(21) Let's Start The New Chapter

414 80 8
                                    

──○••○❁༺﷽༻❁○••○──

Ayesha tersenyum kepada teman-temannya. Berpamitan satu-satu, tak lupa memberikan hadiah yang telah dia siapkan. "Makasih, karena udah memperlakukan saya dengan cukup baik selama di sini, " ucapnya.

Para anggota napi itu beberapa di antaranya ada yang menangis. Merasa kehilangan sosok Ayesha yang memang mereka rasa tidak pantas ada di tempat ini. "Duh, Sha. Gue sedih banget sebenernya, yang bener di sini cuman elo aja. Yang bisa gue mintain saran dan nasihat, tapi ya lo emang harusnya gak di sini. Baik-baik, ye, Sha. Sorry kita-kita kagak bisa nengokin elo pas lahiran ntar," sesal Dian. Ayesha memeluk Dian sejenak.

"Nggak apa-apa, Mpok Dian. Mohon doanya aja, kalau gitu saya pamit, ya? Assalamu'alaikum warahmatullaah wabaraakaatuh. "

"Wa'alaikumussalaam. "

Derrel mengambil alih tas bawaan milik Ayesha. Dan tentu hal tersebut tidak luput dari para tahanan lain yang menyaksikan kepergian Ayesha. Dan banyak dari mereka yang memberikan sambutan hangat dengan senyuman dan ucapan selamat tinggal. Meskipun Ayesha mengalami pengalaman yang sulit di penjara, namun dia juga meninggalkan sebagian dari hatinya yang telah terikat dengan hubungan yang terjalin di antara sesama tahanan, bagaimana solidaritas juga sikap saling membantu satu sama lain.

"Lakinya dese kelihatan orang tajir melintir, ya? Koko-koko sih dari mukanya," komentar salah satu mantan mucikari di rumah bordil yang sangat tersohor pada masanya.

"Ayesha juga 'kan anak orang berada. Cakep juga, sepadan lah," balas Dian seraya menghapus air matanya. "Gak usah iri dengki deh lu! Lagian lu udah emak-emak, mana mau dia sama lu. Makin nambah umur mah mikiran amal dah, siapa tau besok salah satu dari kita jadi jenazah."

"Ih mulut iyey tuh harus eike kasih sajen! Tapi, mantep sih, kayaknya dese masih minat kalau langsung eike samperin pakai jurus cintah menggodah uh lalaa," guraunya mengundang rasa geram Dian.

"Mantep pale lu sini gue jedugin! Dah sana-sana! Jangan bikin gue emosi deh lu!" usir Dian sensi. Selama ini, Dian lebih terlihat tenang hanya ketika ada Ayesha. Maka, selepas Ayesha pergi. Dia kembali pada tabiat asalnya.

Tentu, Dian sangat kehilangan Ayesha. Gadis itu ... Sangat mengingatkan Dian pada mendiang adiknya. Dan keberadaan Ayesha saat itu cukup menjadi pelipur atas kesedihan Dian. Di balik semua kejahatan yang Dian lakukan. Adiknya menjadi satu-satunya alasan ia bertahan. Bahkan ketika Adiknya harus mengalami ketidakadilan. Dia berani maju melewati batasan hukum untuk menghabisi orang yang telah membuat adiknya pergi. Harapannya, semoga Ayesha bisa hidup dengan baik dan terlindungi dari segala hal jahat. Aamiin.

Di sisi lain, Ayesha saat ini tengah menghirup udara segar dengan penuh syukur. Langit biru yang cerah dan sinar matahari yang hangat menyambutnya di luar. Dia merasa seperti telah terbebas dari belenggu yang telah mengikatnya selama ini. Rasanya begitu lega ketika bisa terbebas dari apa yang membuat hatinya terasa berat selama ini.

Derrel, dengan penuh perhatian, menggandeng tangan Ayesha saat mereka berjalan menuju mobil yang telah diparkir di luar penjara. Pandangannya penuh kasih sayang saat dia menatap Ayesha, seolah ingin meyakinkannya bahwa segalanya akan baik-baik saja.

Di tempat parkir, keluarga Ayesha menunggu dengan gelisah dan haru. Ardan, sang ayah, berdiri dengan tegar di antara mereka, wajahnya mencerminkan campuran antara kebanggaan dan kelegaan yang sulit untuk disembunyikan. Rumaysha, sang ibu, memeluk erat Dehan, kakak Ayesha, sambil sesekali meneteskan air mata bahagia. Meskipun Qilla tidak dapat hadir karena masih dalam pemulihan pasca persalinan, namun kehadiran Aysar, paman Ayesha dan adik dari Rumaysha, memberikan kehangatan dan dukungan tambahan bagi keluarga.

(Bukan) Rumah Singgah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang