(24) Miracle For Us (End)

595 71 11
                                    

Derrel berharap, jika apa yang dialaminya saat ini sungguhan hanya mimpi. Di mana dia tidak harus merasakan untuk yang kedua kalinya memandikan jenazah istrinya. Jauh tidak dapat terbayangkan ketika putri kecilnya terlahir dengan usia yang tak cukup. Di usia 26 minggu, dengan sang ibu yang meninggalkannya di usia sekecil itu.

"Cha, dia sudah terlahir. Sangat mungil, apa kamu tega meninggalkan dia yang masih sangat butuh kamu itu?" Tak henti-hentinya Derrel berharap keajaiban. Bahkan sekalipun Ayesha telah dinyatakan meninggal dunia. Derrel tetap kukuh meminta agar dokter tetap memasangkan semua peralatan pada tubuh sang istri. "Aku ... Rasanya nggak sanggup kalau harus membesarkan dia sendiri, Cha. Wallaah, walaupun bisa saja membesarkannya tanpa kamu. Tapi, aku-" Ucapan Derrel terputus saat mendapati mesin EKG yang sempat menunjukkan garis lurus itu kembali menunjukkan ritme tak beraturan disusul dengan suara nyaring dan pergerakan jari lentik Ayesha.

Bergegas saja dia menekan tombol darurat. Tidak butuh lama, tim medis mulai berdatangan untuk memeriksakan kondisi pasien yang sempat dinyatakan meninggal dunia dua puluh menit yang lalu.

Dengan harap-harap cemas, Derrel menunda tangisannya. Bagaimanapun, saat ini dia hanya fokus untuk berpikir tentang apa yang terjadi pada istrinya saat ini. Apakah ... Harapan itu masih ada? Disaksikannya seluruh tim medis mulai memasangkan kembali peralatan-peralatan yang sempat dilepaskan. Terutama cairan infus berisi darah segar sesuai dengan golongan darah Ayesha. Nampak sekali Dokter-dokter yang ada di sana memantau kondisi Ayesha sepuluh menit lamanya. Sampai akhirnya, Derrel dibuat bingung karena tim medis lainnya memperlakukan Ayesha layaknya pasien yang sedang tidak sadarkan diri.

"Lazarus syndrome, ketika pasien dinyatakan meninggal dunia. Lalu tanpa diduga, dia justru kembali." Sungguh, Derrel benar tidak paham. Apakah ini artinya Ayesha masih hidup?
"Atas seizin Allah, pasien dinyatakan belum meninggal dunia dan sedang berjuang melawati masa kritisnya."

Derrel memastikan langsung, dia meraih tangan sang istri yang sempat terasa sedingin es. Rasanya hangat ....

"Kami akan melakukan pemantauan selama beberapa jam ke depan untuk memutuskan tindakan selanjutnya, " kata Dokter meninggalkan Derrel yang tergugu di tempatnya. Dia menatap sang istri yang terlelap dengan damai. Dengan teliti matanya mengawasi, memperhatikan apakah perut Ayesha bergerak sebagai mana orang pada umumnya yang tidur lalu perut mereka nampak bergerak-gerak.

"Cha ...." Derrel kehilangan kata-kata. Dia terhimpit di antara rasa takut dan ketidakpercayaannya. Dia sungguhan terguncang. Takut-takut jika apa yang dia alami saat ini hanya sebuah ilusi. Saking kacaunya ia, Derrel kehilangan kesadarannya ketika berusaha untuk meraih tangan sang istri. Pandangannya mengabur, begitu saja, Derrel langsung tergeletak bersamaan dengan perawat yang hadir untuk mengambil sample darah Ayesha.

***

"Derrel? Masih pusing?" Didapatinya Ardan duduk di samping ranjangnya. Derrel melihat ke sekelilingnya. Matanya membola saat mendapati ... Ayesha duduk di sana, tengah dibantu Rumaysha memakan sesuatu. Wajahnya memang pucat. Lalu Derrel menatap dirinya sendiri.

"Kamu pingsan selama kurang lebih tujuh jam, Dokter bilang kamu kena tipes," jelas Ardan. Derrel menatap Ayesha lamat-lamat. Hingga sang empu sadar jika dirinya ditatap dengan intens.

"D-dia siapa?" tanya Derrel gemetar.

Ardan tertawa, tapi disertai mata yang berkaca-kaca. Sebab dia paham sekacau apa Derrel saat Ayesha dinyatakan meninggal duni.

"Dia kembali ... Untuk bayi mungil kalian juga kamu." Derrel tidak langsung merespon. "Tapi, dokter menyampaikan kalau penglihatan Ayesha tidak berfungsi sebelah. Secara permanen. Ayesha hanya bisa melihat dengan mata kanannya saja."

Tidak peduli dengan kondisinya, Derrel mencabut kasar selang infusnya. Hanya untuk menghampiri sang istri.

"Cha ...." panggil Derrel dengan suara serak. Ayesha memberanikan menatap Derrel. Dia sudah tidak bisa lagi menatap wajah suaminya dengan penglihatan yang jelas. Saat itu juga, Ayesha menangis.

Ardan berisyarat pada Rumaysha untuk mengizinkan Ayesha dan Derrel menghabiskan waktu bersama.

"Sayang ...." Nada bicara Derrel sangat terdengar parau.

"Mas ...." bisik Ayesha tak kalah lirih.

"Terimakasih, sayang. Terimakasih ...."

"Mas, aku ... Aku takut kalau kebutaan ini akan menghambatku dalam mengurusi Mas dan bayi kita," kata Ayesha. Pecah sudah tangisnya. "Dokter nggak merekomendasikan kehamilan yang kedua. Sebab, jika sampai terjadi kehamilan. Aku-"

"Nggak, Cha. Nggak masalah, aku bakal pergi buat lakuin vasektomi. Dengan yang sekarang saja sudah cukup, kita berusaha keras agar bayi mungil kita bisa tumbuh dengan selayaknya," kata Derrel. Dia mengecup punggung tangan sang istri, lalu mengusap pipi Ayesha dengan lembut.

"Pernikahan itu bukan cuman tentang kewajiban istri yang harus mengurus suami. Tapi, tentang suami yang juga wajib mengurus istrinya. Gak cuma tanggung jawab kamu yang harus mengurusi anak kita, tapi jadi tanggung jawab kita. Aku dan kamu. Sebagaimana kamu merawatku, aku juga harus merawat kamu."

"Aku ... Sekarang sudah nggak bisa lihat dengan baik lagi, Mas," lirih Ayesha menegaskan bahwa dirinya saat ini menjadi perempuan buta.

"Nggak masalah, keberadaan kamu jauh lebih berarti, Cha. Jangan pernah berpikir kalau aku akan meninggalkan kamu hanya karena kamu mengalami ini semua. Kamu alasanku untuk banyak sekali perjuangan," tegas Derrel.

"Mas ...."

"Bagaimana pun kondisi kamu, kini ataupun nanti. Kehidupan kamu hingga hari ini jauh lebih berharga, Cha," tegas Derrel tak mau sang istri terbebani.

"Apakah anak kita akan baik-baik aja, Mas? Dia bahkan begitu kecil," lirih Ayesha ketika teringat putri kecil mereka.

"Insyaallah, kita memohon pertolongan Allah, ya? Semoga Allah memberikan kesembuhan dan kekuatan untuknya. Alhamdulillaah ... Maha Baik Allah yang telah membantu kita. "

"Apa gak apa-apa kalau aku hanya seperti ini?"

"Apa yang perlu dipermasalahkan? Bagiku sudah cukup kamu masih di sini, Cha. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmushshalihaat, pertolongan Allah sungguh nyata."

The End

.
.
.
.

dah yaaaa, hehe yuk tulis kesan baca BRS. akhirnya bisa selesai juga :) alhamdulillah


(Bukan) Rumah Singgah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang