34||"Untuk terakhir kalinya,"

1.3K 132 19
                                    

Hari ini Mina memutuskan untuk pulang ke rumah, sejak kepulangannya tadi siang, ia masih belum keluar dari kamarnya. Hingga pada malam hari, Pharita memanggilnya untuk makan malam bersama.

Semua orang di meja makan tampak hanya fokus dengan makanan dan pikirannya sendiri, tak ada satupun yang terlihat lahap saat menikmati makanan. Hingga Ahyeon menimbulkan suara keras dari sendok yang sengaja ia kenakan pada piring. Sontak semua mata melirik kearahnya.

"Mau sampai kapan kayak gini? aku berasa udah gak punya keluarga." ucap Ahyeon jengah.

Ruka menatap dalam pada Ahyeon, ia merasakan hal yang sama, ia tak tahan dengan kedinginan rumah ini. "Bunda, sebagai orang dewasa disini, apa gak bisa berbuat sesuatu?" ucap Ahyeon pada Mina yang masih memakan hidangannya.

"Kalian semua disini kenapa kayak anak kecil sih? sok-sokan ngehindar satu sama lain dengan embel-embel sibuk sama urusan masing-masing. Kalian juga pasti sampai lupa tanya kabar adek-adek kita di rumah ayah kan? jujur aku kepikiran banget sama mereka hari ini." ucap Ahyeon menumpahkan isi hatinya.

"Kak Asa sama bunda mau sampai kapan diem-dieman? tolong bersikap lebih dewasa. Kalian bisa obrolin semuanya secara baik-baik." ucap Ahyeon menatap Mina dan Asa secara bergantian.

"Cukup nak, lanjutkan makannya." ucap Mina membuat Ahyeon menatapnya tak percaya, apa-apaan ini?

"Ayo perbaiki keluarga kita." ucap Asa membuat semua mata tertuju padanya.

"Asa minta maaf bunda." lirih Asa dengan pelan.

Mina tersenyum hangat, ia merentangkan tangannya. Dengan segera Asa beranjak dan berhambur ke pelukan Mina. "Bunda sudah maafkan Asa." ucap Mina.

Suadarinya yang lain ikut berhamburan memeluk Mina dan Asa, kembali merasakan kehangatan yang hampir menghilang. Cukup dengan pelukannya, jika terlalu lama mereka sepertinya akan sesak jika saling memeluk erat beramai-ramai.

Mina masih menampilkan senyum haru, ia menatap anaknya satu persatu. "Ayo kita hidup seadanya, jangan memaksakan keadaan. Rora dan Chiquita sudah punya keluarga yang utuh bersama Ayah dan Ibu tirinya, mereka bisa hidup bersama tanpa kita, begitupun dengan kita, seharusnya kita bisa hidup bahagia tanpa mereka." ucap Mina membuat kelima anaknya saling pandang, namun karena melihat Ruka mengangguk, adik-adiknyapun ikut menganggukkan kepalanya.

Lagian ada benarnya juga ucapan Mina, hidup masing-masing mungkin akan membuat kedua belah pihak bahagia dengan caranya masing-masing. Ya, mereka akan mencoba menjalani ucapan Mina.

°•°•°•°•°•°

Rora dan Chiquita memutuskan untuk tidur bersama malam ini, sesekali mereka tertawa karena hal yang mereka anggap lucu, Rora juga membantu Chiquita merakit lego milik adiknya, namun Rora sudah menyerah duluan karena merasakan pegal pada punggungnya.

"Belum juga sepuluh menit, udah pegel aja. Dasar jompo." ledek Chiquita dihadiahi lemparan boneka panda milik Chiquita, kemampuan anak basket tidak bisa diragukan, dengan sigap ia menangkap bonekanya. Aish untung tidak jatuh kelantai.

"Adek? lukanya masih sakit gak?" tanya Rora secara tiba-tiba membuat Chiquita menghentikan kegiatannya.

Chiquita menoleh untuk sekedar menggelengkan kepalanya, lalu kembali melanjutkan menyusun building boxnya.

"Ish adek suka cuekin Kakak kalau lagi fokus. Nanti aja itu rakitnya, sini tiduran bareng Kakak." rengek Rora membuat Chiquita menghembuskan nafasnya. Meski begitu, ia tetap menuruti ucapan Rora, membuat Rora tersenyum senang sambil nerentangkan tangannya.

Rora memeluk Chiquita dengan erat, sesekali tangan jahilnya mencubit lengan adiknya dengan gemas. "Lutuna adik Kakak." ucap Rora dengan nada bayi yang dibuat-buat. Chiquita hanya bisa pasrah dengan perlakuan Rora, namun ia melepaskan pelukan Kakaknya saat pikirannya tiba-tiba menyuruhnya untuk berbicara.

"Adek pengen ngobrol deh sama Kakak." ucap Chiquita, ia mengikuti cara Ruka tempo lalu padanya.

"Boleh, mau ngobrolin apasih?" ucap Rora.

Chiquita menidurkan dirinya di paha Rora, dan otomatis Rora mengusap surai milik Chiquita dengan penuh kasih sayang.

"Aduh adek malu tapi." ucap Chiquita membuat Rora tertawa.

"Apa gak? Kakak jadi penasaran adek mau ngobrolin apa." ucap Rora membuat Chiquita berpikir lagi, jika ia tidak bicara sekarang, mau kapan lagi?

"Kakak, adek akuin adek banyak gengsinya kalau sama Kakak, adek juga gak ngerti kenapa. Tapi kali ini adek mau bilang makasih karena Kakak selalu ada buat adek, Kakak udah nemenin adek sampai saat ini. Kalau ditanya sesayang apa adek sama Kakak, jawabannya sayang adek buat Kakak lebih dari sayang adek ke bunda. Kakak bukan cuman berperan sebagai Kakak aku, Kakak bener-bener bisa jadi apa aja buat aku. Tapi untuk kedepannya Kakak harus hidup sesuai kemauan Kakak ya? adek tahu Kakak tersiksa banget hidup di rumah ini, adek tahu Kakak bertahan sejauh ini buat adek. Mulai sekarang tolong hidup untuk diri Kakak sendiri. Kakak boleh minta ayah buat sering-sering nginep di rumah bunda tanpa aku." ucap Chiquita dengan tulus, membuat hati Rora terenyuh, pelupuk matanya mengeluarkan buliran air mata, ia menggeleng mendengar tutur kata adiknya barusan.

"Kakak sayang banget sama kamu, Kakak gak suka sama permintaan kamu barusan. Kakak akan selalu hidup buat kamu dek, sampai kapanpun, Kakak itu buat kamu." ucap Rora dengan isaknya, ia tidak akan membiarkan Chiquita berbicara seperti itu lagi, hidupnya adalah untuk Chiquita.

Sudah berapa kali dirinya menangis hari ini. Sungguh hari ini hari yang sangat panjang dan berat bagi Rora maupun Chiquita. Chiquita mengangkat tangannya mengusap air mata Kakaknya. Apakah ia salah mengungkapkan isi hatinya? ia tidak tega melihat Kakaknya.

°•°•°•°•°•°

"Sayang, sudah. Chiqi anakku, jangan perlakukannya semaumu." Yesung memohon pada Yuji.

"Mina memperlakukan anakku hingga aku kehilangan dia, anak kita Yesung. Kamu tidak lupa dengan itu kan?"

Namun, Yuji sepertinya tidak ingin mendengarkan sama sekali ucapan Yesung. "Cepat pergi atau saya akan berbuat lebih dari tadi." ucap Yuji membuat Yesung langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

Tujuannya sekarang adalah membawa Chiquita ke hadapan Yuji, namun langkahnya terhenti saat telinganya sayup-sayup mendengar percakapan kedua anaknya dari dalam.

Yesung menitihkan air matanya, hatinya terasa pilu menyadari bahwa keduanya anaknya kehilangan sosok dirinya, dirinya ada namun kedua anaknya tak merasakan perannya. Ia membuat kedua anaknya hanya bergantung satu sama lain.

Dengan berat hati Yesung membuka pintu kamar Chiquita, dua pasang mata langsung menatapnya, Chiquita langsung terduduk saat kedatangan Yesung, Rora merangkul pundak adiknya.

"Ayah kenapa?" tanya Rora. Yesung tak menjawab, ia bergerak mengunci pintu kamar Chiquita, dan berjalan mendekati kedua anaknya.

"Peluk Ayah." ucapnya dengan isak.

Rora dan Chiquita saling melempar pandang, hingga Rora mengangguk dan keduanya masuk kedalam pelukan Yesung.

"Maafin Ayah sayang, maafin Ayah. Ayah adalah Ayah yang sangat buruk untuk semua anak Ayah, terutama kalian berdua." ucap Yesung, suaranya terdengar merintih merasakan penyesalan.

Pertama kali dalam hidup Rora dan Chiquita melihat Ayahnya menangis seperti ini, keduanya merasakan bingung dan iba dalam waktu yang bersamaan.

"Rora, anak kuat Ayah. Terimakasih sudah menjadi Kakak yang baik untuk adik." ucap Yesung mencium puncak kepala Rora lalu berganti mencium puncak kepala Chiquita.

"Adik, tolong maafin Ayah. Kesalahan Ayah terlalu banyak."

Rora maupun Chiquita tidak berani mengeluarkan suara, bukan berarti keduanya tidak ingin memaafkan Yesung, namun sikap Yesung terlalu mendadak, hingga keduanya bingung harus seperti apa.

"Untuk terakhir kalinya, Ayah boleh minta tolong sama kalian berdua?"

DIH YESUNG

BTW 5 PART LAGI SELESAI

WHERE'S HOME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang