𝙲𝚑𝚊𝚙𝚝𝚎𝚛 𝟸𝟶

350 43 6
                                    

      Sarapan yang sudah agak terlambat tetap terhidang. Roti panggang ala werstern juga dengan secangkir kopi kualitas premium tercium menggoda perut yang berbunyi. Antara malu dan pura-pura, Jaemin memilih melahap makanannya dengan cepat. Semakin cepat makan perutnya akan kenyang dengan lebih cepat pula. Belum tentu pemilik mansion ini akan memberinya makan yang layak lagi.

Sejujurnya, hanya dengan beberapa potong roti dan kopi saja tidak membuatnya kenyang. Dia perlu nasi dalam porsi banyak. Beberapa waktu tinggal cuma beberapa kali lidahnya mengecap nasi. Mark juga sekedar membawa roti kala kedatangannya. Makanan itu pula yang bisa secara instan dikonsumsi dan lebih mudah didapatkan. Jaemin tidak tau bagaimana gaya hidup Jeno, tapi setelah melihat beberapa hari ini dia mulai berpikir ‘pantas saja dia jarang mendapatkan makanan’. Lee Jeno bahkan hanya tau bagaimana caranya bekerja saja. Tidak untuk yang lain. Oh, ada lagi. Skill menyiksa dan memukul. Ada juga seekor beruang yang pernah ia pukul dengan penggorengan. Tidak ada yang menyangka, hewan buas itu datang ke dapur saat Jeno akan membuat kopi seperti biasa. Tanpa tanggung, apapun alat disekitarnya diambil untuk memukul mundur hewan yang tersesat itu.

Entah bagaimana lagi keadaan penjaga saat itu, sepertinya dipecat. Orang-orang berganti dan beberapa tidak kembali. Disini memang penjara dalam versi lain. Sama sekali tidak terasa berada diKorea meskipun Jaemin yakin dia masih di negara yang sama.

“Sedang apa ya, ayah?” tiba-tiba tanpa sadar mulutnya mengucap kata dalam otaknya. Reflek kedua tangan menutup mulut dengan cepat. Membuat kernyitan dalam dari pria Lee. Jeno tidak suka suara berisik, walaupun Jaemin tidak mengatakannya dengan keras. Tapi dia tetap tidak suka apapun yang pria manis itu lakukan, kecuali bermain piano.

Detak jantungnya bersuara keras. Melebihi kerasnya bunyi jam dinding. Jeno masih memperhatikannya dalam tanpa bersuara. Namun ekspresi kejamnya masih sama.

“Jangan menakutinya seperti itu. Kau terlihat akan memakannya secara hidup-hidup.” Mark berkomentar. “Dari sini aku bisa mendengar suara jantungnya yang ketakutan, Jade.” yah, hanya Mark yang bisa berceloteh semaunya diantara mereka.

Jaemin menunduk dalam, wajahnya merah malu. Apa sejelas itu? Masa bodohlah, pura-pura saja tidak tau. Si manis itu melirik Jeno dari mata yang tertutup poni panjang. Pria dominan itu hanya memutar bola mata malas.

“Ah, ngomong-ngomong. Rambutmu sudah panjang lagi. Harus dipotong. Tapi kau terlihat cantik saat berambut panjang. Seperti perempuan.” Mark sudah seperti ibunya. Merawat Jaemin di mansion yang beberapa menit dikunjungi lalu ditinggalkan setelah si manis makan. Ia akan pergi seusai Jaemin terlihat masih hidup.

Jaemin tidak menyukainya. Mana ada laki-laki suka dikatai mirip wanita. “Aku laki-laki!”

“Aku tau. Tapi kau manis sama seperti sepupumu.”

“Aku tampan!”

“Kau?” Mark tergelak.

“Kata ibu aku tampan.” Mark semakin tertawa keras. Kali ini ada juga orang lain, yang ikut tertawa. Sampai-sampai Mark tidak percaya hal ini, begitu pun dengan Jaemin.

“Dasar anak mammy.”

“Yha!” Jaemin sebisa mungkin menahan emosinya pada Mark. Daripada harus kena dampak dari iblis itu. Bisa-bisa dia tidak akan bisa pulang.

Pulang.

Mendadak hatinya sedih. Ayah, Jaehyun, Haechan. Apa yang sedang mereka lakukan disana? Terutama —bagaimana keadaan ayahnya? Dia hanya mampu berharap semoga Jeno bosan dan mengembalikannya kerumah. Bisakah musiknya merubah perasaan seseorang?











      Hawa dingin mulai menyerang. Jari-jari Jaemin bergerak kaku. Tubuhnya menggigil, walaupun bukan musim salju tapi angin dingin yang bertiup sama-sama menghantarkan beku yang semakin membiru.

Jeno terganggu. Telinganya yang sensitif tidak bisa leluasa mendengar suara piano yang lembut. Sejak tadi, Jaemin bergetar dalam permainannya.

Jaemin takut setengah mati begitu pria April itu mendekatinya. Tidak tau apa yang ada dipikiran Jeno. Terlalu kelam untuk menebak. Terlalu kejam untuk dibayangkan.

“Kau...

kedinginan?”

“Hah?” Jaemin terbengong ditempatnya seperti orang bodoh. Tidak menyangka kalimat itu terucap dari bibir tipis yang biasanya mengumpat dan meneriakinya.

“Tsk” Namun juga kesabarannya yang setipis tisu masih melekat.

Buru-buru Jaemin menjawab dengan cepat. “A-anginnya dingin.”

“Tidur di sofa. Ambil selimut di lemari.”

Kedua kalinya Jaemin terkejut. Apa dia salah dengar?

Jeno sudah kembali ke atas ranjangnya bergelung dalam selimut tebal yang hangat.

Bulan ini apakah natal? Dinginnya membawa berkah.

“Terima kasih.” Jaemin berdebar penuh haru. Malam ini dia tidak kedinginan dan tidur ditempat lebih layak.

Ketika akan tertidurpun, masih menyunggingkan senyum dan rasa terima kasih.

Jeno yang berada disana menatap aneh. Rasa tidak suka memandang senyuman Jaemin.






𝐴𝑛𝑔𝑒𝐿'𝑠 𝑇𝑒𝑎𝑟𝑠☂

      Bunyi EKG memenuhi ruangan serba putih. Holter monitor menunjukkan getaran konstan melemah menuju rasio tinggi pada pasien dengan pola napas tidak teratur. Pria tua itu bergerak karna kejang -kejang. Seorang perawat yang kebetulan mengecek terburu untuk memencet bel. Para dokter spesialis yang menangani berbodong melihat keadaan dengan cemas. Setelah beberapa saat keadaannya mulai terkendali, tubuhnya melemas berkat obat penenang dan traumatik. Sesaat sebelum netranya kembali menutup hanya mampu melafalkan nama dengan tersendat seolah keinginannya untuk bertemu.

“Na... Nana-ya.” bertahanlah nak.

ayah pasti akan menyelamatkanmu.

____________

♡ A ɴ ɢ ᴇ L ' s T ᴇ ᴀ ʀ s ♡
____________

01/06/24

01/06/24

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝙰𝚗𝚐𝚎𝙻'𝚜 𝚃𝚎𝚊𝚛𝚜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang