|12| Hari Ini

18 5 1
                                    

Like how we been wasting this time
All good we just get back to living

—J.P—

=====

"Ih, dibilangin Ayah aja yang jemput!"

"Ayah lagi ada kerjaan, capek juga. Udah ya, tungguin aja Kak Jizannya bentar lagi juga sampai."

Juan berdecak saat sambungan telepon itu diputuskan secara sepihak oleh Ayahnya.

Hhh, rasanya Juan ingin menghilang dari bumi ini sekarang juga.

"Baik-baik lo sama Jizan."

Emma tersenyum lebar ke arah Juan sebelum akhirnya menepuk bahu pemuda itu. Gadis itu kemudian hendak melenggang pergi, namun tangannya terlebih dahulu ditahan.

"Kenapa?"

"Jangan lupa jawab pertanyaan gue."

Mendengar ucapan Juan, Emma seketika jadi salah tingkah sendiri, gadis itu kemudian hanya mengangguk cepat dan meninggalkan halaman sekolah dengan pipi yang memerah.

Juan tertawa melihat itu. Emma ini lucu sekali.

Tak lama setelah itu tawa Juan lenyap, netra matanya dapat melihat mobil putih milik Ayahnya—yang sekarang sedang dikendarai oleh Jizan memasuki halaman sekolah.

"Masuk," titah Jizan. Juan menurut saja, pemuda itu masuk ke dalam mobil dengan keadaan canggung. Sementara Jizan di mobil, pakaiannya sudah seperti maling saja.

Ia memakai masker hitam dan topi berwarna biru dongker. Juan mengernyit, namun tak mau ambil pusing, Juan memilih untuk diam.

"Oh iya.." Ekor mata Juan mengamati pergerakan Jizan, pemuda itu mematikan AC mobil lalu mengubah kursi mobil menjadi tiduran. Tentu saja hanya kursi milik Juan.

"Kayaknya di rumah gak ada obat, mampir ke apotek dulu ya," ucap Jizan yang hanya diangguki oleh Juan.

Demi Tuhan, situasi sekarang ini sungguh canggung untuk Juan. Entah bagaimana dengan Jizan, sebab pemuda itu hanya memasang wajah datar sedari tadi.

"Ekhem." Juan berdehem untuk menetralkan suaranya. "Mata lo kenapa bengkak sebelah gitu?" tanya Juan akhirnya.

Jizan melirik adiknya itu sebelum menjawab, "gak sengaja kepukul Marko," jawabnya yang tentu saja berbohong.

Dalam hati Jizan merapalkan beribu-ribu maaf untuk Marko. Kali ini saja ya Marko, pinjam namamu, terima kasih..

"Masak sih?" Juan berpura-pura berpikir. Namun dalam hati, Juan berdecak kesal. Jizan benar-benar tak ingin berbagi apapun dengannya.

"Tadi malam lo ke rumah Marko ya? Marko bilang lo nyariin gue," tutur Jizan. Juan mengangguk cepat.

"Kenapa? Ada masalah?"

"Khawatir," jawab Juan memilih untuk jujur. Jizan nampak terkejut sebentar sebelum akhirnya wajahnya itu kembali datar.

"Kan bisa telepon."

"Kayak lo jawab aja."

"Tadi malam main doang kok, terus gak sengaja ketiduran." Juan hanya mengangguk tak perduli saja, ia malas mendengar kebohongan Jizan terus-menerus.

"Lo jengkel gak sih kalau misal punya temen yang suka bohong ke lo?" tanya Juan tiba-tiba. Jizan menoleh ke arah pemuda itu. "Lo punya temen?" tanyanya balik.

Juan berdecak sebal. "Lo ngejek gue?"

"Gak, nanya doang."

"Pertanyaan lo itu kayak ngehina."

Kalbu Kelabu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang