"Logikanya, jangan mempermainkan perasaan bila tak ingin didera kehancuran. Mulai belajarlah menghargai. Sebab, banyak jiwa yang merintih karena sebuah perih yang berhasil digores belati.
Berhenti membuat orang lain berduka. Katakan tidak suka, bila memang tak ingin bersama. Jangan
membuat janji. Sebab hati,adalah tempat paling abadi dalam menyimpan segala memori."
♡
"Kalau nanti punya anak, kamu mau anak pertama kita laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki."
"Ih, Bumi. Aku maunya perempuan, biar bisa aku dandanin cantik."
"Gimana kalau yang pertama laki-laki lalu yang kedua perempuan? Atau kita buat anak kembar?"
"Bumiiiii!?"
"Kan lebih bagus kalau anak pertama itu laki-laki. Biar ada dua lelaki yang jagain kamu, satu aku dan satu lagi anak kita. Dan dia bisa jagain kamu dirumah kalau aku lagi pergi, atau harus sibuk dirumah sakit." Bumi yang sedang mengemudi itu sesekali melirik Selena, dengan jemari mereka yang saling bertautan. "Tapi apapun yang Tuhan kasih — aku bakal terima dengan senang hati, berarti itu yang terbaik buat kita." Bumi mengacak rambut Selena singkat.
"Aku juga mau taro nama belakang kamu di nama belakang anak kita kalau dia laki-laki, Samudra."
"Why? Do you love me that much?"
"Hmm." Selena mengangguk. "Dan juga karena — katanya kalau anak lelaki itu akan mirip ibunya, jadi kalau muka dia nanti mirip aku — seenggaknya harus ada nama kamu di nama dia biar orang tahu kalau dia juga anaknya Bumi, bukan cuma anaknya Selena." Perempuan itu tersenyum senang membayangkannya.
"Good! Aku suka ide kamu."
☆
KAMU SEDANG MEMBACA
FINE
RomanceDan akhirnya selalu ada batas dalam setiap perjalanan, dan selalu ada kata selesai untuk sesuatu yang dimulai.