Chapter 2

11.7K 1.1K 34
                                    

Andi terlihat bingung saat ini, 7 tahun bekerja sebagai sekretaris sekaligus orang kepercayaan Demian, ini pertama kalinya dia melihat Tuannya tidak seperti biasanya.

Tuan yang dia kenal selalu memasang ekspresi poker face, penampilan perfeksionis, tidak menunjukkan kelemahannya pada orang lain.

Namun kini semua penampilan sempurna itu hancur total. Bahkan saat ini Andi sedang memegang kotak tisu, membiarkan Tuannya itu terus menarik lembaran tisu untuk mengelap air matanya yang terus keluar sejak tuan muda kecil mendatanginya.

"Hiks..Putraku masih hidup hiks."

Andi ingin menghela nafas lelah mendengar kalimat yang entah sudah berapa kali diulang oleh Tuannya itu.
Selalu mengatakan putraku masih hidup padahal tuan muda kecil baik-baik saja.

"Hiks..."

"Huft... Tenanglah Tuan, Anda membuat tuan muda kecil khawatir." tak peduli Tuannya itu akan marah atau tidak yang penting Andi sudah mengeluarkan kekesalannya.

Demian langsung berhenti menangis dan melihat ke bawah dimana anaknya duduk dipangkunya menatapnya dengan ekspresi bingung dan khawatir, terlihat lucu di mata Demian.

"Maaf ya Abil harus lihat Papa nangis, Papa senang banget bisa bertemu dengan anak imut Papa ini."

Demian mengusap rambut putranya yang terasa lembut ditangannya, menghirup aroma shampo rasa jeruk.

Sementara Putra bungsu Demian asli yang bernama Nabil terlihat gelisah dari gerak-geriknya, antara ingin mengeluarkan suaranya atau tidak.

"I-ini pertama kalinya Nabil dengar suara Papa." akhirnya suara menggemaskan itu keluar lagi.

Demian menaikkan alisnya bingung, "Benarkah? Memangnya selama ini Papa gak pernah ngomong sama Abil?"

Kepala kecil itu mengangguk sebagai jawaban.

Demian mengusap gusar wajahnya, dalam hati memaki Demian asli, bisa-bisanya mengabaikan anak seimut Nabil.

"Maafkan Papa ya, mulai sekarang Papa akan terus bicara dengan Abil." memeluk erat tubuh kecil Putranya, Putra Demian termasuk Putra dia juga mulai sekarang.

Nabil mengangguk senang, "Papa gak perlu minta maaf karena Papa gak salah." membalas pelukan Demian dengan raut wajah bahagia, sudah lama sekali Nabil menginginkan pelukan dari Papanya ini.

Sekali lagi Demian memaki pemilik asli dari tubuh ini, betapa bodohnya pemilik tubuh ini, kalau sampai bertemu dengannya nanti dia kasih hadiah tonjokan.

Growll

Suara perut meminta diisi terdengar di kesunyian, Nabil menunduk dengan wajah merona malu sedangkan Demian tertawa. Melihat jam dinding sudah menunjukkan siang hari waktunya untuk makan siang.

"Ayo kita makan, Abil mau makan apa nanti Papa yang masak."

Demian turun dari kasur dengan menggendong Putranya. Nabil menatap wajah Papanya seolah mengatakan 'Benarkah Papa yang masak?!'

"Papa bisa masak?" Tanyanya penasaran karena selama ini tidak pernah melihat sang Papa berada di dapur, jangankan berada di dapur, makan bersama mereka saja bisa di hitung jari, saking tidak pedulinya.

"Bisa dong, katakan saja Abil mau makan apa, Papa siap masakin." jawab Demian dengan nada sombong.

"Kalau gitu Nabil mau ayam saos pedas manis dengan sayur japchae, boleh?"

"Tentu boleh tapi, harus nunggu agak lama, bisa tahan gak perutnya?"

"Bisa!"

"Oke. Andi, bereskan kamar ku ya~ oh, sama lepaskan lampu gantung itu, gak lucu pas lagi tidur terus tuh lampu jatuh karena gempa. Pokoknya singkirkan lampu itu, terserah mau kau yang menurunkan sendiri atau panggil tukang"

BECOMING A FATHER (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang