Bel pulang sekolah sudah terdengar, semua siswa baik dari kelas 10 hingga kelas 12 berhamburan keluar. Diantara mereka ada yang langsung pulang, ada juga yang pergi nongkrong, ada juga yang langsung ikut ekstrakurikuler dan rapat.
The Aresion langsung pergi dari kelas dan memutuskan untuk nongkrong terlebih dahulu.
Kafe Gelato langsung menjadi tempat tujuan mereka berempat. Karena keadaan sudah membaik, keempatnya pergi kemanapun sudah tidak menggunakan bodyguard.
Begitu sampai di kafe, keempatnya langsung memesan makanan dan minuman. Setelah membayar mereka langsung pergi ke ruang rooftop dengan view langit yang sedikit mendung.
"Hubungan lo sama Arina kayaknya udah deket ya. Seneng gue liatnya." Kata Kavanza yang memilih duduk di deket Abhista.
Abhista menatap Kavanza dan mengangguk. "Tapi gue mau nanya lo liat dia itu Arina, kan? Bukan Avira?." Bersamaan dengan itu waitress yang mengantar minuman dan makanan datang. Setelah menaruh makanan dan minuman, kedua waitress itu pun pergi.
"Awalnya gue liat Arina itu Avira karena mereka semirip itu. Tapi lama kelamaan perasaan gue ke dia itu murni, Gab. Jadi sekarang gue liat Arina ya Arina, bukan orang lain." Jelas Abhista sambil meminum es cappucino yang di pesan tadi lalu meminumnya sedikit.
"Ingat ta, Aresion tidak pernah menyakiti. Sesuai dengan ucapan lo tadi." Ucap Alsava.
"Iya gue ingat kok. Kemarin adalah terakhir kalinya gue buat kebodohan." Ucap Abhista.
Semuanya mengangguk "tapi soal Zenna, itu bukan lo kan? Kalo bukan lo, gue gak yakin, Sky." Ucap Kavanza.
"Emang bukan gue, ngapain bunuh cewe. Gak guna buat gue." Ucap Abhista.
"Tapi kenapa dia bisa bunuh diri? Sejauh gue kenal Zenna anak itu tidak akan mengambil keputusan bodoh. Apalagi banyak yang bilang jika Zenna tidak pernah akur dengan Gevano sejak ibunya meninggal." Jelas Alsava.
"Tadi gue chat ayah. Beliau bilang ada kemungkinan Marlon yang udah bunuh Zenna."
"Huh? Bukannya Gevano rekan bisnis Marlon sekaligus bekingan bagi Renan? Kok bisa?." Tanya Kavanza.
Abhista memberikan ponselnya yang menampilkan isi chat antara dirinya dan Altair. Gabriela mengambil dan melihat isi chat tersebut.
"Mereka bermusuhan. Renan salah menyatukan mereka." Ucap Abhista dengan tangan yang menyuapkan sosis pada mulutnya.
"Tapi kenapa Zenna harus di bunuh? Salah apa dia?." Tanya Alsava.
Abhista mengangkat kedua bahunya "gak tau masih gue selidiki."
Tiba-tiba ponsel Abhista yang berada di meja berdering, ternyata itu dari salah satu anak buah Abhista. Segera Abhista mengangkatnya.
"Selamat sore Nona." Sapa seseorang diseberang sana.
"Sore, ada informasi penting?."
"Ada Nona, ini mengenai kenapa tuan Marlon membunuh Nona Zenna."
Mendengar ucapan bawahannya, Abhista menatap ketiga orang yang kini juga menatapnya.
Kavanza menyuruh Abhista untuk meloudspeaker ponselnya. Tentu Abhista menyetujui nya, ia menekan tombol suara disana.
"Informasi yang kamu berikan ini valid, tidak? Kamu tau konsekuensinya jika kamu berbohong, kan?." Ucap Abhista.
"Ya saya tau nona."
"Jadi silahkan mau ngasih informasi apa?."
"Kecurigaan anda dan tuan altair benar nona, jika tuan Marlon yang menyuruh Ranti untuk membunuh Zenna."

KAMU SEDANG MEMBACA
True Love Never Dies (END)
Storie breviMenikah di usia yang terbilang sangat muda, sama sekali tidak terpikirkan di benak seorang Skayara Abhista, Dia adalah, cewek cantik, lucu, mapan dan sedikit berisik. Diusia yang kini menginjak umur 17 dia harus menikah dengan cewek yang seumuran de...