Chapter 4

9.9K 971 18
                                    

Selama masa hidupnya, Judas belum pernah melihat pria brengsek yang sialnya adalah Papa nya berada di meja makan untuk makan bersama.

Namun pagi ini berbeda.

Judas melihat pria itu duduk bersama adik-adiknya dan terlihat melayani adik-adiknya mengambilkan makanan.

Dan lagi, sejak kapan pria itu mau memakai apron Teddy bear? Tebar senyuman pula tuh.

Judas melirik adik pertamanya yang dibalas gelengan kepala tanda tidak mengerti juga.

"Bekalnya dihabiskan ya." Demian sibuk memasukkan kotak bekal ke dalam tas Putra kecilnya yang asik mengunyah makanan.

"Kalian juga mau bekal?" Demian menawarkan, tentunya dia Ayah yang tidak pilih kasih.

Keempat anak-anaknya seolah tidak ada yang mendengarkan ucapannya membuat Demian mengernyitkan alisnya kesal.

"Mau bekal gak? Kalo ditawarin tuh minimal jawab iya atau gak."

"Saran gue, Lo gak usah sok peduli deh." ucapan Athanasia membuat suasana seketika sunyi.

Demian menatap Putranya itu dengan tatapan datar.

"Oh, gitu? Ya udah, saya juga gak mau ngurusin anak yang gak tau terimakasih." Demian melepaskan apron dan melemparnya dengan kesal di atas meja pantry.

"Ana, mau bekal? Udah terlanjur diwadahi, kalo gak mau dibuang aja nanti." Demian memberikan kotak bekal yang sebelumnya sudah dia wadahi.

Anasthasia menerima bekal tersebut tanpa balas bicara kemudian melirik kembarannya yang diam termenung.

Demian duduk di kursinya ikut sarapan lalu setelah ini akan mengantar Putra kecilnya sekolah, Demian ingin melihat sekolah Putranya.

Kemudian acara sarapan tersebut berjalan dalam keheningan canggung.

****

Di SMA Yutopia, sekolah elit swasta yang rata-rata muridnya merupakan anak-anak orang kaya dan pengusaha terkenal.

Di koridor menuju kelas Athanasia tak bisa fokus karena pikirannya selalu terbayang perkataan Demian.

Athanasia membenci Demian karena lalai menjalankan perannya sebagai seorang Ayah. Namun disaat dia sudah tidak menginginkan perhatian dari Demian, pria itu justru tiba-tiba berubah dan memberikan perhatiannya.

Dia sebagai anak yang tidak pernah diurus oleh orangtua wajar bukan jika dia merasa marah atau kesal?

Tapi, mendengar perkataan Demian sebelumnya entah kenapa membuat Athanasia merasakan kesedihan. Dia ingin berteriak dan membalas perkataan Demian namun mulutnya tidak bisa bergerak saat itu.

Merasakan ada yang menggenggam tangannya menyadarkannya dari lamunan dan melihat kembarannya tersenyum untuknya.

"Udah gak usah dipikirin ucapan Papa, minta maaf aja nanti, gimana?"

"Ngapain? Gue gak salah, yang gue omongin itu kenyataan! Selama ini dia gak peduli sama kita tapi tiba-tiba aja jadi perhatian gini. Gimana gue gak kesal liatnya!" Athanasia menatap kembarannya dengan perasaan kesal dan terkhianati.

"Iya benar sih, tapi kan minta maaf itu bukan berarti Lo salah. Lo pasti sakit hati kan denger ucapan, Papa? Itu tandanya Lo gak mau Papa benci sama Lo, sebenarnya Lo juga pengen ngerasain perhatian Papa kan? Kelihatan banget dari tatapan Lo, Gue juga pengen banget ngerasain gimana diperhatiin Papa karena selama ini dia gak pernah sekali pun ngelirik kita. Dan berhubung Papa sekarang sudah mulai berubah, Gue gak mau gengsian, Gue bakal deketin Papa demi dapet perhatiannya. Gue gak peduli Lo mau anggap Gue kayak gimana, yang penting Gue bisa deket sama Papa, selagi orangnya masih ada karena tinggal Papa doang orangtua kita. Meskipun masih ada keluarga besar yang sayang sama kita tapi, kasih sayang orangtua kandung itu beda."

BECOMING A FATHER (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang