"Adik, adik tolong nurut sama Ayah ya? adik temui Ibu nak. Jangan melawan perintah Ibu, lakukan saja semuanya." ucap Yesung memegang bahu Chiquita.
Mendengar ucapan Yesung, Rora menarik Chiquita untuk berdiri dibelakangnya. "Ayah! harusnya Ayah usir tante Yuji dari rumah ini, dia nyelakain adik aku! Anak kandung Ayah." sentak Rora dengan lantang.
"Ayah mohon nak, tolong ikuti ucapan Ayah. Ini semua agar kalian masih bisa bersama." lirih Yesung membuat Rora berpikir mendengar ucapan Yesung.
Chiquita menyamakan tubuhnya dengan Rora, ia memandang Yesung dengan lekat. "Harus nurut lagi ya Ayah? tiga tahun lalu Ayah suruh adek lebih deket sama Ibu, dan sekarang setelah Ibu nyelakain adek, Ayah masih suruh adek nurut?" ucap Chiquita.
Yesung menjatuhkan tubuhnya didepan Chiquita, ia berlutut dihadapan anak bungsunya. "Tolong nak, ayah mohon." ucap Yesung.
Chiquita menatap nanar Ayahnya, tangannya terasa hangat saat Rora menggenggam tangannya dengan erat. Ia melihat pada Rora yang menggelengkan kepalanya.
"Maaf Kak." ucap Chiquita lalu pergi membuka kunci kamarnya, Rora yang tersentak kaget melihat Chiquita yang pergi begitu saja bergegas menyusul, namun Yesung menahan tangannya.
"Biarkan dulu nak, Rora juga sudah berjanji akan membantu Ayah, kan?" ucap Yesung membuat Rora terdiam.
Yesung berdiri tanpa melepaskan tangannya dari Rora. "Dalam waktu satu jam, jika Ayah belum menemui Rora. Kamu tolong hubungi polisi ya? Kamu jangan panik, jangan samperin adik kamu. Tetap disini sampai waktunya tiba." ucap Yesung dengan serius, membuat Rora berpikir keras. Sebenarnya apa yang sedang Ayahnya rencanakan?
Chiquita tanpa takut membuka kamar Yesung dan Yuji, ia masuk ke dalam dan mendapati Yuji yang tersenyum kearahnya. "Anak pintar, kemari sayang."
Chiquita mendekati Yuji dan berdiri dihadapan Yuji yang terduduk dikasur. "Ibu mau menceritakan sebuah kisah, Chiqi mau dengar?" ucap Yuji membuat Chiquita mengangguk. Kata Ayahnya harus nurut kan?
Yuji sedikit memundurkan tubuhnya, ia menepuk-nepuk pahanya, Chiquita mengerti maksud Yuji, ia menaiki kasur dan merebahkan badannya dengan menjadikan paha Yuji sebagai bantal.
"Dahulu, Ibu berpacaran dengan seorang pria, dia adalah pria yang sangat baik dan penuh perhatian, walaupun awalnya pria itu bersikap sangat dingin. Namun ternyata Ibu bisa menaklukkannya, hingga suatu malam kejadian yang tak pernah Ibu inginkan terjadi, Ibu harus mengandung anak dari Pria yang statusnya hanya kekasih ibu. Rasanya Ibu ingin meminta pertanggung jawabannya namun hal itu tidak bisa Ibu lalukan karena Pria itu sudah mempunyai Istri dan anak,"
Chiquita hanya mendengarkan dengan seksama cerita Yuji, tangan Yuji mengusap pelan rambut Chiquita, usapan yang Chiquita rasakan kali ini sangat berbeda dengan usapan yang ia dapatkan dari tangan Rora. Chiquita kurang nyaman dengan usapan ini, namun ia tidak boleh memperlihatkan ketidaknyamanannya.
"Dengan berat hati Ibu harus mengandung tanpa sosok suami, Ibu terpaksa mengambil cuti saat usia kandungan Ibu menginjak usia matang. Pria itu tidak pernah menemui Ibu hingga Ibu melahirkan anak perempuan Ibu. Ibu sangat bahagia setelah tuhan menitipkan anak itu pada Ibu. Ibu sudah tidak memikirkan Pria itu lagi, Ibu hanya ingin hidup berdua dengan anak Ibu saat itu. Namun saat anak tersayang Ibu menginjak umur sebelas tahun, anak Ibu mengidap tumor otak. Anak Ibu tidak pernah mengeluh dengan sakitnya, ia berpikir jika Ibunya seorang dokter, ia akan segera disembuhkan, dan ia pun ingin menjadi seorang dokter karena Ibu. Ibu selalu berjuang untuk kesembuhannya," ucap Yuji, tatapannya kosong saat menceritakan hal itu.
Chiquita ikut sedih mendengar cerita Yuji, jadi seperti ini kisah hidup Ibu tirinya saat belum bertemu dengan Ayahnya? Ia penasaran dengan anak perempuan itu.
"Terus, anak Ibu sekarang dimana?"
"Disaat Ibu dan anak Ibu berjuang, Pria itu datang lagi setelah sekian lama, pria itu ingin membawa anak Ibu. Ibu melarang keras, namun Pria itu selalu berusaha menemui Ibu. Hingga suatu hari, istri dari pria itu datang menemui Ibu, dia bersikap baik dan merasa kasihan terhadap Ibu. Ibu merasa bersalah sekaligus tersentuh dengan perlakuan Istri dari Pria itu, Ibu sudah menganggapnya sebagai Kakak Ibu sendiri, anak Ibu juga dekat dengan wanita itu. Namun dunia Ibu seketika kembali runtuh saat Ibu harus kehilangan anak Ibu,"
Chiquita menutup mulutnya tak percaya, ia ingin bangkit dari tidurnya namun Yuji menahannya dan kembali mengusap surainya.
"Namun karena itu, Ibu bisa kembali menjalin hubungan dengan Pria itu dan menikah hingga saat ini, ibu juga kembali melanjutkan karir Ibu sebagai dokter."
Lagi dan lagi Chiquita dibuat terkejut dengan cerita Yuji, jadi Pria brengsek itu Ayahnya?
"Dan yang lebih menyakitkan, setelah semuanya terjadi. Ibu baru mengetahui jika anak Ibu mati ditangan wanita itu."
"Mina yang membunuh anak Ibu." nada bicara Yuji seketika berubah, terdengar penuh dengan amarah ditelinga Chiquita. Yuji menatap Chiquita dari dekat, membuat Chiquita menahan napasnya.
Grepp
Chiquita memberontak saat tangan Yuji mencekik lehernya, tangan kecil Chiquita bergerak melepaskan tangan Yuji. Hal itu jelas sia-sia karena semakin Chiquita berusaha, semakin keras pula cekikan Yuji. Ia semakin kesulitan untuk bernapas, wajahnya sudah merah dan dibanjiri keringat, matanya ikut memerah dan berkaca-kaca.
Chiquita melepaskan tangannya, ia sudah pasrah. Rasa sakit yang ia terima tidak sesakit rasa sakit Yuji dan anaknya, dan itu karena orang tuanya.
"Ah satu lagi, kamu harus tahu sebelum kamu mati. Kasihan sekali Mina karena suaminya berselingkuh saat mengandung kamu, untung anaknya tidak seperti Mina, kamu terlahir sebagai sosok yang baik Chiqi."
Chiquita mengerti sekarang, mengapa Mina benci terhadapnya, kelahirannya hanya membawa kesialan bagi semua orang.
"Jika nanti kamu bertemu Chika. Tolong sampaikan bahwa saya sangat menyayanginya."
Chiquita dengan napasnya yang hampir putus berusaha mengucapkan "Iya." tanpa suara.
Chiquita terbatuk saat Yuji melepaskan tangannya dari leher Chiquita, mulutnya berusaha meraih oksigen. Chiquita segera mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Ia berdigik saat mendengar suara tawa Yuji memenuhi ruangan. Lalu secepat kilat Yuji kembali merubah mimik wajahnya.
"Bodoh, saya tidak akan mengotori tangan saya untuk mengirim kamu kealam lain Chiqi." ucap Yuji.
Yuji menarik kerah baju Chiquita dan membawanya kesudut tembok. Chiquita hanya bisa pasrah, ia masih lemas karena cekikan tadi.
"Jika kamu lari dan tidak menuruti ucapan saya, maka kamu akan kehilangan Rora." ancam Yuji membuat Chiquita mengangguk cepat. Jangan sampai Yuji menyentuh Rora sedikitpun, ia juga sudah berjanji pada Yesung untuk menuruti perintah Yuji, kan?
"Kamu ini adik yang baik." ucap Yuji mengangkat ujung bibir kanannya.
"Andai anak saya tidak Mina bunuh, mungkin dia akan senang mempunyai adik seperti kamu."
Yuji menundurkan tubuhnya dari Chiquita, tangannya kini menarik rambut Chiquita, menyeretnya agar mengikuti langkahnya, Chiquita meringis merasakan sakit dari tarikan Yuji pada rambutnya. Hingga Yuji berhenti disebelah nakas, tangannya merogoh laci. Chiquita membulatkan matanya saat Yuji mengambil botol obat, ah sial. Kenapa harus obat lagi?
"Chiqi, tubuh kamu cukup kebal ya. Padahal ini obat kadaluarsa milik anak saya. Tapi tubuh kamu masih sangat sehat sampai sekarang setelah meminumnya beberapa kali." ucap Yuji membuat Chiquita menggeleng cepat.
"Kamu sudah tahu kan saya akan meminta kamu untuk meminum ini lagi? tenang saja, ini terakhir saya menyuruh kamu meminumnya."
Yuji mengambil tangan Chiquita dan menuangkan semua sisa obat itu, ada sekitar tujuh butir obat yang harus Chiquita minum. Membuat Chiquita menelan salivanya, ini obat kadaluarsa, Chiquita takut.
GIMANA?😥
KAMU SEDANG MEMBACA
WHERE'S HOME?
Fanfiction[Selesai] Dua adik terkecil harus berpisah dengan kelima Kakaknya, hidup bersama dengan Ayah dan Ibu tirinya. Dan bagaimana ketujuh saudari itu masih bisa saling berhubungan meski dalam rumah yang berbeda? ; belum direvisi plss, maafin masih beranta...