“Dua-duanya enak sih, tapi alot kalo gak ada bestie yang nemenin” – Fian Castella
***
Sepulang sekolah, Fian tampak tak seperti biasanya. Dia mulai ngambek oleh sifat Dilan yang seperti es batu yang dingin, ditambah si Tom itu tengah moody-an. Ya, kali kalo berani di deketin yang ada Fian bakal bicara dengan tembok raksasa yang tak bersuara.
Segera saja Fian melangkahkan kaki untuk pulang sendirian tanpa Dilan, sedangkan Dilan pulang bersama Vela, bukan nama orang melainkan Vespa kuno kesayangannya. Vespa itu adalah sebuah motor buntut yang sering setiap hari mewarnai hidupnya bersama sang keluarga dan juga dengan Fian.
Tanpa Dilan, Fian baik-baik saja walo di hatinya amat ambyar meski demikian dia tetap bisa lapang dada. Perih? Tidak lagi. Bukan hal asing bagi Fian jika Dilan seperti itu. Sejak kecil, mereka selalu tampak suka bermain, sebentar bertengkar lagi, baikkan lagi, bertengkar lagi sampe kedua orang tua mereka terkadang kewalahan mengurus sifat dua buah hati yang memang bagaikan kucing dengan tikus.
Siang hari begitu terik, Fian kelaparan hingga perutnya berbunyi. Di pinggir jalan ada pedagang kaki lima, Bang Cilor. Ya, cilor atau istilah namanya aci telor. Fian sangat suka dengan jajanan khas Indonesia yang relatif umum. Tak bisa dipungkiri lagi, Fian pun menghampiri pedagang kaki lima tersebut.
“Bang, cilornya satu,ya?” kata Fian memesan cilor.
“Mau berapa, Den?” tanya Bang Cilor.
“Gak banyak-banyak, Bang. Cukup 10.000 aja,” jawab Fian.
“Buset! Itu kebanyakan, buat siapa sebanyak itu?” tanya Bang Cilor lagi.
“Udah, gpp, Bang. Lagian perut saya udah laper banget nih,” jawab Fian sambil memegang perutnya yang keroncongan.
“Ya, udah, deh kalo gitu. Saya bungkusin dulu, ya, Den?” kata Bang Cilor. Fian cuma balas dengan menganggukan kepala. Tak lama cilornya telah matang dan dibayar oleh Fian.
“Makasi, Bang Cilor!” seru Fian setelah menerima cilor kesukaannya.
“Iya, sama-sama, Den,” balas Bang Cilor.
Fian pun pamit dan pulang ke rumah setelah puas membeli cilor.
Di tengah perjalanan, Fian mengunyah cilor. Perasaanya kacau kembali.
“Kok rasa cilornya tiba-tiba gini,ya? Coba aja ada Dilan pasti makin maknyus, tapi ini …,” Fian mengeluh, dia merasakan rasa yang berbeda saat Dilan tidak lagi ikut mencicipi cilor yang sebenarnya kesukaan mereka berdua sejak dulu.
“Cilornya enak, tapi alot gak ada bestie-ku. Ah, Dilan, Dilan. Andai aku bisa banting setir buat mengemudikan moody-anmu tapi gak segampang itu. Keras kepala emang!” batin Fian– menghela napas berat lalu melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
***
Mbak Pim tidak ada di rumah, Fian pun sendirian. Segala hal memang harus dia yang lakukan selama si Mbak masih pergi untuk bekerja. Fian yang malang, ntah apa salahnya dengan Dilan, sekarang malah harus seorang diri tanpa ada yang menemaninya lagi.
Sikap Dilan memang terkadang menyebalkan apalagi saat dia sedang mode on badmood atau kesal terhadap orang lain malah sahabatnya sendiri yang kena.
Fian hanya berlapang dada, cuek bahkan tidak terlalu ingin mengusik sosok yang dia juluki sebagai sahabat karibnya, ya, saja boleh di dekati tapi Dilan tidak semudah itu. Tak kebanyakan orang-orang tahu siapa kedua anak yang dijuluki sebagai Tom and Jerry di sekolah mereka.
Cilor kesukaannya pun di habiskan tanpa sisa. Lalu, Fian kembali ke kamarnya. Terbayang jika makan cilor bareng Dilan sangat seru. Kali ini mereka sedang menjalankan hidup masing-masing tanpa sebab hal yang sebenarnya terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kertas, Kita & Serpihan Cerita
RomanceFian Castella, seorang remaja SMA memiliki sifat introvert dan pendiam. Tak banyak orang tahu siapa sebenarnya Fian, tak terkecuali Dilan dan Hengki, dua sahabat Fian. Tetapi, Fian dan Dilan adalah anak yang sering suka bertengkar karena tidak suka...