𝙲𝚑𝚊𝚙𝚝𝚎𝚛 𝟷𝟿

334 42 4
                                    

      Setelah beberapa kali berpikir berulang akan kebutuhannya dan menimbang-nimbang, akhirnya Jeno membeli sebuah piano. Diletakkan khusus dekat tempat tidur pada kamarnya. Dan setiap hari atau malam menjelang, Jaemin akan memainkan lagu ketika pria itu bersiap untuk tidur.

Kali ini cukup Mariage d’Amour membelah sunyi dikedalaman ruang yang membeku. Sejujurnya Jaemin tidak ingin, terlalu bagus lagu seperti ini dimainkan hanya untuk iblis berwajah malaikat seperti Jeno.

“Tidak. Dia bukan malaikat!” menggeleng lemah dengan suara hampir tak terdengar, ia berbisik. Lagunya telah usai dimainkan dan dominan itupun sudah berkelana di alam tidur. Sepertinya. Dilihat dari dada yang naik turun secara lamat.

Jaemin mencoba mendekat. Tidak tau darimana datangnya keberanian. Padahal disaat normal jangankan mendekat, menatap mata Jeno yang sebiru lautan itu, ia tak sanggup. Terlalu takut untuk mendapat tatapan sinis.

Langkah yang semakin mendekat pada sasaran, Jaemin berjongkok disisinya. Sayang sekali. Lagi-lagi Jaemin memuji parasnya yang tidak sesuai dengan kelakuan asli pemiliknya.

“Seharusnya kau seperti ini. Kau terlihat seribu kali lebih baik saat tidur.” Jaemin hampir membenahi poni yang berada diatas dahi pria itu namun urung.

“Kau sangat menakutkan melebihi iblis.” Jaemin lupa caranya menahan diri. Beruntung sekali Jeno tertidur, karna sudah dipastikan dia akan mengambang dilaut jika saja Jeno mendengar kata-katanya barusan. Atau pria itu tidak akan repot-repot untuk membuangnya ke dalam hutan disekitar, lalu tubuhnya dicabik-cabik gerombolan serigala. Hiiiiyyyy, Jaemin bergidik ngeri. Menggeleng membayangkan. Tempat mereka tinggal saat ini memanglah berada ditengah hutan jauh dari ibukota. Tak ayal hewan buas terkadang ada saja yang terlihat diperbatasan pagar. Jaemin tentu melihatnya ketika dia melalui hari mengenaskan berada berjam-jam dibalkon luar. Jeno lebih suka menyiksanya seperti itu. Atau saat musim dingin tiba, dengan tertawa keras melihat Jaemin hampir pingsan menggigil diluar sana.

Jeno lebih suka Jaemin yang memohon-mohon untuk dikasihani. Tapi juga hal itu terkadang tidak mempan. Bagi Jaemin lebih baik mati saat itu juga, dibanding harus memohon. Dia adalah tuan muda bermartabat.

Hanya saja, Jaemin punya setitik rasa bersalah. Yaitu Lucy, mendiang adik Jeno. Itu sedikit informasi dari Mark. Seolah dialah alasan semua ini terjadi. Mata yang menjadi anugerahnya ternyata diambil dari cahaya lain.

Bagaimana ini semua bisa terjadi? Jaemin tetap meyakini ayahnya bukanlah pembunuh seperti yang dituturkan oleh Jeno.

“Aku tidak menginginkan ini semua terjadi pada adikmu. Aku hanya ingin bisa melihat.
Tapi bukan berarti aku ingin merampasnya dari orang lain.”

Kalimatnya tertahan seolah ingin kembali terucap. Namun Jaemin segera beranjak dan berjalan  ke pojok dekat sofa tempatnya berada. Tidak ada bagusnya mengatakan hal yang membuat hatinya terluka. Siapapun tidak ingin berada diposisi ini, baik Jeno maupun Jaemin.

Sikap Jeno memang sudah membaik, hanya saja itu tak menjadikan Jaemin diistimewakan karena bisa mengatasi satu masalahnya.

Kelopak mata dominan itu bergerak-gerak ibarat bisa merespon perkataan si manis, walaupun nyatanya mata itu hanya tertutup rapat.


𝐴𝑛𝑔𝑒𝐿'𝑠 𝑇𝑒𝑎𝑟𝑠☂

      Jaemin masih mengawasi dari tempatnya sampai ia tertidur dengan lutut yang menekuk sebagai tumpuan kepala.

Beberapa hari lalu dia terlalu bersemangat hampir berteriak girang karna kedatangan sebuah piano. Sudah berapa lama ia melewatkan benda mahal itu, Jaemin tak mengingat. Rindunya akan sentuhan tuts melebihi kala netranya kehilangan hal berharga.

“Kau pikir aku membeli ini untuk kau elus seperti itu?!” sentakan kasar didapatkannya, beruntung untuk kesekian kali Jeno tidak menendangnya. Ia tau Jaemin bersuka cita. Bahkan Mark sampai turun tangan kalau-kalau Jeno dibutakan amarah.

Pengantar tidur layaknya terapi bagus untuk emosinya yang mudah tersulut. Terbukti dalam waktu satu minggu ini, Jeno hampir tak lagi memukulnya tanpa alasan.

Atau hal terbaik diantara ke semuanya – ikatan di leher pria manis itu sudah dilepas. Walaupun Jaemin masih menjadi anjing milik Jeno. Tertidur dipojokan seperti biasa tanpa alas apapun.

Jaemin meyakini mungkin saja, perlahan sikapnya akan membaik seiring berjalannya waktu. Tidak ada harapan paling baik dari pada itu.

“Jadilah lebih baik lagi padaku.”
Pertama kali setelah Jaemin diculik, dia tersenyum.

Terima kasih, sudah menghadirkan teman lama.




–*/

____________

♡ A ɴ ɢ ᴇ L ' s T ᴇ ᴀ ʀ s ♡
____________

31/05/24

31/05/24

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝙰𝚗𝚐𝚎𝙻'𝚜 𝚃𝚎𝚊𝚛𝚜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang