#14

42.1K 2.8K 12
                                    

Dear Readers....

Aku update lagi nih... Mumpung semangat dan masih dalam suasana lebaran.... Hehehe.... Maksudnya kalo gak libur, sulit nyempetin nulis... Hihihi...

Oke... Langsung aja... Cekidot...

________________________

Jonathan Fresco Kaindra POV

Clarissa berlari meninggalkanku. Ah, kurasa aku terlalu kasar padanya. Penyesalan selalu datang di akhir bukan?

Dan kini Vienetta berjalan cepat ke arahku, membuat Bram berteriak mengingatkannya.

"Apa yang kamu perbuat, Jo?" tanya nya menyipitkan mata beningnya.

"Aaaargh, aku lepas kendali, Vien. Aku tidak bisa mengontrol emosiku," sesalku menunduk mengacak rambutku menghindari tatapan tajam Vien.

"Kamu terlalu cemburu, Jo. Cemburu yang tidak pada tempatnya. Cemburumu berlebihan! Kenapa kamu tidak menanyakannya dengan halus dan kepala dingin?" kecam Vien memandangku dalam.

"Aku tidak cemburu, Vien! Aku hanya ingin dia tau statusnya," ujarku mengusap wajahku.
aku lelah dengan semua ini. Beban yang harus kupikul sangat berat.

"Kalau kamu tidak cemburu, kamu tidak akan lepas kendali seperti ini, Jo," sahut Vien lalu berbalik meninggalkanku menuju kamar yang kutempati bersama Clarissa.

Kulihat ia mengetuk pelan pintu kamarku, kurasa tidak ada sahutan karena Vienetta kemudian mengetuknya beberapa kali sebelum perlahan membuka pintu dan masuk ke dalamnya.

Aku tidak tau apa yang Vienetta bicarakan pada Clarissa. Aku menunggu Vienetta keluar dari kamarku dengan gelisah.

Apa benar aku cemburu? Kenapa? Kurasa ini bukan cemburu. Aku hanya tidak suka Clarissa terlalu dekat dengan dokter berkacamata itu.

Kuhempaskan tubuhku ke sofa dekat Bram. Andi terkekeh menatapku yang langsung terdiam saat Bram menatapnya tajam.

Bram menepuk-nepuk bahuku, mencoba memberitahukan agar aku tenang.

"Wanita itu memusingkan, Jo!" kekeh Andi yang kembali terdiam karena lirikan Bram.

"Lo harus tenang menghadapinya, Jo," Bram masih menepuk-nepuk bahuku.

"Gue terlalu emosi, Bram. Baru kali gue lepas kontrol kaya gini," gumamku kesal pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku mengucapkan kalimat yang begitu kasar pada Clarissa?

"Sebaiknya lo bicarakan baik-baik, Jo. Dengan kepala dingin," Bram menasehatiku.

"Bicara mudah, Bram. Lo sendiri selalu emosi kalo ngadepin Vien," ledek Andi mencibir.

"Itu karena lo!" sentak Bram melotot pada Andi.

Aku tidak mengerti dengan kedua orang di hadapanku. Mereka seperti anjing dan kucing, tapi karena satu hal mereka bisa sangat kompak. Dan kalian tau apa itu? Ya, apalagi kalau bukan Vienetta.

Kulihat pintu kamarku terbuka. Vien keluar dan berjalan menghampiriku.
Dengan sadisnya Bram mendorongku menjauh dan menarik Vien untuk duduk di antara kami dan langsung memeluknya.

"Bagaimana, Vien?" tanyaku pelan.

"Clarissa menangis, Jo. Sebaiknya kamu masuk dan minta maaflah padanya. Clarissa sakit hati dengan tuduhanmu padanya," Vien menghela nafas dan menghembuskannya perlahan. Lalu tangannya mendorongku, dan dengan dagunya ia menunjuk kamarku, menyuruhku masuk ke kamar dan berbicara pada Clarissa.
Aku terdiam sesaat menatap Vien, lalu mengangguk dan beranjak masuk ke kamar.

Sincerity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang