𝙲𝚑𝚊𝚙𝚝𝚎𝚛 𝟹

667 65 7
                                    

apa yang terhalang
tak kan selamanya bisa tersembunyi
entah manusia
pula
entah perasaannya
•••

      Gelap.
Lima tahun sudah, Jaemin berada dalam gelap.

Tanpa cahaya.
Semuanya gelap dan ...hitam.

Senyumannya yang dulu selalu tersemat di tiap harinya kini telah berubah. Tidak ada celoteh riang. Tidak ada nada manja yang terdengar. Tidak ada seruan girang. Bahkan pianonya pun berdebu tanpa tersentuh.

Na Jaemin sang pianis terkenal sudah menghilang. Semenjak penglihatannya terenggut akibat kecelakaan yang waktu itu menimpanya.

Kalian pikir dia menerimanya dengan tabah dan berbesar hati? Tidak. Tidak ada yang seperti itu. Seluruh dunianya hancur bersama dengan penglihatannya. Orang tuanyapun dibuat stres berat hingga empat tahun setelahnya sang ibu meninggal dunia. Kini yang tersisa dalam bangunan berlantai dua itu hanya dia dan sang ayah, Na Goongmin. Beberapa pekerja hanya datang sesuai jam kerja. Membuat rumah yang dulu hangat semakin mendingin ketika nyonya rumah pergi.

Gelap dan sunyi.

Baik didalam rumahnya maupun —hatinya.

“Bersabarlah. Ayah pasti akan mengembalikan penglihatanmu... Nana-ya.”
Kalimat itu lagi.

Kalimat dengan nada yang sama terucap. Jaemin bahkan sudah hafal diluar kepala. Namun tak juga terlaksana. Sampai kapan? Sampai kapan kegelapan ini menakutinya?! Dia sudah putus asa.

Jemari tangan sang ayah yang mengusap lembut rambutnya sambil membisikkan kata penenang digenggam.

“Ayah?”

“Ya. Anakku?” Gongmin menatap kornea mata putranya yang terlihat kosong. Netra yang tak lagi menampakkan binar terang kecoklatan seperti dulu.

“Ayah..”

“Ayah mendengarkanmu, nak.” Ucapnya sedih. Bagaimana ia tak mampu menatap lama akan mata sang anak. Itu membuatnya sangat terluka.

Dan semakin terluka karna ucapan sang anak kemudian.

“Ayah... Aku sudah tidak ingin hidup lagi jika tidak bisa melihat. Aku tidak mau buta selamanya, ayah. Kumohon... bunuh saja aku.”

Katakan pada Nam Goongmin dia harus berkata seperti apa untuk membalas perkataan sang putra?! Sementara hanya dia-lah alasan pria itu tetap bertahan hidup setelah ditinggal mati istrinya setahun lalu.

Tak kuasa menahan beban hidup, air matanya menetes jatuh. “Jaemin-ah...” katakan jika dia berlebihan. Tapi siapa yang akan tenang-tenang saja jika anaknya mengatakan ingin mati?! Siapa yang tak bergetar menahan kesedihan itu?!

“Ayah... aku ingin menemui ibu.”

“Nak..” air mata semakin menggenangi kelopak mata yang telah menua, meluruh dengan tak tau malu. Giginya menggigit bibir agak tak terdengar isakan. Separah apapun lukanya, dia tidak ingin Jaemin mengetahuinya. Dialah alasan pria itu masih hidup.
Anaknya. Satu-satunya keluarga yang tersisa.

“Ayah...? Ayah mendengarkanku, kan?”
Tidak ada sorot bahagia. Tidak juga sedih tertangkap. Hanya dingin. Seperti emosinya yang tertelan masa. Tidak ada keraguan dalam katanya.

𝙰𝚗𝚐𝚎𝙻'𝚜 𝚃𝚎𝚊𝚛𝚜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang