#10

40.7K 2.9K 30
                                    

Hallo....update lagi niiih....

Thank's vote dan Comment nya yaaa....

Happy reading...semoga suka yaaa....

Clarissa Artheana POV

Akhirnya mau tidak mau, Jo harus dirawat di rumah sakit karena hingga menjelang sore, suhu tubuhnya tetap tinggi.

Bujukanku agar dia mau dirawat lebih intensif di rumah sakit sama sekali tidak mempan, tapi begitu Vienetta masuk ke kamar Jo dan memasukkan beberapa pakaian suamiku ke dalam tas, lalu mengatakan bahwa Bram sudah menjemput mereka untuk membawanya ke rumah sakit, Jo hanya mengangguk pasrah.

Nampaknya, aku masih belum juga memahami sedekat apa hubungan mereka bertiga, seolah ketiganya mempunyai ikatan batin yang begitu kuat satu sama lain.
Vienetta memang sempat menceritakan bagaimana hubungan mereka bertiga. Tapi kurasa, bukan hanya sekedar pertemanan masa kecil saja seperti yang kudengar dari istri Abraham Dionito Sasmita itu. Ada sesuatu yang membuat mereka terikat satu sama lain dengan begitu eratnya yang aku tidak mengerti.

"Clarissa, kami pulang dulu ya. Kalau Jo macam-macam, kamu telfon aja," Vienetta melirik Jo yang mengerucutkan bibirnya dengan raut wajah kesal.

"Dan lo Jonathan, jangan bikin cemas istri lo!" ancam Bram disambut cengiran khas Jonathan.

Aku mengantar mereka hingga ke depan lift, dan segera berbalik ke kamar tempat Jo dirawat saat tubuh keduanya menghilang di balik pintu lift.

Jo nampak bosan mengganti-ganti channel televisi di depannya.

"Kata dokter, sampai berapa lama aku harus terkapar di sini, Cla?" tanya Jo dengan sebal.

"Sampai kamu sembuh, Jo. Kamu menginginkan sesuatu?" tanyaku melihatnya sama sekali belum menyentuh makanannya.

"Tidak. Aku tidak lapar," ujarnya kembali menatap tayangan televisi yang masih menampilkan debat tidak berujung itu.

"Kenapa kamu gak mau makan? Kapan sembuhnya kalau kamu gak mau makan seperti ini?"

"Buburnya tidak enak! Kamu coba saja kalau tidak percaya!" gerutunya melirik bubur yang ada didekatnya.

"Apa kamu mau aku belikan bubur yang di depan rumah sakit ini? Atau... Mau aku masakkan bubur ayam seperti kemarin?" tanyaku berharap ia mau makan meskipun sedikit.

"Boleh minta tolong?" tanya Jo menatapku penuh harap.
Aku mengangguk, mendekat pada Jo.

"Jangan beritahu laki-laki tua itu kalau aku disini," kata Jo pelan membuatku membelalakkan mata.
Laki-laki tua katanya? Astaga!

"Sampai kapan kamu menolak Papa, Jo?" kataku menggeleng heran dengan kekerasan hatinya.

"Sudahlah, Cla. Aku minta tolong itu saja, apa susahnya sih?" gerutunya sambil mematikan televisi.

"Papa itu orang tua kamu, ayah kandung kamu. Seburuk apapun dia, tetap saja dia ayah kamu. Kamu tidak akan bisa menghindari kenyataan itu," aku tatap Jo dengan berani. Rasa ibaku pada Papa Devan membuatku mampu mengeluarkan kata-kata seperti itu pada Jo.

Jo menyipitkan matanya membalas tatapanku. Entah aku tidak bisa membaca sorot matanya. Yang kutau, ada luka dan kekecewaan di sana.

Jo menarik selimut hingga menutupi wajahnya. Lalu beberapa saat kemudian ia membuka lagi selimut itu, menyingkirkannya dari wajah kesalnya.

Sincerity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang