|5| Isi Hati Yang Terpendam

29 5 0
                                    

Why am I still crying?
There's no use left in crying
But I'm still out here crying

—M.D—

=====

Pernahkah kamu berpikir bahwa dunia itu semu? Pernah berpikirkah kamu bahwa orang-orang yang sedang bersamamu saat ini, kelak akan menjadi orang yang pada akhirnya akan meninggalkanmu terlebih dahulu?

Lalu pernah kah kamu berpikir bahwa lebih baik, kamu dululah yang pergi meninggalkan dunia ini dibandingkan kamu harus merasakan sakit yang amat luar biasa sebab ditinggalkan?

Jizan selalu takut akan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, ia tak tahu perasaannya sendiri. Jizan takut, bahwa saat Ayah dan Juan meninggalkannya, Jizan tidak dapat menangisi dan meratapinya.

Jizan takut.

Jizan berdoa pada Yang Di Atas, ia harus pergi terlebih dahulu sebelum Ayah dan Juan. Jizan selalu berdoa dalam harapan kelabu nan semu, kalau-kalau Tuhan berbaik hati, Ia akan mengabulkannya.

"Semalam Ayah pulang jam 10, Ayah cek ke kamar kamu dan kamu gak ada. Jadi, semalam pulang jam berapa?" tanya Ayah memecah keheningan di meja makan pagi ini. Jizan melirik Ayahnya singkat sebelum akhirnya kembali fokus memakan nasi gorengnya.

"Kerja kelompok," jawabnya.

"Sampai tengah malam?" tanya Ayah lagi, tampak seperti tidak percaya. "Ayah aja tanya Juan katanya gak tahu, kalau cuman kerja kelompok, kenapa kamu gak kabarin Juan?"

Jizan menghela napasnya, ia menatap sang Ayah. "Sebenarnya inti dari ucapan Ayah apa?" tanyanya balik.

"Kamu kan tahu Juan itu adik, tapi kamu tinggal dia sendirian di rumah sampai malam. Kamu gak mikir? Gak kasihan apa sama adikmu ini? Dia kan cuman punya kamu sama Ayah," tutur Ayah lugas. Jizan menganggukkan kepalanya. "Maaf, Yah. Lain kali aku ajak Juan."

"Gak perlu, aku juga udah besar. Apaan sih, Yah," sahut Juan kesal. Ia mengambil tas ranselnya, ia cangklungkan pada punggung. "Mulai sekarang berangkat atau pulang aku mau sendiri aja."

"Gak boleh," ucap Ayah cepat. "Kamu adik, nurut sama Ayah."

"Aku bisa sendiri," bantah Juan lagi. Sang Ayah menghela napas berat, menatap Juan seperti tidak ingin dibantah. "Nurut atau Ayah pindahin sekolah kamu lagi." Hal tersebut mengundang api amarah dari hati Juan, seudah sejak kemarin moodnya memburuk.

"Ayah kenapa sih? Aku masih gak tahu kenapa sih Ayah sebegitu khawatirnya, aku itu udah SMA, Ayah! Aku suka Ayah perduli dan sayang sama aku, tapi jangan berlebihan!" seru Juan dengan berapi-api. Sepertinya ia sudah terlampau marah.

"Juan, jaga bicara kamu," tegur Jizan yang jelas diabaikan.

"Lo juga, gue tahu lo pingin dipercaya Ayah. Tapi cara lo salah! Di depan Ayah aja lo jadi anak baik-baik! Padahal di belakang Ayah kayak apa kelakuan lo?!"

"Maksud kamu apa, Juan?" Ayah terlihat kebingungan, sementara Jizan tetap pada wajah datarnya.

"Memangnya gimana kelakuan Jizan di belakang Ayah?"

"Ayah.."

"Apa sih yang bisa Ayah harapin dari Jizan?" tanya Juan tanpa berpikir.

Kalbu Kelabu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang