8. River or Rival?

181 28 9
                                    


 "Darimana?" Lucy menaruh satu gelas susu di atas nakas.

"Jangan banyak tanya. Menjawabmu itu merepotkanku saja!"

Lucy tersentak. "Ada apa denganmu? Aku tanya baik-baik. Kenapa kau marah?!"

River asli itu melirik istrinya malas, merebut satu gelas susu dan menenggaknya. "Tidurlah. Aku tidak mood untuk berdebat."

"Apa-apaan?! Hei! Itu. Susu-ku di begal!"

Lucy sebal meremas ujung gaun tidur yang dipakainya. Selagi menahan diri untuk tak melempar gelas kosong itu ke muka River karena susu itu adalah susu khusus, guna menyiapkan rahimnya untuk proses bayi tabung, bukan untuk si mokondo bedebah itu.

Pun, rasanya aneh sekali mengingat bagaimana River yang bersikap sok manis dan jahil pas barbeque barusan jadi tempramen dan tukang marah begini. Rasanya, sang suami seperti punya kepribadian ganda.

"Astaga apa yang kau lakukan, diam disitu seperti orang bodoh? Kubilang tidur." Ugh! sialan. Laki-laki itu bahkan menyulut omelan Lucy yang terkenal tajam.

"Bodoh katamu, aku?" rahang Lucy bergemeletuk marah, melesatkan sandal lalu melayang pas sasaran. "Tidur di luar sana! Pergi sana! Kenapa pulang segala."

River menghindar berlarian. "Omong kosong. Hentikan! Ini KDRT!"

"Ya rasakan! Mati konyol lalu enyahlah ke neraka!"

"Kenapa bukan kau saja yang enyah! Coba sesekali tidurlah di sofa. Sok mengatur segala dasar betina!"

"Betina? Apa aku hewan?"

"Kau kan macan."

"Berengsek, keluar sana!"

"Gak! Enak saja!"

"River!"

"Gotong saja tubuhku kalau kau bisa."

"Dasar sialan!"

Roma dan Val bahkan mendengar setiap amukan dan teriakan itu dari lantai satu. Dan mereka merasa putus asa.

Val berceletuk, "Astaga mulai lagi perang dunia."

Roma meraih bahu Valery dan merangkulnya. "Sudah, kak. Kita tidur saja. Pusing! Toh kakak sudah berusaha se-keras mungkin mengakurkan mereka berdua. Rehat dulu jadi penengah, aku tau itu melelahkan."

Kali ini Val mendengus, tampak melengkungkan punggung dan berjalan bungkuk tanpa semangat. "Iya. Haruskah aku resign aja. Mereka berdua tak tertolong."






***

Sementara di rumah Lucien Hwang, Hussey adik bungsu Lucy terduduk manis. Menghadap sang Ayah yang telah sepuh, bersama menikmati suasana malam dengan sesapan teh seduh.

"Ayah. Jangan tanya soal Kak River dan Kak Lucy lagi padaku. Ini beban tersendiri tau." Hussey meletakkan cangkir tehnya di meja.

"Makanya menikahlah. Susul kakak-kakakmu, balap mereka dan beri Ayah cucu." Lucien mendengus kesepian.

"Gimana caranya aku memenuhi keinginan ayah secepat kilat. Dengan pergaulan bebas? Itu bencana." Hussey menyibak rambutnya ke belakang, lalu meraih ponselnya. "Halo, Babe! Kita jadi staycation di Macau kan? Hah? Apa? Berbagi kamar? Ah, Baby bisa aja!"

Lucien terkekeh tak percaya, "Lihat bocah manja itu, kayaknya dia bakal kasih aku cucu sebelum kakak-kakaknya."

"Ayah." Panggil seseorang.

Perempuan berambut sebahu, berawajah manis, dan agak tomboy itu namanya Joanne. Kakak Hussey, adik Lucy yang nomor empat. Dia membawa satu kardus tonik gingseng dan menyerahkannya ke pelayan.

a Million Dollar Weddding (Spicy-fanfic) Hyunjin YejiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang