"Seyakin-yakinnya jika pintu hati terbuka lebar dan merayakan kekandasan hati yang telah berani kau koyak dengan penolakan."
***
Di atas atap gedung sekolah itu mereka masih saling berkomunikasi. Dilan cukup tercengang mendengar semua curhatan hati Fian kepadanya, hal sama yang terjadi dengan Hengki yang telah kecewa, kini disusul oleh Dilan yang ikut merasakan kekecewaan ketika Fian lebih memilih pujaan hatinya.
Fian dibutakan oleh cinta, tertampar karsa dalam persahabatannya terhadap Dilan dan Hengki, penolakan cinta dengan Hanna, hatinya yang runyam pun masih tersisa rasa yang menopang keinginannya untuk berusaha kembali mendapatkan Hanna. Apakah Hanna begitu spesial bagi Fian? Atau memang hatinya tengah dirasuki cinta pada sosok gadis red flag yang selalu suka naik darah?
Hanna, Hanna, Hanna. Nama itu terbelesit pada diri Fian seakan menyatu dengan sendirinya. Dilan tak habis pikir terhadap sikap bahkan kehendak hati Fian yang tidak bisa dibantahkan oleh sudut ruang pada dunia cinta remaja. Fian bukan lagi anak puber, sebentar lagi dia akan menginjak usia dewasa saat meninggalkan bangku SMA. Siapa sangka hal ini terjadi begitu saja, dengan langsung mempertemukan dirinya pada Hanna.
Dilan pun tampak sedih pada Fian dan samar-samar dia menyembunyikan ekspresi kekecewaannya.
"Fi. Kamu yakin dengan Hanna?" tanya Dilan sekali lagi. Fian membalas dengan anggukan kepala.
"Terus kita gimana? Maksudku, kita udah bersahabat sejak kecil dan kamu sekarang ingin melupakan persahabatan kita hanya demi Hanna?" kata Dilan.
"Kita tetap sahabat kok, Dil. Kenapa kamu malah seserius gini sih?" tanya Fian.
"Bukan gitu, Fi! Semua akan jadi beda kalo kamu terus dengan Hanna. Inget, Fi. Hanna itu siapa dan dia adalah orang yang baru saja masuk dengan mengacaukan persahabatan kita!"
"Cukup! Cukup, Dilan. Cukup! Berhenti menyalahkan Hanna terus, kita belum tau penyebab Hanna seperti itu. Ayo, kita cari dulu bagaimana Hanna bisa menjadi gadis yang sesangar itu," pinta Fian pada Dilan.
Dilan termangu dalam diam, matanya seketika memerah dengan linangan air mata. Dia perlahan berjalan mundur untuk menghindari Fian yang seperti membela Hanna.
"Kecewa aku sama kamu, Fi!" bentak Dilan yang langsung meninggalkan Fian. Anak berkacamata itu menghela napas berat, kehilangan Hanna begitupun dengan Dilan. Hengki adalah satu-satunya sahabat yang masih percaya dan peduli dengannya. Lantas dia mencari Hengki ke kelas dan membicarakan hal ini padanya.
Terlambat sudah Fian untuk bicara dengan Hengki justru Dilan tampak mengatakan sesuatu padanya di dekat jendela kelas mereka. Kini, Fian sekarang hanya seorang diri tanpa ada satupun kawan mendekati dirinya. Sebegitu besar kesalahan pada sebuah satu kata yang disebut cinta, ketika kita tengah jatuh padanya tapi tak banyak ada harapan besar bisa meraihnya dengan cepat.
Perasaan hati Fian makin kacau, benar saja Hengki tampak asing saat Fian menyapanya. Hengki terlihat berbeda dari sebelumnya.
"Apakah cinta adalah suatu bentuk kesalahan yang dilandasi hukuman atau cinta itu hanya akan mematahkan sebuah kepercayaan dari sahabat yang begitu amat sayang dan peduli pada kita terdahulu? Atau menjadi asing di sudut hening tanpa bersua lagi."
Rumit bahkan Hanna tidak lagi menampakan diri di sekitar Fian maupun Dilan, tak ada yang tahu atau Hanna memang mendengarkan kata-kata Dilan untuk tidak lagi berani muncul diantara hadapan mereka berdua.
Acha, sahabat Hanna. Gadis itu sedang tampak kebingungan saat dia mendengar semua cerita dari Hanna tentang Fian yang terus mengejar-ngejar dirinya atau ketemu Dilan secara tak sengaja dan melarang Hanna untuk ketemu Fian lagi bahkan Alvan yang makin lengket dengan Hanna.
![](https://img.wattpad.com/cover/363594487-288-k667599.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kertas, Kita & Serpihan Cerita
Storie d'amoreFian Castella, seorang remaja SMA memiliki sifat introvert dan pendiam. Tak banyak orang tahu siapa sebenarnya Fian, tak terkecuali Dilan dan Hengki, dua sahabat Fian. Tetapi, Fian dan Dilan adalah anak yang sering suka bertengkar karena tidak suka...