𝙲𝚑𝚊𝚙𝚝𝚎𝚛 𝟹𝟺

704 53 6
                                    

☂𝐴𝑘𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑎ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑡𝑎𝑢 𝑖𝑎 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑠 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ𝑘𝑢
𝐴𝑡𝑎𝑢 𝑚𝑢𝑛𝑔𝑘𝑖𝑛 𝑠𝑎𝑗𝑎 𝑡𝑎𝑢,
𝑛𝑎𝑚𝑢𝑛 —𝑎𝑘𝑢 𝑡𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑑𝑢𝑙𝑖

—𝔸𝕟𝕘𝕖𝕃❜𝕤 𝕋𝕖𝕒𝕣𝕤—

      Seharusnya Mark tidak mempedulikannya. Seharusnya tetap pergi untuk melarikan diri. Bukannya menolong seseorang yang kini sedang menginterogasinya bagai penjahat.

Ya memang sih.

Dia memang penjahat.
Tapi kan tadi dia sudah menolongnya dari para preman.

Tatapan garang dan benci itu menguarkan ancaman. “Dimana Jaemin berada?!” Hanya saja anehnya, bagi Mark malah terlihat sangat imut.

Sepertinya dia terluka parah karna pukulan preman yang tadi mengenainya. Bahkan dia sudah melupakan ramennya seratus persen.

Homina... apa yang terjadi padaku, God?” Mark mencengkeram dada kirinya. Dia mulai tidak waras.




      Jaemin menempelkan telapak tangannya di jendela kaca mansion yang lebar. Pemandangan taman yang terhampar dengan daun kering berguguran terasa semakin terlihat sunyi dan kosong. Menyisakan batang-batang pohon menghitam yang mulai tertutupi benda putih yang orang bilang ‘suci’.

“Salju.” Gumamnya tanpa sadar.
Uap hangat menerpa kaca membentuk jejak tertinggal.
Jaemin mendesah kembali. Lututnya berjongkok karna lelah berjam-jam melihat keluar. Bosan tentu saja. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Tapi hanya ini yang bisa menghiburnya ditempat asing seorang diri —bersama iblis yang menculiknya. Tidak ada yang menarik kecuali piano dan Luna. Entah kemana kucing itu, semoga tidak berkeliaran diluar dengan cuaca yang dingin ini.

Terpenjara bersama orang yang membencimu adalah suatu pengalaman yang buruk. Dia tidak tau bagaimana keadaan keluarganya. Terutama tiga orang terpenting dihidupnya. Karna hanya mereka-lah yang tersisa. Jaemin tidak bisa keluar, dia merasa bertanggung jawab dengan apa yang ia miliki. Sesuatu yang didapatkan dari saudari Jeno. Dia ingin lari tentu saja, beberapa kali sudah merencanakan hal yang penuh resiko. Namun lagi-lagi, dia kalah dengan penyesalan. Dan juga, dia tidak tau apa yang akan Jeno lakukan pada ayahnya jika pria manis itu berhasil kabur. Biarlah dia menderita disini, untuk menanggung semuanya. Dengan begitu, ayahnya akan selamat.

Mendesah gusar, Jaemin menatap butiran salju diluaran yang tampak berkilau seolah dengan begitu hatinya yang muram mulai terbiasa. “Apa kau bisa memberikan salamku? Aku merindukan—”

“Hari ini dia tidak akan kemari. Pemiliknya sedang sakit.”

...mereka.

“H-hah? Apa?” Jaemin berjengit. Kaget.

“Kucing yang biasa bersamamu.” Apa ini? Pria ini tiba-tiba saja sudah berada selangkah dibelakangnya yang masih terduduk dengan tumpuan paha dalam. “Jangan menunggunya. Dia tidak akan datang.”
Apa Jeno mendengar suaranya tadi?

Jaemin menoleh. Memposisikan tubuhnya dengan benar. Apa Jeno beranggapan ia memikirkan Luna?

Memang benar. Sekilas. Tapi bukan itu.

𝙰𝚗𝚐𝚎𝙻'𝚜 𝚃𝚎𝚊𝚛𝚜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang