sesosok lelaki bersurai putih yang datang mendekat ke arahnya.

"Tidak makan?"

"Sudah." Jawab Menma sambil mengalihkan pandang dari Mitsuki, matanya kembali tertutup untuk menikmati semilir angin.

"Orang-orang sibuk mempersiapkan ujian belakangan ini, Guru Kakashi juga jadi mengurangi porsi latihan kita agar kita bisa belajar. Lantas, apa yang membuatmu justru semakin bersemangat latihan?" Tanya Mitsuki, lagi. Pemuda bersurai putih itu kini mendudukan diri di atas batu yang berada tak jauh dari tempat Menma berbaring sekarang. Tatapnya masih menyiratkan keingin tahuan.

"Aku harus menjadi pengawal pribadi Putri Himawari. Aku ingin menjadi yang terbaik untuk sang Putri."

Kini Mitsuki tak kembali membuka mulut untuk bertanya, ia hanya terduduk diam termenung sambil memikirkan entah apa. "Kau tahu kan kalau Putri itu harus bersama seorang Pangeran?" Tanya Mitsuki, tak mengalihkan pandang dari lapangan luas yang ada di hadapannya.

"Mungkin iya? Memang kenapa?"

Helaan nafas terdengar dari Mitsuki, manik keemasannya melirik penuh arti ke arah Menma, "Lantas kau ingin apa dengan anak Raja? Berhenti berhalusinasi." Kasar, namun memang Mitsuki rasa Menma perlu untuk diberi tahu dengan cara kasar. Anak lelaki itu perlu untuk mengerti bahwa seorang Putri adalah apa yang seharusnya diperuntukkan untuk seorang Pangeran.

Menma kini kembali membuka matanya, "Tidakkah kau pikir ada banyak keanehan dengan istana ini? Kurasa semuanya aneh, bahkan orang-orang di dalamnya aneh." Ucap Menma dengan intonasi yang terdengar kesal, tetapi ia akui bahwa ia juga penasaran dengan rasa mengganjal apa yang selalu ada di dalam hatinya sejak ia menginjakkan kaki di istana ini.

"Bukan urusan kita apabila kita merasakan keanehan dengan istana ataupun orang-orang yang berkuasa atas kerajaan ini. Ketahuilah batasanmu, Menma." Kali ini Mitsuki mendengus kesal, tatapnya dengan tegas terarah pada Menma.

Menma kemudian mengangkat tangannya dan jemarinya mencubit kelopak bunga mawar yang terjatuh di atas hidungnya, "Tetapi kemudian itu akan menjadi urusanku saat ada yang meracunimu dengan makanan, waktu itu." Ucap Menma sambil menatap kelopak bunga mawar tersebut.

Mitsuki terdiam, kepalanya kemudian kembali menoleh ke arah depan, "Bukan aku yang tadinya ingin diracun, tetapi kau. Aku hanya kebetulan memakan makanan yang seharusnya ditujukan untukmu. Kalau soal yang itu sih.... Kurasa memang seharusnya diusut. Tapi kan kita tidak tahu pasti siapa pelakunya, kenapa yang kau curigai justru malah istana? Bisa saja itu salah satu penggemarmu yang sesama calon kesatria kerajaan?"

Menma kemudian mendudukkan diri di atas rerumputan, "Aku hanya tidak mau ada orang yang terluka lagi karena diriku."

"Ck, tidak perlu kepedean." Mitsuki membuka lembar demi lembar tumpukan kertas yang ia bawa, membuat Menma menyerngit kala matanya menatap kertas-kertas itu.

"Kita tidak tahu apa yang akan diujiankan, dan aku juga tidak berniat untuk ketinggalan dari yang lain." Ucap Mitsuki sambil membolak-balik kertas yang ada di tangannya.

👑👑👑

Tepat dua minggu selepas percakapannya dengan Mitsuki di padang rumput, kini ujian bagi calon ksatria kerajaan sudah berada di depan mata. Degup-degup jantung yang berubah kencang bagai menulikan pendengaran dari tiap murid yang sedang bersiap-siap untuk ujian di hari esok.

Royalty | Menma•BoruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang