03. Bunga yang Terbuang

95 7 0
                                    

"Gue bencanda," ujar Asta sambil tertawa.

Tangan Asta yang memang sudah biasa diajak bersentuhan dengan Mita, jadi dia mengelus kepala Mita gemas.

Kebaikan hati Mita ternyata masih sama. Selain baik hati. Ia juga sangat perhatian kepada orang lain. Mita itu cantik, tapi bukan hanya itu yang membuat orang-orang kagum. Mita adalah kombinasi sempurna dari syarat cantiknya para wanita.

Memperhatikan wajah Mita yang masih sedikit sedih bercampur penasaran, Asta menjelaskan ulang.

"Gue nggak sejahat itu. Bagi gue siapapun itu, gue bakal suka tanpa syarat fisik. Biar dia menjadi dirinya sendiri, dan Alya bukan masalah buat gue kalau semisal di masuk ke dalam hidup gue lebih dari sekedar teman," jelaskan Asta.

Mata Asta yang begitu penuh binar, penjelasan yang jelas menyatakan kalau nanti Alya bisa menjadi pacar Asta, sudah membuktikan kalau cowok populer itu menaruh ketertarikan.

Untungnya Mita yang telah menjadi sahabat Asta dari dalam kandungan ibu masing-masing merasakan gejala itu. Ia juga tidak berkomentar banyak selaim tersenyum.

"Lo ngasih bunga ke mita sengaja, kan?" Mita memandang jauh lurus ke depan. "Kalaupun gue ada di kelas yang sama kaya lo, lo tetap nggak bakal ngasih bunga itu ke gue."

Asta hanya mengangguk, terlalu semangat menjawab pernyataan Mita. "Gue kira memang gitu."

"Gue turun seneng," balas Mita yang langsung berdiri dari duduknya.

Biasanya mereka sering berangkat dan pulang sekolah bersama, karena rumah mereka yang sebelahan. Tapi kali ini Mita memutuskan pulang sendiri saja.

Setelah Mita berdiri tegak, dia menatap ke belakang lagi. Melihat wajah Asta masih berseri-seri karena telah berhasil menceritakan sang pujaan hatinya. Sahabatnya itupun tetap duduk dalam posisi yang sams, seolah sedang lanjut membayangkan Alya yang begitu spesial sekarang.

"Gue pulang duluan, jangan lupa lo pulang juga." Mita meninggalkan Asta yang belum sempat bereaksi tapi sudah pergi lebih dulu.

***
Di parkiran sekolah Mita minta dijemput oleh sopirnya. Dia adalah anak tunggal dengan status orang tua yang sangat kaya raya.

Awalnya orang tua Mita dan Asta adala rekan bisnis. Tetapi setelah ibu mereka saling mengenal, persahabatan langsung dibawa hingga anak mereka dewasa.

Menjalani hari hampir setiap hari bersama Asta, sudah pasti akan ada rasa. Siapa yang tidak akan sering salah paham saat Asta memperlakukannya dengam cara berbeda dengan gadis kebanyakan.

Namun, pernyataan Asta tadi meruntuhkan segalanya.

Jujur Mita iri dengan gadis bernama Alya itu. Orang yang berhasil menarik hati Asta yang padahal dirinya saja tidak pernah bisa.

Selama hidupnya, ini adalah kegagalan yang pertama.

Saat Mita berhasil menemukan tong sampah di sudut parkiran, ia tidak segan lagi membuang mawar yang sengaja disimpan hanya itu Asta. Mengira kalau sahabat sekaligus orang yang dicintainya itu melakukan hal yang sama.

Saat bunganya sudah mencapai bibir tong sampah, seseorang juga membuang bunga matahari secara bersamaan ke sana. Menjadikam bunga yang sama-sama cantik kehilangan harganya lagi.

"Eh," kaget mereka berdua dan saling pandang.

Bunga yang mereka pegang belum sempat terbuang, tapi langsung ditarik kembali.

"Gue kira cuma gue yang bunganya nggak diterima," ucap cowok itu sambil terkekeh pelan. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Ternyata gadis populer sekolah bisa juga bunganya ditolak sehingga sekarang sudah tidak ada harganya lagi.

"Lo ganteng, tapi tetep aja bunganya kebuang," komentar Mita dengan senyum kecup.

Seketika mereka langsung menilai diri masing-masing yang bernasib sama. Ternyata memiliki paras bagus belum tentu membuat kisah cinta mulus.

Mita juga seketika sadar kalau ada nasib yang lebih baik untuk bunganya. Ia menyerahkan itu kepada cowok yang diajak bicara.

"Dari pada kebuang, mending kita tukaran aja." Mita meminta dengan cukup ragu. "Walaupun nggak bisa jadi temen sebangku, kayaknya masih bisa buat temen sekolah."

Karena pikiran Mita tidak buruk juga, sang cowok itupun menerimanya dan menyerah bunga miliknya kepada Mita.

"Nama gue Leonarga Narmatin. Lo bisa panggil gue Arga. Dan ... lo Pramita Anastya, kan? Cewek tercantik di sekolah." Arga, nama cowok yang megajak Mita mengobrol dan mendapatkan nasib yang sama.

Mereka berdua hanya tersenyum malu dengan Mita yang sedikit meralat. "Panggil gue Mita, sekarang kita temenan," ujarnya final.

.
.
.
.

In Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang