15. Menunggu Lebih Lama

38 7 0
                                    

Di sini sekarang Alya duduk, di sebuah kafe mewah yang membuatnya merasa cukup tidak nyaman. Tapi di depannya Asta sedang memandang setiap gerak-gerik Alya.

Setelah pesanan mereka tiba lima belas menit lalu, Alya hanya bisa memandang tanpa minat memakannya. Jujur perasaan Alya cukup campur aduk sekarang.

Apa seharusnya Alya tidak menerima ajakan Asta? Setelah satu minggu cowok itu menjadi orang asing, melihat Alya saja tidak. Apalagi dengan mendengar kelanjutan hubungan mereka yang sudah satu bulan dijalankan dengan saling kenal.

Alya tidak mungkin juga meminta lebih. Kedua tangannya hanya bisa meremas tangannya di atas meja dengan perasaan semakin gundah. Lima belas menit tidak ada percakapan, ditambah saat tadi perjalanan ke sini.

"Kalau tidak ada yang bisa dibicarakan, kita pulang saja," ucap Alya tidak tahan. Masih banyak ketidak jelasan yang harus dilanjutkan, sementara Alya sibuk sekali di rumah.

Saat Alya sudah berdiri dan ingin mengambil tasnya di meja, tangan Asta tiba-tiba menahannya untuk tetap di sana.

Asta memasang wajah sedih, melepaskan tangan Alya sesaat setelah melihat sepertinya Alya telah bosan menunggu. Asta juga tidak ingin menjadi lelaki yang paling tidak jelas, tapi keadaan sekarang sedang mendesak.

"Gue nggak tahu harus mulai dari mana," ungkap Alya, menjadikan Alya urung untuk pergi. Dia duduk kembali di hadapan Asta dengan sercecah harapan.

"Lo bisa pelan-pelan." Alya berusaha menenangkan, agar Asta tidak buru-buru. "Kalo lo ragu, nggak usah dilanjutin. Setiap orang pasti akan menilai setelah mengenal, mereka pada akhirnya punya keputusan yang mau tidak mau harus tetap diterima."

Alya tersenyum kecil, ia harus kuat jika memang cinta pertamanya benar-benar gugur.

"Lo nggak usah merasa tidak enak, gue selalu menerima apapun keputusan yang orang ambil. Lagian gue nggak akan pernah bisa memaksa apapun dengan fisik gue yang kaya gini. Jauh sebelum hari ini, gue sudah sadar, apapun nggak bisa didadepin sama orang kaya gue," ucap Alya panjang lebar.

Biarkan semuanya sekarang berakhir, bahkan tanpa menunggu Asta buka suara lagi, Alya meninggalkan cowok yang disukainya diam-diam dengan tegar hati.

Sudah bagus Alya menyiapkan mentalnya selama itu. Jadi ia bisa pergi dengan menyisakan sedikit luka yang lebih tipis.

Kali ini pisaunya tidak akan menyayat lebih dalam, bukan?

***
"Kenapa semuanya jadi gini, sih?!" Asta mengeram marah, setelah gagal menjelaskan, mengejar Alya pun juga tidak bisa.

Sebelum Asta bisa mengejar Alya, ia harus menerima kenyataan kalau Alya sudah menggunakan taksi.

Sekarang bagaimana ia akan memperbaiki hubungan. Padahal selama ini ia tidak bisa menyapa Alya karena bu Clara mengawasi dengan ketat.

Sialnya lagi Mita malah sangat patuh. Ia benar-benar melaporkan segala interaksi yang hendak Asta lakukan dengan Alya.

Kenapa sekarang semua seakan tidak merestui hubungannya dengan Alya? Asta hanya jatuh cinta kepada Alya, tapi kenapa tidak ada kemudahan yang didapat.

Saat Asta ingin jalan ke tempat sopirnya menunggu, Asta tidak sengaja melihat kak Raja, atau kakak kelasnya yang akan dilawan dalam kontes pangeran dan putri sekolah sedang menggadeng seorang cewek. Dia bukanlah pasangan lomba kak Raja, tapi kenapa mereka bisa seperti orang pacaran?

Karena kak Raja melihat Asta, ia datang untuk menyapa. Tentunya pasangannya itu langsung pamit untuk pergi masuk duluan.

"Jalan sama pacar?" tanya Kak Raja.

Tapi Asta yang masih pusing masalah Alya menjawab dengan senyum masam. "Boro-boro bisa pacaran, pilihannya bukannya cuma pasangan lomba kita?" Asta yang masih tidak terima tentang peraturan itu langsung mengukapkan kesalnya.

Melihat kak Raja yang malah menatap binggung, Asta lanjut bicara. "Itu pacar Kak Raja udah lama?"

"Sindi?" Raja dengan binggung menyebut nama pacarnya. "Baru tiga hari."

"Hah? Bukannya peserta lomba nggak boleh pacaran kecuali sama pasangan lomba atau misal pacar lo udah ada sebelum lomba?"

Kak Raja yang mendengar itu malah tertawa, ia menepuk pundak Asta beberapa kali saking lucunya. "Lo dapet aturan dari mana? Ngaur aja lo."

In Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang