14||"Jangan marah lagi ya Kak, itu sogokan."

1.4K 169 15
                                    

Hari yang Chiquita khawatirkan akhirnya tiba, sekarang kalender menunjukkan hari Jum'at. Artinya untuk hari esok dan lusa, Chiquita harus menginap di rumah Mina.

Saat ini dirinya masih berada di lapangan basket, sebenarnya sudah selesai berlatih. Namun ia mengulur waktu agar pulang lebih lambat hari ini.

Terduduk menatap kosong bola basket di depannya. Chiquita sangat mengkhawatirkannya Rora, sampai saat ini dirinya tidak tahu penyebab Rora menangis. Selain itu ia juga belum meminta izin pada Yuji untuk meningap di rumah Mina. Ia tidak tahu bagaimana jika Yuji enggan memberinya izin, harus bilang apa dirinya pada Kakak-kakaknya?

"Chiquita ayo pulang." ucap Jihan yang sedari tadi duduk terdiam disamping Chiquita. Jihan hendak mengajak ngobrol Chiquita sejak selesai berlatih, namun sepertinya gadis itu sedang asik dengan pikirannya.

Chiquita menoleh ke samping, dilihatnya Jihan yang kini sudah berdiri sambil menatapnya. "Kakak duluan aja. Aku masih mau disini." ucap Chiquita yang kini malah merebahkan badannya.

"Kak Jihan temenin gimana? ini udah sore loh Chi." tawar Jihan pada Chiquita. Jihan khawatir meninggalkan Chiquita sendirian, pasalnya awan sudah berwarna jingga.

Baru saja matanya ingin terpejam, namun mendengar tawaran Jihan membuat Chiquita bangkit dan mengambil tasnya. Dirinya tak ingin merepotkan. "Aku juga pulang deh Kak."

Tanpa Chiquita sadari, Handphonenya sudah dibanjiri pesan dan telepon dari Rora. Tolong ingatkan Chiquita untuk mematikan mode 'jangan ganggu'

Rora kesal sekaligus khawatir saat ini, hari sudah hampir malam tapi Chiquita belum pulang, tidak memberi kabar pula. Rora terus menerus membuka gorden kamarnya, yang jendelanya mengarah pada gerbang rumahnya.

Tak kunjung datang, akhirnya Rora segera mengambil hoodie dan tasnya. Ia harus segera menyusul Chiquita.

Baru Rora menuruni tangga, langkahnya terhenti saat gadis yang ia nantikan tersenyum hangat padanya dengan kedua tangannya yang menenteng dua bungkus plastik.

Dengan cepat Rora menghampiri Chiquita, memukul bokong adiknya membuat sang empu mengaduh kesakitan. "Kakak ih sakit tau." ucap Chiquita, ia ingin mengusap bokongnya namun kedua tangannya memegang jajanan. Ih padahal jajanan ini untuk Rora namun ternyata semuanya sia-sia. Saat perjalanan pulang  Chiquita dibuat kaget dengan banyaknya notifikasi, makanya ia membeli banyak makanan untuk Rora, dan dirinya juga.

"Bandel banget sih dek, Kakak khawatir di rumah." ucap Rora kesal, Chiquita yang melihat itu segera memberikan satu plastik jajanan pada Rora.

"Buat Kakak nih." ucap Chiquita merayu. Dengan wajah yang masih ditekuk Rora mengambilnya.

"Jangan marah lagi ya Kak, itu sogokan." ucap Chiquita membuat Rora kembali menatapnya tajam. Dengan cepat Rora mengembalikan jajanannya pada Chiquita.

"Kamu pikir Kakak bisa disogok dek? Kakak beneran khawatir sama kamu." ucap Rora dengan nada yang sedikit naik. Rora harus menahan amarahnya pada Chiquita, jangan sampai ia terbawa emosi.

"Kan adek latihan, kenapa harus berlebihan gini sih?" ucap Chiquita membuat Rora semakin menatapnya nyalang.

"Berlebihan kamu bilang? kamu pulang hampir malem dek, kamu juga gak kasih Kakak kabar. Seengganya telpon Kakak diangkat, Kakak juga tanya sama temen basket kamu, mereka bilang latihannya udah selesai dari jam empat. Gimana Kakak gak khawatir." ucap Rora dengan tangisnya yang tertahan.

Chiquita menyadari suara Kakaknya yang memberat, serta matanya yang berkaca-kaca. Ia jadi merasa sangat bersalah. Tak ingin ikut menangis, Chiquita mengalihkan pandanganya kearah lain.

"Kamu tanggung jawab Kakak dek, bagi Kakak kamu sepenuhnya tanggung jawab Kakak. Kita gak bisa lagi mengharapkan Ayah sama Bunda disisi kita." ucap Rora dengan tangisnya yang kini sudah pecah.

Chiquita tak menyangka reaksi Rora akan seperti ini, apakah sikap dan bicaranya sudah keterlaluan?

"Maaf." ucap Chiquita menatap Rora, kantong plastiknya sudah terjatuh dilantai, Chiquita menggigit kukunya, dengan air mata yang ikut mengalir deras.

Rora mendekati Chiquita, keduanya sama-sama menangis sekarang. Dengan cepat Rora mengambil tangan Chiquita, ia tidak suka dengan kebiasaan Adiknya yang menggigit kukunya saat sedang merasa gelisah.

Memeluk Adiknya erat, memberikan ketenangan dengan mengelus punggung dan kepala adiknya. Meski dirinya masih diliputi rasa marah, namun rasanya tak tega melihat Chiquita, adiknya baru saja pulang, tak seharusnya ia langsung memperlakukan adiknya seperti itu.

"Maafin Adek Kak." ucap Chiquita ditengah Isakannya.

Rora mengangguk, mencium puncak kepala Chiquita. "Jangan diulang la- uhukk."

Rora merasakan dadanya sesak, Chiquita segera melepaskan pelukannya saat mendengar Kakaknya terbatuk. Membawa Kakaknya untuk duduk di sofa.

Rora tak bisa menghentikan batuknya, diselangi nafas yang kian terasa sulit. Chiquita kembali menangis melihat keadaan Kakaknya.

"Kakak Inhalernya dimana? Adek ambilin ya." ucap Chiquita sembari terisak, tangannya sibuk membatu mengusap pelan punggung Rora.

Rora menggeleng, menarik nafas panjang "Gak perlu dek, Kakak-" ia kembali terbatuk hebat, matanya menangkap Chiquita yang terlihat sangat panik.

"Kakak udah pake tadi." lanjut Rora dengan terbata, ia benar-benar kesulitan bernafas sekarang. Namun tidak boleh memakai inhaler berlebihan karena bisa menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan.

Chiquita berusaha menguasai dirinya, ia membantu Rora membenarkan duduknya agar lebih nyaman, menggemgam tangan Rora yang sedang meremas dadanya.

"Kakak ikutin Adek." ucap Chiquita membuat Rora mengangguk mengiyakan.

"Tarik nafas dalam-dalam Kak." ucap Chiquita mengisyaratkan Rora agar mengikutinya.

Dengan susah payah Rora menarik nafasnya, terdengar suara nafas memilukan yang membuat Chiquita sedikit meringis. "Tahan Kak."
"Satu."

"Dua."

"Tiga."

"Empat. Buang nafasnya pelan-pelan." ucap Chiquita membuat Rora mengikuti ucapan Chiquita.

Chiquita terus membantu Rora melakukan hal itu hingga kini nafas Kakaknya sedikit membaik, Rora tersenyum lemah pada Chiquita. Membuat Chiquita kembali menangis dan berhambur memeluk Kakaknya erat.

"Makasih Adek udah bantu Kakak." ucap Rora dengan lemas. Jujur saja setiap Asmanya kambuh Rora merasa semua tenaganya hilang begitu saja.

"Maafin adek Kak, Adek nakal. Paru-paru Kakak juga nakal, jangan kambuh terus kasian Kakak aku."

Rora tersenyum kecil, meski ia tidak tega melihat wajah panik Adiknya tadi, tapi disisi lain ia gemas mendengar ucapan Adiknya.

"Kakak nanti malem pake nebulizer ya. Adek temenin Kakak tidur." ucap Chiquita pada Rora.

Rora terkekeh pelan, ia menangkup wajah Chiquita. "Udah gak sesek lagi dek. Gak perlu kok."

ih kangen deh sama kalian, jangan lupa minun air putih yang banyak ya. BESOK MAU UP ATAU MINGGU DEPAN AJA?

btw happy reading 🫂🫂

WHERE'S HOME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang