#8

39K 2.7K 7
                                    

Hallo...... Jumpa lagi.... Maaf kalo lama gak update... Maklumlah... Pangsitnya pada gak nongol... Pada puasa... Hehehe... Akhirnya si wasit yang nongol...
Oke...gak usah panjang lebar ya... Keburu penulisnya dilempar tomat....#kabuuuurrr

-----------------------------------------------------

Clarissa Artheana POV

Aku mengerjapkan mata perlahan. Jam di dinding kamarku menunjukkan pukul dua belas lewat sepuluh menit. Astaga! Aku ketiduran. Mau kembali ke apartemen pun sudah tidak mungkin.

Sekeluarnya dari cafe Jonathan, aku memang pulang. Tapi tidak ke apartemen. Tidak juga ke rumah Papa Devan.
Aku pulang ke rumahku sendiri. Aku butuh sendiri.
Karena kelelahan menangis, akupun tertidur. Dan sekarang, hampir tengah malam. Tidak mungkin aku nekat kembali ke apartemen.
Kuraih ponselku. Mati!
Aaaaaargh.... Bagaimana bisa aku seperti ini? Pasti Jo cemas karena aku belum juga kembali.
Tapi apakah Jo mencemaskanku? Apa dia mencariku?

Aku membuka tas ku dan mengaduk-aduk isinya. Kutarik seutas kabel berwarna putih yang berbaur dengan segala macam isi tas ku, lalu mencolokkannya di listrik dan kusambungkan ke ponsel ku.

Setelah menunggu beberapa saat, kulihat baterainya mulai terisi, segera kunyalakan ponselku.
Ada tujuh panggilan tak terjawab tertera di layarku. Dan semua dari Jonathan.
Perasaan bersalah kembali menghinggapiku. Gara-gara aku ketiduran dan tidak memberinya kabar, membuatnya mencemaskanku.

Aku mencari nomor Jo di kontak ku, dan segera menghubunginya.

Tidak sampai nada sambung ke tiga, Jo sudah mengangkat ponselnya.

"Jo," panggilku ragu.

"Cla! Kamu dimana?" teriaknya hingga aku perlu menjauhkan ponsel dari telingaku.

"Maaf, Jo. Aku ketiduran, tidak sempat menghubungimu," sahutku mengabaikan pertanyaannya. Aku takut ia marah padaku.

"Katakan kamu di mana? Aku akan menjemputmu sekarang," katanya dalam satu tarikan nafas.

Kusebutkan alamat rumahku, dan Jo sudah mematikan ponselnya sebelum aku mengucapkan apapun lagi.

Aku tertegun. Sepanik itukah Jo mencemaskanku? Apa arti kepanikannya? Tapi, kenapa ia memutuskan pembicaraan kami sebelum selesai?

Aku menggeleng-gelengkan kepala, menuju ke dapur untuk mengambil minum. Setelah menuang air dan meminumnya, aku dan membaringkan tubuhku ke kasur. Sesekali kulihat layar ponselku.

Hampir satu jam aku hanya membolak balik badanku dengan gelisah, ketika kudengar pintu rumahku diketuk.

"Siapa?" tanyaku dari balik pintu rumahku.

Tidak ada sahutan, namun ritme ketukannya makin sering.

"Siapa?" tanyaku lagi lebih keras.

"Aku," kudengar suara berat tak sabar sambil terus mengetuk pintu.

Hati-hati kubuka pintu hingga membentuk celah sempit dan mengintip dari situ.

Jonathan? Cepat sekali ia sudah sampai? Segera kubuka pintuku lebih lebar. Kulihat wajah cemasnya, pakaiannya yang sudah tidak karuan dan rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan.

Sincerity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang