Alya makan dengan tenang pagi ini, tapi ia tiba-tiba teringat akan perlombaan sekolahnya. Gadis remaja itu melirik ibu dan ayahnya yang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Kedua adik perempuannya juga asik makan sambil bercanda.
Alya memiliki orang tua lengkap, yaitu Brama Agestu, dan Kelani Agestu. Sementara adiknyan masing-masing bernama Aya Agestu, berserta Jinny Agestu. Mereka berdua masih SD, tapi walaupun begitu karirnya sudah cukup terlihat jelas. Karena didikan keras ibu dan ayahnya, mereka berhasil menjadi model seperti ibunya.
Bisa dikatakan hanya Alya yang tidak terlalu membagakan. Keahlian yang bermain piano hanya sebatas hobi yang selalu dipendam. Sekali-kali mungkin bisa dibawa lomba, tapi untuk terkenal? Itu sangat sulit.
Merasa kali ini akan bisa membuat ibunya melihat sekali saja. Menjadikan sang ayah berbangga sebentar.
Alya sedikit berdehem, membuat mereka berempat menoleh sebentar.
"Ada apa?" tanya Kelani agak ketus.
"Itu ... Alya akan ada lomba di sekolah."
Brama yang hanya memperhatikan dan menunggu Alya bicara akhirnya buka suara. "Lomba piano? Saya tidak peduli!" Brama dengan dengan tegas kembali bersuara. "Kalau mau saya bangga, tolong jangat buat malu saja, saya mohon itu."
Alya mengangguk, antusiasnya sudah hilang begitu saja. Namun, walaupun begitu Alya tetap menjelaskan jenis lombanya.
"Ini sebagai perwakilan kelas untuk pemilihan putri sekolah," Lirih Alya yang kembali menyuapkan nasi gorengnya ke dalam mulutnya.
"Kamu masih gendut begini mau lomba jadi putri sekolah?" ibunya berdecih kasar lalu mengambil piring milik Alya.
Nasi gorengnya baru dimakan beberapa suat, dan sang ibu sudah merampasnya. Alya sudah terbiasa diperlakukan seperti ini oleh ibunya.
"Minum obat diet yang ada di kamar, kami nggak mau karir yang dibangun hancur gara-gara media tahu anak kami jauh dari perkiraan. Mau dibawa kemana wibawa ayah kamu sebagai presenter berita dan ketenaran ibu yang adalah seorang model!"
Sebagai seorang ibu yang ingin terbaik untuk anaknya, Kelani tidak pernah merasa bersalah. Bahkan, ia tega membuang nasi goreng itu ke tong sampah ketimbang harus dimakan oleh Alya.
Kesibukannya sebagai model terkenal tidak pernah membuatnya lalai untuk mengurangi porsi makan Alya. Lihat saja kedua adik Alya berhasil jadi model berkat dirinya.
"Mas, aku pergi kerja dulu, ada pemotretan," pamit Kelani, yang dibalas anggukan oleh Brama.
***
Alya dan Arga berjalan berdampingan, mereka kebetulan papasan di gerbang sekolah tadi. Namun, saat mau ke kelas, kerumunan siswa yang memekik senang serta beberapa pujian terdengar.Tiga sekawan teman kelas Alya yang kemarin membully-nya juga ada di sana. Mereka sangat heboh mengetahui Asta dan Mita tampak seperti kekasih.
Alya yang di sana berdecih. Semyum miris terukir jelas di hatinya. Hanya yang memiliki paras cantik yang tidak pernah salah di mata orang-orang.
Belum lagi Asta yang seperti mempermainkan Alya, ia selalu bersikap seolah peduli lalu dijatuhkan esoknya.
Beruntung Arga mengerti perasaan Alya, megenggam tangannya, mengajaknya menembus kerumuman yang tentunya dilihat oleh Asta.
"Lihat wanita gendut itu, tidak tahu malu seperti jalang. Kemarin mendekati Asta, sekarang bersama Arga."
"Pelet apa yang dia pake, sampe cowok ganteng kaya Asta sama Arga mau deket-deket dia?" sahut seorang gadis yang terus disambung oleh yang lainnya.
Tidak mungkin Alya tuli sehingga perkataan mereka yang menggunakan nada keras tidak terdengar. Asta merasa khawatir, jadi dia melepaskan tangan Mita tiba-tiba.
"Gue pergi dulu, ya. Lo jaga diri," pesan Asta yang langsung buru-buru pergi.
Itu memang terkesan manis jika dilihat orang, tapi tidak dengan Mita yang merasa posisinya bergeser. Dia dinomor duakan oleh Asta.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Love (END)
Teen FictionDi saat Alya merasa terpuruk dengan keadaannya yang gendut dan selalu menjadi bahan bully. Alya berusaha mundur jauh-jauh dari cinta pada pandangan pertamanya, seorang remaja populer sekaligus penyanyi cilik yang sukses hingga usia remaja. Namun, la...