2. Can we talk?

498 92 61
                                    

"Setiap yang terjadi selalu punya tujuan dibaliknya. Meski terkadang realitanya tidak selalu menyenangkan. Tapi cobalah untuk percaya, hal itu bertujuan untuk mendewasakan. Sebab konsepnya, jalani meski pahit dan lalui meski sulit."

"Halo jagoan. Cepet besar dong - biar bisa Papa ajarin basket, Papa yakin nanti kamu bakal jadi pemain basket yang hebat deh." Tangan besarnya menyentuh pipi mulus Kaivan dengan hati-hati.

Selena yang duduk bersandar di sebelah kasur bayi itu hanya mengerutkan kening kebingungan. "Papa? Jangan aneh-aneh deh lo." Ia memutar bola matanya malas.

"Adek gue baru lahiran, Sa. Masa udah mau lo nikahin aja."

"Dari sebelum lahiran juga udah gue ajak nikah - Kak, Cuma dianya aja yang nggak mau, jadi sekarang nggak usah jadi suaminya tapi jadi papanya Kaivan aja deh gue." Ujarnya santai, tanpa mengalihkan pandangannya dari Kaivan kecil.

"Kenapa Papa? Selena kan dipanggilnya Bunda."

"Kai kan punya Ayah dan sampai kapanpun posisi itu nggak akan bisa digantikan sama siapapun - eh." Seperti tersadar dengan kalimatnya barusan, Aksa menoleh ke arah Selena yang raut wajahnya mendadak berubah muram. "Ma - maksud gue kan - Argh! Lagian norak ah panggil-panggil Ayah, gue maunya Papa - lebih keren. Iya nggak jagoan?" Aksa melirik Kaivan dan Selena bergantian.

"Masa ahli gizinya nggak tahu kalau ada muridnya yang alergi udang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Masa ahli gizinya nggak tahu kalau ada muridnya yang alergi udang. Wah nggak bener ini, nanti biar Papa protes sama pihak sekolahnya."

Kaivan memutar bola matanya jengah. Ia tahu sikapnya ini tidak sopan apalagi dilakukan dihadapan orang yang jauh lebih tua darinya, tetapi sikap berlebihan orang yang menyebut dirinya sendiri Papa itu - membuat Kaivan sebal. "Pihak sekolah udah minta maaf kok, Om."

"Papa - Kai, Papa." Tegasnya sambil mengacak rambut hitam Kai. "Ini Bunda kamu kemana sih, kok nggak balik-balik dari toilet?"

"Hai. Udah lama?" Selena yang baru saja datang itu berdiri disebelah Aksa yang kini ikut berdiri dan mempersilahkan Selena duduk.

"Lumayan." Aksa mengangguk-angguk. "Lo lama banget sih di toilet, mandi sekalian?"

Selena tak menggubris pertanyaan Aksa dan memilih menengok cairan infus yang sebentar lagi akan habis. "Kita pindah rumah sakit aja ya, Kai."

"Kenapa?" Tanya Aksa.

"Nggak nyaman disini. Atau kita hubungin tante kamu aja, sekalian kita balik ke jakarta dan dirawat disana. Katanya Kai pengen makan masakan Nenek kan? Kita ke jakarta aja? Biar Bunda tanya dulu sama perawatnya -"

"- Hei hei. Kenapa tiba-tiba sih? Coba pelan-pelan ngomongnya, ini ada apa? Jelasin dulu." Aksa bangkit dari duduknya dan menarik bahu Selena agar menghadap ke arahnya.

FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang