#15

42.1K 2.7K 10
                                    

Cafe sedang sepi. Maklum hari masih terbilang pagi.
Aku mrngetuk-ngetukkan pensilku ke meja, mencari inisiatif untuk pengembangan kemajuan Cafe ini.

Tiba-tiba kudengar seseorang mengetuk pintu kaca ruanganku. Aku mendapati Gina di luar sana hendak memberitahukan sesuatu padaku. Aku memberikan isyarat masuk dengan jariku dan menunggunya membuka pintu.

"Maaf Bu, ada yang mencari ibu," katanya memberitahuku.

"Siapa?"

"Dia bilang namanya Abisanta," aku tertegun. Sejak pertemuan kami beberapa hari yang lalu, sama sekali tidak ada kontak atau janji untuk bertemu kembali.

"Apakah Bu Claris bersedia?" tanya Giba mengembalikanku dari lamunanku.

"Ah, ya. Persilakan masuk," anggukku kemudian.

Gina mengangguk, tidak lama setelahnya, Kak Abbie muncul di sana. Mengulas senyum.

"Kak Abbie," aku mempersilakannya duduk dengan isyarat tanganku.

"Terimakasih," katanya menurut.

"Ada apa ya Kak?" tanyaku langsung. Kenapa Kak Abbie mencariku?

Kak Abbie menatapku lama. Lalu ia menghela nafas.

"Aku merindukanmu, Clarissa," ucapnya sendu.

Aku terdiam. Tidak tau harus berkata apa. Kutatap wajahnya. Ia membetulkan letak kacamatanya beberapa kali, menandakan kegugupannya.

"Aku...aku masih belum bisa melupakanmu, Clarissa," ujarnya kemudian.

Aku tertegun. Perlahan kuraba dadaku, detaknya dua kali lebih cepat dari biasanya. Kutatap wajah dan sorot matanya. Kucari getaran yang dulu begitu jelas kurasa tiap kali bersamanya. Tidak ada!

"Clarissa, maukah kamu menikah denganku?" tanya nya tiba-tiba, membuatku membelalakkan mataku dengan sempurna.

"Kak Abbie? Apa maksudmu?" aku seperti terserang amnesia sekarang. Otakku serasa kosong.

Kulihat ia mengusap wajahnya, lalu menarik nafas menenangkan diri
"Mama ingin menjodohkanku dengan anak dari rekan bisnis Papa. Aku menolak, aku tidak bisa. Aku ingin kebebasan. Aku memilihmu, Clarissa," aku tercenung mencerna setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Maaf Kak Abbie, aku tidak bisa," aku menggeleng menunduk.

"Kenapa, Clarissa? Disaat aku berani menentang kehendak kedua orang tuaku, kenapa kamu menolakku?" Kak Abbie menatapku meminta alasan.

"Karena dia sudah menikah dan sedang hamil sekarang," sebuah jawaban dengan suara bariton dari arah pintu membuatku menoleh cepat.
Jo? Perasaanku mengembang penuh memenuhi seluruh ruang hatiku. Tumpukan rindu di dadaku perlahan tapi secara halus memuai dan meledak. Betapa aku teramat merindukannya.

"Jo?" bahkan bibir dan suaraku bergetar menahan kerinduan dan keinginan untuk berlari memeluknya.

Jo tersenyum menghampiriku, menarik pinggangku dan mencium bibirku, menahannya beberapa saat sebelum melepaskannya.

Tubuhku seperti tersengat listrik sepuluh ribu volt saat menyadari tindakan nya.
Jo menciumku? Bahkan jantungku menggila tidak mau kompromi. Aku membelalak menatapnya. Ini ciuman pertamanya padaku!

"Aku merindukanmu, Cla. Bagaimana anak kita? Sehat?" Jo menatapku sambil terus tersenyum.

"Aku...ah...baik," lidahku kelu. Aku tidak bisa berkata-kata dengan baik.

Jo mengecup pipi kananku, lalu beralih memandang Kak Abbie yang masih berdiri shock di depanku dan Jo.

"Hai, saya Jo. Jonathan. Suami Clarissa. Anda?" Jo mengulurkan tangannya ke arah Kak Abbie yang masih saja mematung, memandang kami berdua dengan tatapan tak percaya. Kak Abbie menjabat tangan Jo tanpa sadar. Lalu sedetik krmudian melepaskannya.

Sincerity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang