10. Hadiah

173 20 5
                                    

"Bukalah sayang. Gak sempat memesan secara custom, jadi ayah ambil saja yang ada di toko. Ini hadiah untuk cucu Ayah." Lucien menaruh sebuah map. Diatasnya sebuah kotak perhiasan. Dan mata elang River menemukan merek branded luar biasa mahal terukir di kotak itu.

"Tiffany and co. Ini berlebihan Ayah. Terus apa isi amplop ini?" Lucy yang peka memberi kotak perhiasan itu ke River, si mokondo yang sebentar lagi mau ngiler melihat barang mahal.

"Kalau yang di amplop itu sertifikat, Kak! Dadakan sekali Aku dan Ayah patungan untuk membelikan Kakak tanah. Lokasinya strategis dan bisa jadi aset yang menjanjikan di masa depan." Joanne meletakkan selimut di bahu Ayah mereka. Lalu duduk di hadapan kakaknya yang tersenyum.

"Terimakasih banyak. Lain kali aku akan melakukan hal yang sama disaat ulang tahunmu, Joanne."

"Ah, tidak usah, Kak. Oh iya." Joanne tiba-tiba melirik River. "Kak River, sampai kapan mau jadi pengangguran?"

'Sialan' umpat River dalam hati. Tertohok. Tersedak teh dan terbatuk.

Lucy menyela, "River sudah beli saham. Kalau sudah terkumpul banyak, mungkin dia bisa mendirikan perusahaan sendiri." bela-nya. River mengamini.

Sementara Joanne memutar bola matanya malas mendengar pembelaan dari kakaknya, Lucien menarik lengan Joanne. Menyuruhnya mendekat sedikit lalu berbisik, "Kalau aset ini sampai di jual lagi, atau di balik nama ke River. Ayah akan percaya kalau laki-laki itu memang mokondo."

"Dan buat apa menyimpan barang tidak berguna sepertinya di dekat keluarga kita. Cut off saja." Timpal Joanne, menyeringai.

Ceklek! (suara pintu utama dibuka)

"Halo semuanya!"

"Anak nakal! Hussey! baru pulang kamu dari Macau?" maka Lucien mengacungkan tongkat pendek ke arah gadis belia itu, menyuruh Joanne mendorong kursi rodanya menuju ke arah si bungsu.

"Ampun! Ayah! Ampun!"


***

Diperjalanan pulang, sedan Lucy yang di sopiri River tiba-tiba menepi. Seharusnya mereka mampir ke Dokter, sebelum telepon River berdengung dan laki-laki itu harus pergi. Heran sekali, mana ada pengangguran sesibuk River ini.

"Hei!" Lucy menengok River yang keluar dari mobil, bahkan kepalanya nyaris keluar dari jendela mobil demi River.

"Setidaknya antar aku sampai ke dokter atau pulang dulu, aku ini mengandung bayimu. Apa kau tidak khawatir aku menyetir sendiri?"

"Halo? Iya aku sudah sampai. Tunggu aku akan kesana." River masih bicara melalui sambungan telepon. Lalu menoleh, "Kau bilang apa tadi? aku tidak fokus jadi-"

Brumm! (suara mobil di gas)

"Duh. Marah-marah terus! Uhuk! Uhuk! " River palsu itu menutup mulutnya yang tersedak sisa debu yang terbang karena mobil Lucy yang tancap gas.

Tentu saja, mokondo itu berkumpul dengan saudara kembarnya yang juga mokondo. Memasuki area bar remang-remang dan dia langsung duduk disampingnya, memesan whiskey.

"Whiskey. 1 shot."

"Ugh! baru datang, babe?" Eda bergelayut. Perempuan itu baru kembali dari kamar kecil. Sontak si River palsu langsung merasa terganggu.

"Dia hamil kan?" sosor River yang asli. Eda melotot.

"Siapa? perempuan es itu?" Eda sok menjauh dari Hunter.

"Iya. Kenapa tidak sekalian saja menyelamati aku masuk ke neraka itu?" Hunter meraih gelas whiskey-nya.

Brak! "HUNTER! KAU BERJANJI UNTUK JADI MILIKKU KAN?" Eda menggebrak meja bar.

a Million Dollar Weddding (Spicy-fanfic) Hyunjin YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang