|1| Sebuah Rasa

170 12 1
                                    

You can't make your heart feel something it won't
Here in the dark, in these final hours
I will lay down my heart and I'll feel the power
But you won't, no you won't
'Cause I can't make you love me, if you don't

—Dave Thomas

=====

Banyak orang bilang bahwa kebahagiaan itu nyata dan jelas. Banyak orang bilang bahwa kebahagiaan itu sederhana, ia tak tampak, namun mendebarkan hati. Banyak orang juga bilang, kebahagiaan itu bukan tujuan kehidupan, alih-alih pendamping kehidupan.

Manusia memang unik, bagaimana mereka mengerti arti kebahagiaan? Mereka bilang jika kita ingin bahagia, maka kelak kita akan memang bahagia. Mereka bilang bahwa ending kehidupan akan selalu baik.

Nyatanya, sejak Jizan lahir. Ia tak pernah merasakan kebahagiaan, ia selalu merasa tak ada emosi mengalir di jiwa dan hatinya.

Raganya berjalan, namun seperti tubuh tiada arti. Hatinya kosong, bertemankan sepi yang abadi.

"Ayah, apakah kakak sakit?"

Jizan kecil kala itu hanya melirik Juan, sang adik, yang bertanya pada Ayahnya. Bibir Ayahnya hanya bergerak tanpa suara. Pandangan matanya menusuk penglihatan Jizan.

Jizan mengerti, Ayahnya tidak bisa menjelaskannya. Tanpa mengatakan apapun, Jizan tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Bahkan disaat seperti itu pun, Jizan tak bisa sakit hati ataupun terluka.

"Besok dampingi adikmu di sekolah ya. Kasihan dia, kayaknya di sekolah lama gak betah."

Jizan hanya melirik sang Ayah lalu mengangguk tanpa bersuara. Sedangkan Juan, tampak mengamati pergerakan kakaknya dengan cermat. Menanti apa yang akan dilakukan kakaknya itu. Hatinya bergemuruh, takut-takut bahwa balasan kakaknya menurunkan ekspetasi yang telah ia bangun.

"Kalau gak mau juga gak papa—"

"Tenang aja. Sekolah bukan tempat jahat." Jizan terlebih dahulu memotong ucapan Juan. Ia menatap adiknya sekilas sebelum akhirnya kembali menatap Ayah. "Aku bakalan bertanggung jawab atas Juan."

Ayah mengangguk-anggukkan kepala. Pria paruh baya itu membenarkan letak kacamatanya. "Ayah tahu kalian tidak dekat, maka dari itu Ayah harap setelah ini kalian akan jadi lebih dekat. Jizan, sebagai kakak Ayah harap kamu bertanggung jawab."

Jizan tersenyum tanpa arti terhadap sang Ayah, seakan-akan mengiyakan perkataan dan nasehatnya.

"Aku bisa jaga diriku sendiri, Yah. Lagi pula aku sudah besar," ujar Juan menatap sang Ayah. Ia merasa tak enak hati, canggung, semuanya menyatu dalam hatinya.

"Ayah gak minta Jizan buat jadi baby sitter kamu, Ayah cuman minta kalian saling jaga saja. Toh, keluarga memang seharusnya begitu kan?"

Kedua bibir Juan mengatup, tak lagi mau membantah ucapan sang Ayah.

"Ayah bener kok, sekarang ke sekolah atau gak kamu?" Jizan menatap Juan. Yang ditatap pun salah tingkah, pemuda itu buru-buru mengambil tas yang ia sampirkan di kursi.

"Berangkat dulu, Yah."

=====

"Hallo, Jizan."

Kalbu Kelabu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang