7. Bikin iri tetangga

186 23 4
                                    

     Lucy pulang. Mata kucingnya tampak berpendar penasaran, sempat terlihat sebuah tumpukan daging di dapur, berbagai jenis, dan jugà premium. Perempuan satu juta dollar itu menuju kesana karena juga ada Val dan Roma.

    "Val?" panggilnya. "Tadi, kamu gak papa kan?"

    "Nyonya!" Valery dan Roma tampaknya antusias, mereka berlarian, menyambut Lucy. Meraih jaket dan tasnya untuk disimpan.

    "Anu—Tuan River memberikan kami daging-daging premium ini. Kami jadi sangat senang." Val tersenyum lebar sekali,  memeluk tas Lucy kemudian berputar dengan riang.

     "River? Tumben. Dalam rangka?"

     Dan orang yang dibicarakan itu kebetulan menyembul dari balik kaca. Berjalan dengan tenang, menampilkan satu set senyum jumawa di wajah tampannya, "Sesekali kita manjakan mereka, sayang."

       Lucy melengos. "Awas kalau kau macam-macam."

      "Ugh! galaknya!"

       Roma dan Val kompak mendekat. "A-ah, Nyonya! Ayolah, tuan River baik sekali kok. Iya kan Rom?" ucap Val menyenggol lengan Roma. Keduanya mengangguk bersama.

       Alih-alih tas Hermes, make up Dior, atau uang cash ratusan juta, dua pelayan itu malah minta daging sebagai ganti (uang tutup mulut kejadian obat kemarin malam). Dan bukankah ini kesempatan mereka buat memoroti harta River? Tapi kedua gadis lugu itu tidak mau melewati batas.

     Tentu saja. Jauh di lubuk hati River palsu merasa malu. Teringat perbuatannya kepada  istri saudara kembarnya yang minta ini itu. Bahkan pelayan saja tahu diri. Bagaimana dengan dirinya?

    "Ah bangsat. Sedikit lagi aku kena mental." gumam River, lalu merangkul Lucy dan mencoba melupakannya.

     "Ayo, kita bakar-bakar malam ini, deal?"

    "AYO!" pekik Roma dan lainnya.

    "Sialan. Singkirkan tanganmu dariku River!"

    Kepulan asap yang membumbung, aroma gosong daging, juga tatanan berbagai macam frozenfood memeriahkan acara malam mereka yang di gelar dadakan.

    Lucy memegang jepitan, membolak-balik daging membantu Val. Sesekali melihat sekitar, perempuan itu menyeringai. Keseruan ini, segala tetek bengek ini, mungkin bakal membuat iri tetangga. Itu bagus, sudah di bilang. Lucy ingin kehidupan rumah tangganya tampak sempurna di luar. Walau hancur dari dalam.

    "Aaa—" River datang dengan daging dibungkus daun selada. Sementara Val terkikik.

   "Ayo, buka mulut nyonya!" sembur Miya. Dia juga diundang, bersama pak Oman.

    Lucy tersenyum pura-pura, lalu membuka mulutnya canggung. "Ini kekanakan sekali tapi baiklah demi pencitraan."

   "Ya ampun iri-nya! Romantis sekali sih!" Roma drama.

   "Iya, serasi! Serasi! Serasi!"

   Sementara malam penuh kehangatan itu berlangsung. Lucy melangkahkan kakinya ke sebuah kolam ikan, lalu berjongkok menatapi Koi kesayangan. Tidak sadar, River mengekor dan nyaris membuatnya terjebur karena kaget.

   "Mau mati ya!" pekik Lucy pelan. Tapi menakutkan. River terpingkal.

   "Hahahahah—mikir apa?"

    Lucy bangkit, menyelipkan helaian rambutnya ke telinga. "Kau tidak lupa dengan bayi tabung kita kan."

    River mencebik. "Tck! Yang itu, kau masih ingat saja."

    "Minggu depan, River. Kita baru bisa kesana karena aku masih banyak pekerjaan."

    "Astaga apa kau masih ngotot mint—loh! tunggu."

    Mendadak River terdiam. 'Jika kemarin aku tidak pakai kondom dan keluar di dalam, bukankah kecebong-kecebongku sudah membuat zigot di dalam sana? Wah gila.' River palsu lantas meremas kerahnya gugup.

   Bagaimana jika Lucy hamil anaknya? Persetan bayi tabung. Yang penting, apa yang akan River palsu ini katakan pada saudara kembarnya?

    Lucy menyenggol lengannya. "Hei. Kenapa melamun? Gimana?"

    River palsu tertohok. "Sial. Aku sakit kepala jadinya. Aku akan keatas duluan."


***

    "Bangsat! Apa kau gila!" River menarik kerah seorang laki-laki berambut petruk yang memanjat jendela. Masuk ke kamar modal nekat, untungnya Lucy sedang di bawah dan mengurus daging sisa.

   "Gawat." Itu sang saudara kembar, tampak payau dan tergesa.

   "Ayo kita keluar dari sini ada apa denganmu sialan?!" 

   "Aku punya sesuatu untuk di katakan. Masalah serius."

Keduanya mengendap diam-diam melalui jendela, turun dan bergerak ke sebuah gudang briket di samping rumah.

   "Aku juga mau mengatakan sesuatu." River palsu alias Hunter, menyeloroh dengan cepat.

"Kami sudah berhubungan sex." lanjutnya.

   "Bajingan! Secepat ini?" balas River yang asli, mengumpat dengan suara keras. Meraih kerah saudara kembarnya yang menyamar sebagai dirinya.

   "Aku juga gak percaya semua ini, tapi pelayan bodoh itu memberi kami obat." Beber Hunter tercekik.

   "Bangsat! bisa-bisanya! Sialan! Tapi kau suka kan?!"

   Hunter mendengus. "Aku gak ingat pasti. Aku kena pengaruh obat. Tapi yang jelas aku gak sempat pakai kondom jadi, kemungkinan aku juga crot di dalam."

   Buakh! Pukulan mendarat si bibir laki-laki berpakaian necis. River yang asli mengamuk, membuat gaduh gudang briket.

   "Kau yang meyuruhku mengambil istrimu. Kenapa kau marah?" Hunter mengelap darah di wajahnya.

   "Tega sekali kau bajingan. Walau begitu dia kan tetap istriku. Sialnya. Ada yang jauh lebih penting. Eda, pelacur itu sepertinya bertemu Lucy tanpa sengaja. Sial harus aku apakan dia?"

   "Dasar tidak berguna! Eda itu seperti ular kobra. Dia licik dan berbisa." Hunter merapikan pakaian necisnya.

"Daripada kau mengacau. Serahkan Eda padaku. Kau, kembali ke dalam dan jadilah River lagi." Kata Hunter yang asli menyusun rencana.

   Lalu mereka berganti pakaian satu sama lain, sementara River yang asli mengurai rambut petruknya, dan Hunter yang asli mengikat rambut gondrongnya menyerupai petruk. Mereka menganguk satu sama lain memberi kode.

   "Oh iya! River! Lucy tidak ingat apapun tentang kejadian sex itu. Jangan diungkit, dan turuti saja kalau dia mau bayi tabung." Ucap Hunter memperingati.
   
    "Oh iya! Kau! Jangan apa-apakan dia dulu! Ingat itu River!"

   "Bangsat! Pergilah sana temui Eda."

a Million Dollar Weddding (Spicy-fanfic) Hyunjin YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang