Chapter 8

8.4K 974 56
                                    

Demian menghela nafas lelah, kepalanya pusing. Bukan pusing karena sakit tapi pusing karena mikirin berkas kerja. Demian yang dulunya hanya bapak rumah tangga kini menjadi pemilik perusahaan besar.

Kalian gak salah baca kok. Demian saat di tubuh sebelum tidak bekerja, yang bekerja sang istri sementara dia di rumah melakukan pekerjaan rumah. Demian mau banget bekerja tapi gak dibolehin istrinya kata istrinya Demian lebih cocok di rumah aja seperti berperan sebagai istri.

Maka dari itu saat ini Demian merasa pusing.

"Andi, kamu tangan kanan saya, bukan?" Tanya Demian kepada Andi yang fokus menyetir.

"Iya, Tuan."

"Kamu bisa apa saja, kan?"

"Iya, Tuan."

"Bagus! Nanti kamu ya yang pimpin meeting, ini berkasnya." Dengan senang hati Demian meletakkan map berkas di kursi sebelah Andi, posisi Demian duduk di belakang.

Andi, "....."

"Tapi tuan, bagaimana jika saya melakukan kesalahan?"

"Gak masalah, semua manusia pernah melakukan kesalahan kok jadi tenang aja" Demian memberikan jempolnya pada Andi yang melihat dari kaca di atas.

Andi pasrah.

"Kalo aku gak kerja gak masalah, kan? Duit Demian banyak terus Judas sama Ange udah punya pekerjaan masing-masing, rumah gak ngontrak, tapi masalah perusahaan gimana? Kasih ke Andi aja, ya?" Maklum saja jiwa bapak rumah tangganya terlalu malas melakukan pekerjaan yang menguras pikiran, maunya sih Demian yang dinafkahi bukan mencari nafkah, begitu.

Saat pandangannya melihat kaca jendela, Demian mengenali orang yang berdiri di pinggir jalan yang sedang marah-marah dengan seseorang dari teleponnya.

"Stop!"

Andi reflek menginjak rem hingga terdengar decitan ban.

"Ada Daddy nya Mourice! Samperin yuk!"

Andi menghela nafas lelah, semoga Tuhan menguatkan jiwa raga batin pikiran dan hati Andi dalam menghadapi cobaan dari majikannya ini.

****

Di mansion utama Cassiopeia lebih tepatnya di ruang kerja tuan besar Lorenzo terlihat sang empu sedang membaca berkas laporan tentang anak ketiganya yang beberapa hari ini terpantau terlihat berbeda.

Wajah berusia lanjut yang terdapat kerutan serta janggut lebat namun tidak menghilangkan aura wibawanya membaca isi laporan tersebut tanpa ekspresi.

"Obat, apa dia meminum obat baru itu?" Tanya nya tanpa menoleh kepada sang dokter kepercayaan yang tak lain adalah Agni.

"Sudah Tuan, saya telah menukar semua obat lamanya dengan yang baru. Dan tuan muda Judas ikut andil membantu agar tuan Demian meminum obatnya." Jawab Agni sambil membaca hasil berkas pemeriksaan Demian yang dia lakukan tanpa sepengetahuan orangnya.

"Judas sangat bisa diandalkan." Ucap Lorenzo.

"Bagaimanapun tuan muda Judas sangat suka bermain-main dengan Papa kesayangannya."

"Dia pandai menyembunyikan emosinya, terlihat seolah membenci Demian namun kenyataannya sangat tergila-gila dengan Ayah nya sendiri."

Tok

Tok

Pintu terbuka memperlihatkan wajah yang sama persis dengan Lorenzo namun versi lebih muda.

"Dad, mobil sudah siap waktunya kita pergi." Putra sulung Lorenzo, Clifford Geertz Cassiopeia.

Lorenzo bangkit dari duduknya melangkah dengan tegas mendekati Putra sulung nya.

"Berdoa saja semoga Demian tidak berteriak histeris ketika melihatmu, Dad." Ucap Clifford.

"Tidak akan, karena anak itu akan selalu mematuhi perintah ku."


****


Demian duduk di kursinya dengan rasa bosan sambil mengamati Andi yang sibuk menjelaskan entah apalah Demian tidak tahu.

Omong-omong tentang Daddy nya Mourice, namanya Oliver yang ternyata salah satu kolega yang ingin bekerjasama dengan perusahaan Demian.

Sebelumnya itu Demian bertemu dengan Oliver yang sedang marah karena mobilnya mogok, dengan baik hati Demian memberikan tumpungan meskipun awalnya Oliver ogah-ogahan tapi akhirnya mau ikut juga karena satu arah.

Akhirnya setelah hampir satu jam meeting pun berakhir. Hanya menyimak saja sudah membuat Demian mengantuk.

Demian menepuk punggung Andi dengan nada bangga berkata, "Good job, Andi. Pinter banget kamu, meeting seterusnya kamu yang pimpin, ya?"

"Sebelumnya saya minta maaf jika lancang, Tuan."

"Ya, ngomong aja gak masalah."

"Di perusahaan ini ada sekretaris." Ujar Andi.

"Ya, terus?" Tanya Demian bingung.

Andi menghela nafas sekali lagi.

"Tugas sekretaris yang menghandle ataupun memimpin suatu pertemuan jika disaat Anda tidak bisa datang karena urusan lain."

"Ohh.. gitu ya? Ya udah sih." Demian menggaruk lehernya merasa canggung, Demian bingung harap maklum IQ nya jongkok.

'Ya udah sih? Ya udah sih?! Ya udah sih itu maksudnya gimana???!!'

Rasanya Andi ingin memasuki majikannya satu ini ke dalam koper terus di terbangkan ke matahari biar meleleh!

"Maaf ya, Tuan, kenapa Anda sekarang menjadi bodoh?"

Rasanya tuh ada panah tak kasat mata nembus jantung Demian. Dia gak sebodoh itu heh. Iya kan?

"Tega banget ngomong kayak gitu ke majikan." Demian merajuk sambil membuat lingkaran kecil dimeja dengan jari telunjuknya.

"Saya lelah, Tuan."

"Ya istirahat kalo capek--"

"Lelah dengan sifat dan tingkah Anda, saya mau resign saja."

"Jangan atuh ihh.. nanti siapa yang mau nurutin permintaan aneh-aneh aku? Gak mungkin Ernes, pak tua itu nyeremin."

Oliver yang sedari tadi menonton drama murahan itu, "....."

"Sudahlah aku mau pulang saja, lihat tuh Oliver diem kayak patung." Demian berjalan lebih dulu meninggalkan Oliver dan Andi dibelakang yang saling menatap sesaat.

Saat keluar dari ruangan Demian di hadang oleh seorang pria dengan tatanan rambut dan pakaian rapih lengkap dengan kacamata.

"Pak, ada berkas penting so--"

Belum selesai pria yang sebenarnya sekretaris Demian bicara sudah lebih dulu dipotong oleh Demian.

"Gak mau ah, capek, suruh sekretaris aja aku mau pulang."

Sekretaris, "....."

Andi menepuk punggung sekretaris dengan tatapan seolah 'turut berduka cita'

"Andi! Oliver! Jalan tuh cepetan sedikit! Lambat banget kayak cewek!"

Sepertinya hari ini Demian salah makan sesuatu, gak jelas banget sifat duda satu ini.








TBC

Hehe double:D

Besok gak tau bisa update atau gak, tergantung mood.

Publish: 16-09-2024

BECOMING A FATHER (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang