16. Gagal Lagi

36 5 0
                                    

"Aduh anak, Mama sudah pulang," ucap Erin menyambut kedatangan Asta dengan senang hati.

Ia juga memeluk singkat Asta karena anaknya seperti tidak terlihat senyumnya. Padahal tadi pagi sebelum pergi masih ceria-cerira saja. Mengatakan kalau sebentar lagi Asta punya pacar.

Namun, setelah pulang kenapa anaknya seperti orang yang putus cinta.

Erin yang kasihan membawa Asta disisi Brama, sang suami yang sedang memantau perkembangan perusahaan lewat ponsel.

"Kamu ditolak?" tanya Erin hati-hati, tapi Asta malah menggeleng.

Memiliki kemungkinan lain, Erin mencoba berpikir sebentar dan bertanya lagi. "Pacar kamu belum suka balik?"

Kembali Asta menggeleng, membuat Erin menatap Brama. Ayah satu anak itu mulai penasaran dengan percapakan istri serta anaknya.

"Kalau diterima bawa ke rumah langsung," cetus Brama yang mengira masalah Asta adalah takut mereka berdua tidak setuju.

Pada nyatanya siapun yang Asta berani ajak ke rumah untuk dikenalkan, Brama akan menerima seratus persen dan juga istrinya selalu menyayangi pilihan Asta.

Bagi mereka pilihan Asta adalah hak Asta, Brama dan Erin hanya perlu merestui saja.

Akan tetapi Asta yang tadinya kusut sekarang menghela napas kasar dengan wajah semakin ditekuk.

"Alya salah paham, dia ningalin Asta sebelum jelasin apa-apa. Padahal Asta sudah menyiapkan rencana untuk diam-diam pacaran. Kalau dikeluarkan itu bukan masalah," ungkap Asta yang terlihat sangat sedih.

Erin yang paham itu langsung mengelus pundak Asta. "Hah, kamu kenapa mggak bertindak dari awal. Mungkin saja Alya tidak kecewa."

"Padahal Ayah suka sekali dengan Alya, kami ingin Alya benar-benar menjadi menantu. Dia anak yang baik," sambung ayah yang juga merasa kecewa jika Asta tidak mendapatkan Alya.

Mereka berdua juga tidak bisa menekan, jadi dengan kata-kata penenang Erin kembali mengoreksi kekecewaan di awal.

"Kamu masih bisa berjuang, dua hari lagi setelah kita pulang dari rumah nenek kami coba lagi, ya," ucap Erin, ia terus mengelus rambut Asta yang lembut.

Perawatan Asta dari ujung ke ujung memang tidak pernah terlewatkan. Erin ingin punya anak cewek, tapi karena tidak bisa, Erin sedikit melampiaskannya kepada Asta.

Karena tidak ingin anaknya hilang semangat, Brama juga ikut mendukung. "Nanti kalau kamu gagal, ayah bantu pake semangat," ucapnya, terkekeh pelan di akhir kalimat.

***
"Ke mana Asta?" batin Alya, melihat kelas yang sudah penuh tapi tidak Asta yang terlihat.

Hari ini kebetulan memang jam kosong. Tapi saat Alya sadar Astatidak ada di kelas, Alya langsung binggung. Ingin bertanya tentang Asta pun Alya binggung kepada siapa dia bisa bertanya.

Setelah semuanya meminta maaf, Alya jadi merasa tenang sekaligus canggung. Semuanya tidak benar-benar bisa Alya terima, tentunya karena truma di masa lalu.

Sekarang trauma baru kembali tumbuh. Dikira Asta akan berjuang hingga titik yang Alya harapakan, Asts malah tertinggal di tengah penantian sendirian.

"Ouh mungkin sekarang Asta juga tidak nyaman," pikir Alya yang memutuskan ke luar dari kelasnya.

Ia menuju loker, ingin menaruh baju olahraganya yang kemarin dicuci di rumah. Sekitar lima menit dari kelas ke loker, karena tempatnya ada di ujung.

Saat sampai di sana, dan Alya membuka loker, banyak foto tiba-tiba jatuh di samping kaki Alya. Itu adalah foto saat kemarin dirinya dan Asta makan di kafe. Setiap gerakan mereka dijepret, lalu cetakannya berisi coretan spidol mereka.

Ada juga beberapa kata kasar, hinaan, dan ancaman, menyurub Alya menjauh.

"Padahal tanpa disuruh juga Asta udah mundur," gumam Alya yang merasa miris karena niat di pelaku sia-sia.

Dengan cepat Alya memunguti foto, membuangnya ke tong sampah yang ada di sudut ruangan.

Kehidupan damai Alya belum sepenuhnya ditemukan, jadi mari berjuang lagi.

In Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang