16. Forgive, but?

312 63 52
                                    


Jangan lupa komentarnya ya💖

"Memaafkan bukanlah perkara hal yang mudah. Karena ada luka yang tak cukup hanya dengan sebuah kata maaf."

"Ini kita mau kemana?" suara Kaivan membuat sosok yang tengah mengemudi itu lantas mengarahkan pandangan kearahnya.

Bumi. Lelaki itu tak menjawab, melainkan hanya melempar senyum yang justru membuat anak lelakinya mengerutkan kening, bingung.

"Aneh." gumamnya. Namun Bumi bisa mendengar dan malah semakin melebarkan senyumannya. Kaivan semakin menatap aneh sang Ayah.

Hubungan ayah dan anak yang sempat merenggang beberapa hari lalu karena satu pertanyaan yang Kaivan lontarkan hari itu. Nyatanya tak membuat Bumi canggung atau menghindari sang anak demi tidak mendapatkan lagi pertanyaan yang sama seperti sebelumnya. Lelaki itu justru semakin tak gentar berusaha mendapatkan hati anak lelakinya, yang sepertinya memang akan sangat sulit ia luluhkan.

"You will definitely like it." ujar Bumi, penuh percaya diri.

"What?"

Menoleh lagi, Bumi tersenyum kecil. "Not the place, tapi kegiatannya."

"Memang mau apa?"

"Surprise?"

"I don't like surprises."

"Why?"

Jemarinya mengarah pada kaca jendela lalu menari-nari disana. Mengukir sebuah nama. Siapa lagi kalau bukan bundanya. "Cuma nggak suka. Om nggak perlu tahu alasannya."

Baru saja rasanya gerbang itu akan terbuka - Kaivan lantas menutupnya kembali hingga rasanya tubuh Bumi terpental cukup keras kebelakang. Dan jarak itu kembali Kaivan bentangkan.

Kepalanya mengangguk. "Tapi untuk yang satu ini pasti Kai suka."

Bahunya terangkat. "Belum tentu."

"Suka, pasti suka."

Alis tebal Kaivan yang ia dapatkan dari lelaki disebelahnya itu kini terlihat berkerut. "Aku baru tahu kalau ternyata rasa percaya diri Om itu lumayan tinggi." Kata bocah kecil itu santai.

Bukannya tersinggung, Bumi justru menanggapinya dengan anggukan kepala. "Itu kenapa Ayah bisa dapetin Bunda kamu."

"Dan melepaskannya?"

Bumi menoleh pada puteranya, sementara tangannya mencengkram stir kemudi hingga buku-buku jarinya memutih. "Itu satu-satunya kepercayaan diri yang Ayah sesali sampai hari ini. Ayah pikir semuanya nggak akan sesulit ini, Ayah terlalu percaya diri akan bisa melewati hari-hari setelah perpisahan lalu kemudian menebus kesalahan Ayah yang sudah terlalu banyak ke Bunda kamu. Tapi waktu Ayah percaya diri buat datang ke Bunda, ternyata Ayah udah terlambat."

Kaivan memandangi sang Ayah dalam diamnya.

"Andai waktu bisa diulang. Ayah lebih memilih nurut sama permintaan Bunda untuk lebih baik ngurusin klinik punya kakek kamu di kota lain, dan menyingkirkan gengsi Ayah. Dan kalau aja hari itu Ayah memilih buat pulang setelah dari rumah sakit, mungkin semua ini nggak akan terjadi. Penyesalan ini nggak akan ada." Sesak didadanya ia tahan, gemetar suaranya pun ia samarkan dengan batuk yang berulang kali ia buat-buat.

"Maaf ya Ayah jadi curhat." ungkapnya mencoba menutupi perasaannya.

"Kenapa Om cari Bunda lagi? Dan kenapa baru sekarang? Apa alasan yang bisa Om kasih, apa nggak ada penjelasan -"

FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang