Prolog

247 30 20
                                    

Rintik hujan membasahi indahnya Daerah Istimewa Yogyakarta di sore hari. Daun-daun terlihat bergoyang senang lantaran mendapatkan air setelah kemarau panjang beberapa bulan ini. Para burung terdengar berkicau penuh kegembiraan, seolah-olah berkata pada Sang Penguasa, Terimakasih Pencipta. Belum lagi, anak-anak kecil terlihat bermain di komplek perumahan dengan tertawa senang.

Saat itu juga, dengan suara keybroad laptop yang terus kutekan, aku menarik senyum simpul memperhatikan anak-anak itu. Ah, jadi teringat masa lalu, saat anak-anak dulu aku sering menatap teman-teman serta suadaraku bermain hujan dengan riang. Sesekali suadaraku dengan tingkah jahilnya melempariku tetesan air hujan.

Jujur saja, jika di tanya oleh seseorang tentang, apakah kamu rindu dengan masa kecil? Ya, sangat, aku sangat-sangat rindu dengan masa kecilku. Bahkan aku sangat rindu bagaimana aku mulai beranjak remaja. Dengan teman-teman serta suadara yang luar biasa, aku cukup bahagia dengan masa kecil serta masa remajaku. Semuanya di penuhi rasa bahagia, aku senang saat itu, sangat senang.

Namun, kenangan tetap kenangan, cepat atau lambat serta semakin tua aku akan semakin lupa dengan semua. Bahkan aku lupa bagaimana rupa dengan senyuma jahil suadari kembarku. Ah, kembaran ya? Iya, aku punya kembaran. Dia adalah gadis dengan ketangguhan yang luar biasa. Ia tak takut apapun karena ayah selalu mengajarinya prinsip tentang, Jika ia menginjak kakimu, injak kepalanya, jangan kau pulang ke rumahku jika belum membalas perbuatannya. Dan jika kau tak mampu melawannya baru kau cari ayah.

Didikan kami itu sangat berbeda, ia sejak kecil di didik menjadi gadis tangguh, kuat serta berani. Aku sendiri, di perlakukan layaknya seorang putri, dan aku selalu menyesal dengan hal itu. Ayah dan Ibu selalu menganggap kami berbeda, suadari bahkan sering tak di anggap karena bagi kedua orang tuaku, dia sudah mampu menjaga dirinya. Aku pun berfikiran begitu, memang siapa sih yang berani sama pentolan Braga?

Sial, aku menarik kata-kataku tentang pentolan Braga itu. Nyatanya, walaupun ia kuat, ia tetap seorang perempuan yang takkan pernah menang melawan lelaki. Aku selalu menyesal, menganggap dirinya anak yang kuat. Nyatanya, ia merasakan sebuah sakit yang takkan mampu ku bayangkan jika aku berada di posisi itu. Mungkin, jika aku berada di posisi itu, aku akan memilih bunuh diri.

Dia memilih opsi itu kok, namun dengan cara yang menyakitkan bagiku dan keluargaku. Dia mendonorkan seluruh fungsi tubuhnya kepada benalu tak berguna sepertiku. Sial sekali, aku bahkan tak mampu membayangkan bagaimana ia harus mengorbankan seluruh mimpinya untukku, untuk mimpiku.

Reva Ayu Baswara dimanapun engkau berada, aku selalu bangga padamu adikku. Kamu adalah gadis luar biasa dengan hati yang berjiwa Merpati. Aku selalu ingat perkataanmu tentang Merpati.

" Kamu pernah dengar tentang Merpati Takkan Pernah Ingkar Janji nggak? " tanyanya.

" yang film tahun 90-an? " tanyaku dan dia mengangguk.

Ia menatapku dengan posisi kami saling bersebelahan dan tertidur di kasur.

" iya, aku menjunjung tinggi itu. Aku selalu ingin menjadi layaknya merpati Rey. Apapun itu, dan mau bagaimanapun untuk kebahagiaanmu. Aku akan melakukan apapun bahkan jika perlu, nyawaku akan ku serahkan demimu " katanya sambil tersenyum, lalu ia menghela nafas.

" aku yakin, suatu hati nanti merpati ini akan terbang bebas tanpa sebuah sangkar yang menahannya " - katanya sambil tersenyum dan memegang dada atasnya sambil tersenyum.

Aku selalu ingat percakapan kita itu tentang Merpati pada sore hari, sebelum semuanya berubah. Reva, dalam diamku aku selalu menyesal dengan semuanya yang terjadi. Aku bahkan tak mampu menampakkan wajahku di depan semua orang kecuali Karin.

Reva, buku ini aku dedikasikan untukmu. Buku dengan sebuah cerita yang menunjukan bagaimana hebatnya kau sebagai seorang merpati. Bagaimana engkau terbang bebas di langit tanpa takut akan kembali ke sangkar. Aku sayang kamu Reva, bahkan melebihi kamu yang menyayangiku. Dengan ini, Untuk Seluruh Masyarakat Di Indonesia. Saya Reyna Ayu Baswara, Siap Menulis Sebuah Buku Dengan Tema Kekerasan Dan Pelecahan Seksual yang di alami oleh adik saya, Reva Ayu Baswara.

Dengan Ini, Baca dan Saksikanlah Bagaimana Kisah Adik Saya Yang Ingin Terbang Bebas Sebagai Seorang Merpati.

Tertanda

Reyna Ayu Baswara

Yogyakarta

25 Februari 2024

Merpati Takkan Pernah Ingkar Janji (SUDAH DI TERBITKAN).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang