04. Bunga yang Kamu Suka

86 7 0
                                    

Alya menaruh tasnya di atas meja dan terus fokus membaca. Hari ini menjadi hari pertamanya duduk dengan Asta.

Akan tetapi semangatnya sedang runtuh sekarang. Ia hanya bisa menatap miris dirinya sendiri. Untuk sekedar bercermin pun rasanya sangat mengerikan.

Alya semampu mungkin tetap fokus kepada buku bacaannya. Ia harus tetap belajar sehingga statusnya yang gendut tidak bertambah menjadi gadis bodoh.

Sudah cukup ribuan hinaan Alya tampung dalam hatinya. Ia tidak sanggup. Lagi pula, siapa yang tidak ingin cantik dan kurus seperti wanita-wanita idol, tapi takdir membawa Alya menjadi gadis gendut.

Halaman demi halaman Alya geser, mendengarkan orang-orang yang sudah memasuki kelas tapi tidak ada satupun yang menyapa. Hanya Arga sahabatnya, dan remaja itu belum juga datang.

Sementara Asta tidak ada tanda-tanda akan sampai di sekolah dalam waktu dekat.

Saat pikiran Alya bercabang, antara buku dengan realita hidup yang menampar, pandangan gadis itu terlihat kosong hingga sebuah bungga matahari muncul di hadapannya.

Alya menurunkan bukunya yang sedikit menghalangi bunga tersebut. Benar-benar bunga matahari asli yang sangat besar, padahal biasanya di toko bunga tidak ada yang menjual bunga matahari sebesar ini.

"Buat lo. Jujur gue nggak tahu lo suka bunga apa. Karena kemarin gue lihat lo bawa bunga matahari, jadi gue bawain bunga matahari juga," ucap seorang remaja yang tidak lain adalah Asta.

Alya yang belum paham maksud Asta hanya terbengong menatap siswa tampan tersebut.

"Lo kemarin buang bunga gue di dekat taman, kan. Enggak salah juga, si. Gue kemarin ngambil bunganya asal dari kebun mama," jelaskan Asta sambil garuk-garuk kepala.

Bukannya kesal menghetaui bunganya dibuang oleh Alya, dia malah repot-repot mencarikan bunga yang baru sambil mengira kalau bunganya tidak Alya sukai.

Tidak hanya punya paras tampan, tapi pikiran remaja di depannya juga sangat positif.

Sekarang Alya yang malah merasa malu dan kesal bercampur aduk. Jelas perasaannya terluka kemarin masih ada, dan tindakan Aska hari ini benar-benar di luar nalar.

"Atau lo juga nggak suka bunga matahari, terus kemarin lo ngambil bunganya juga secara random?" tanya Asta merasa panik kalau salah lagi.

Tapi Alya langsung mengambilnya dari tangan Asta. Kasihan Asta sudah membawakan tapi ditolak.

"Gue suka bunga matahari," jawab Alya sambil tersenyum kecil.

"Syukurlah." Asta yang tadi berada di depan bangku berjalan menaruh tasnya di bangku dan duduk di samping Alya.

Mereka mendapat bangku paling depan dekat jendela yang menyorot ke luar. Di mana pemandangan lapangan basktet terlihat jelas.

***
Kegiatan ajar mengahar telah selesai. Seorang guru matematika sekaligus wali mereka mengakhiri kelas dengan sedikit arahan.

Beliau mengatakan setiap kelas nanti akan ada kegiatan pemilihan pangeran dan putri sekolah. Nanti setiap angkatan akan punya pangeran dan putrinya sendiri. Setelah kelas sepuluh berhasil menyelesaikan pemilihan, mereka akan kembali dilombangkan dengan pangeran dan putri sekolah yang telah menang tahun lalu.

Tapi masalahnya mereka sekarang harus memilih dulu dua calon peserta untuk melawan kelas sebelah yang jumlahnya lima kelas. IPA dua kelas, IPS satu kelas, dan Bahasa dua kelas. Baru nanti jika perwakilan mereka bisa menang, melawan kakak kelas yang menang tahun lalu bisa dilakukan.

Mereka yang bisa sampai menang melawan kelas sepuluh lainnya saja sudah mendapatkan hak menjadi model sekolah. Mereka akan selalu dipanggil sesuai bakat masing-masing saat ada kegiatan ataupun fotonya selalu ada saat sekolah membutuhkan pembuatan poster.

Setelah mengumumnya itu, satu kelas langsung memandang ke bangku Asta, dan ada beberapa sedikit melirik ke Arga.

Untuk mengirim perwakilan cowok mereka perlu sedikit memilih. Karena Asta dan Arga sangat memenuhi syarat untuk didapuk sebagai perwakilan kelas.

"Kalian sudah punya pilihan?" tanya Bu Clara yang masing-masing siswa kompak menunjuk Asta dan Arga bergantian.

Beberapa dari mereka ada yang menunjuk perwakilan perempuan, tapi tidak sebanyak menunjuk perwakilan laki-laki.

"Untuk Asta dan Arga bisa Ibu lihat dulu keunggulannya, tapi perwakilan perempuan Ibu masih kurang yakin. Selain cantik Ibu ingin yang mewakili punya bakat, seperti Asta yang penyanyi, dan Arga pintar bela diri."

Suara ribut dan riuhnya para siswi menjadikan kelas sedikit tidak tidak sesuai aturan. Hanya Alya yang diam-diam merasa tidak peduli apapun.

Siapa yang akan mempertimbangkan gadis gendut sepertinya, sampai Arga mengakat tangannya untuk meredakan suara ribut.

"Ada apa Arga? Ada yang mau disampaikan?"

Arga yang diberikan kesempatan langsung mengangguk sambil melirik Alya. "Saya ingin mengusulkaan Alya. Dia pintar bermain piano dan telah mendapatkan cukup banyak mendali."

Bu Clara mengangguk paham. Karena Alya termasuk siswa berbakat dengan nilai tinggi serta kemampuan bermain piano yang  bagus. Semua prestasinya telah disebutkan saat pendaftaran, karena itu juga Alya mendapat kelas IPS 1.

"Ada yang kebaratan?" Bu Clara melihat wajah-wajah siswi yang mulai mengakat tangannya satu-persatu.

Benar-benar kompak mereka mengirimkan keberatannya.

"Bukannya yang dipilih adalah siswi cantik? Alya tidak cantik dan sangat gendut, Bu," komentar seorang siswi yang  merasa keberatan.

"Perwakilan kelas IPS Pramita Anastya, dia model dan sangat cantik, pasti Alya akan langsung kalah." Ternyata bukan hanya para siswi yang menolak, tapi siswa juga.

Keriusah semakin menjadi, hampir semua orang menolak dibarengi dengan kritikan pedas, menyudutkan Alya dalam keheningannya sendiri.

Siapa yang memulai? ia hanya diam dari awal. Kenapa harus Alya juga dilibatkan sehingga fisiknya kembali terhina.

In Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang