Remember when I told you
"No matter where I go
I'll never leave your side
You will never be alone"Even when we go through changes
Even when we're old
Remember that I told you
I'll find my way back home—SHAUN—
=====
"Lo jangan cemberut aja dong! Itu bakso dimakan!"
Juan melirik Emma yang sudah memasang wajah kesal, matanya kemudian menelisik sekitar kantin yang tampak ramai, namun entah mengapa hati Juan terasa kosong.
Sampai pagi haripun, Jizan belum pulang ke rumah.
"Gak lapar, Emma," jawab Jizan pelan, ia mengaduk-aduk bakso di depannya dengan tak berselera. Emma menghela napas kasar. Gadis itu menyingkirkan mangkuk bakso dari hadapan Juan.
"Gue gak tahu masalah lo apa, tapi hidup itu terus jalan, Juan. Dengan atau tanpa lo. Kenapa lo gak memperbaiki semuanya sebelum akhirnya benar-benar menyesal?" tutur Emma.
Juan mengangkat satu alisnya. "Tahu dari mana lo kalau gue menyesal?"
"Muka lo itu daritadi kayak tampang orang merasa bersalah. Lo merasa bersalah sama siapa?"
Juan mendengus. "Gak ada."
"Beneran?"
"Kalau gue sudah terlalu melukai orang, gue harus apa?" tanya Juan kembali. Emma nampak berpikir, berusaha menimang-nimang jawaban yang tepat.
"Minta maaf dengan tulus. Klasik sih memang, tapi lo pernah gak sih denger kalimat sederet kata fana itu mampu membuat seseorang terluka maupun bahagia? Menurut gue itu sungguh benar. Minta maaf dengan tulus dengan hanya minta maaf itu adalah dua hal yang berbeda," tutur Emma. Gadis bermata kucing itu mengendikan bahunya. "Lebih baik berusaha daripada enggak sama sekali."
"Kalau memang gak bisa dimaafin gimana?" tanya Juan khawatir. Emma menghela napasnya. "Kenapa gak bisa? Sebenarnya memaafkan itu bukan perihal untung pada siapa, bukan juga sebuah keharusan atau tidak. Tapi memaafkan itu sendiri upaya untuk berhenti melukai diri sendiri. Kalau orang itu mamahami arta memaafkan sesungguhnya, dia setidaknya akan berusaha."
Emma menjeda ucapannya,
"Gue gak bilang lo akan langsung dimaafkan, tetapi usaha itu pasti."
Hari ini, Juan benar-benar dibuat termenung oleh setiap kata-kata yang ia anggap remeh.
Seperti memaafkan, contohnya.
=====
"Ayah, maafin aku."
Langkah Ayah terhenti pada perkarangan rumah. Jizan di belakangnya menunduk, tak sanggup menatap sang Ayah. Jizan dapat melihat kekecewaan memenuhi tatapan Ayah.
"Kenapa gak pulang?" tanya Ayah dengan suara parau.
"Ayah.."
"Kamu pikir Ayah akan marah sama kamu? Kamu pikir Ayah gak bisa merawat kamu?" tanya Ayah lagi, kali ini suaranya mengecil. Jizan hanya dapat menunduk, bibirnya kelu untuk menjawab sang Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalbu Kelabu ✔
General FictionTuhan tahu, bahwa mahakarya-Nya sungguh indah. ©hollagreel, 2024