Chapter 6

2.7K 343 22
                                    

Demian menatap bingung ruangan yang saat ini dia tempati. Ruang hampa tanpa batas yang sangat gelap namun tubuhnya masih bisa dia lihat.

Demian melihat tangannya, sangat mengenali tangan itu yang merupakan miliknya sebelum berpindah ke tubuh Demian yang saat ini.

Demian tidak tahu apa yang terjadi, mungkin dia sedang bermimpi? Sebab sebelumnya dia duduk di sofa setelah pulang dari sekolah si kembar dan merasa lelah lalu ketiduran, mungkin?

"Halo? Ada orang gak nih?" Suaranya terdengar bergema.

Ekhem.

Demian reflek menoleh ke belakang setelah mendengar dehaman seseorang dan melihat sosok yang sangat dia kenal.

Demian Sargas Cassiopeia!

Demian tersenyum senang atau mungkin menyeringai?

"Akhirnya muncul juga ya kamu! Sini mendekat!" Demian membunyikan buku jarinya dengan semangat.

Demian menaikan alisnya bingung melihat Demian yang terlihat bersemangat seperti ingin menghajar seseorang? 

"Jangan diam aja, Kamu kan Demian Sar-sarkas? Sargas? Cassio-- apalah itu, kamu ini jadi Ayah gak becus banget, ya? Anak di telantarkan, istri sampai minta cerai dan satunya meninggal. Gak pernah ngomong sama anak-anak atau interaksi sama anak-anak malah sibuk kerja kerja kerja! Jadi orang kok kejam banget sih? Gak ada rasa apa gitu ke keluarga sendiri? Anak-anak kamu gak bersalah loh apa lagi Abil dia masih kecil banget masih butuh kasih sayang orangtuanya! Abil bahkan gak punya teman di sekolah, dia dikucilkan karena penampilannya, semua itu karena siapa? Karena penampilan kamu! Huhu kasihan banget Abil ku."

Demian hanya diam mendengarkan ocehan panjang lebar Demian sambil duduk seiza seolah dia seorang anak yang sedang dimarahi Ibunya.

"Malah diem aja, aku pukul juga ya kamu! Kenapa kamu gak peduli sama keluarga sendiri?!"

Demian, "....."

"Kalo orangtua nanya itu dijawab!"

"Saya lebih tua dari kamu." Akhirnya Demian mengeluarkan suara nya menatap Demian dengan tatapan malas.

Demian gelagapan dan merasa tak enak hati, "Eh, eh, iyakah?" Dia pun ikut duduk seiza di hadapan Demian lalu berdeham untuk menghilangkan perasaan canggung.

"Jadi, kamu kenapa melakukan semua itu? Kenapa gak pernah ngomong atau minimal tegur sapa sama anak-anak dan istri kamu?" Kali ini Demian bertanya dengan nada lemah lembut.

"Gak mood."

Balasan dari Demian mengembalikan amarah Demian yang sebelumnya telah sirna kini kembali membara.

"Berapa umur Lo huh pantek?! Enak banget Lo ngomong kayak gitu babi! Jangan diem aja Lo jancok!" Lenyap sudah tutur lembut bahasa Demian, sang empu ingin memukul wajah Demian namun terhalang dinding tak kasat mata.

Bukh

Bukh

"Seharusnya Lo bersyukur dikasih anak dengan mudahnya! Bersyukur dapet anak yang sayang sama Lo!"

"Saya tidak peduli dan saya juga tidak meminta anak. Semua itu karena paksaan tua bangka itu."

"Anak kon--!"

Demian membuka matanya tiba-tiba dan mengetahui dia telah kembali dari alam sadarnya. Amarah kembali menghinggapinya tak puas jika belum menonjok wajah songong Demian.

"Papa."

Demian menatap Putra kecilnya yang tidur di atas tubuhnya, memijit pangkal hidungnya merasakan sakit kepala.

BECOMING A FATHER (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang