06

23 4 0
                                    

🦊🦊

Seusai pulang dari kampus, Jaemin merengek meminta daging sapi panggang. Ia terus-menerus mengatakan jika perutnya sangat kelaparan, seperti tidak makan satu bulan. Shiyeon agak tercengang, rupanya Gumiho itu pandai sekali membual.

Tetapi, daripada nyawanya melayang secara cuma-cuma. Pada akhirnya Shiyeon tetap menuruti permintaan Jaemin yang ingin makan daging sapi panggang. Lebih baik uangnya saja yang melayang cuma-cuma, daripada nyawanya yang berharga. Pukul setengah delapan malam tadi, Shiyeon menyempatkan diri untuk membeli daging ayam, dan daging sapi mentah. Dia juga mengambil kesempatan untuk membeli Soju kaleng sebanyak dua buah.

Ngomong-ngomong, malam ini keduanya tengah berada di-rooftop.

“Kenapa kau keras kepala sekali ingin tinggal bersamaku?!” Shiyeon sewot, dia agak dongkol dengan Jaemin yang terus-menerus kukuh ingin tinggal dengannya.

Jaemin menatap sekilas pada Shiyeon, kemudian kembali melanjutkan aktivitas memakan daging panggang nya. Sebenarnya Jaemin sempat ingin memakan daging mentah saja. Akan tetapi, Jaemin menangkis keinginannya saat dia teringat pada niatannya yang ingin menjadi Manusia.

Jaemin selesai dengan makanannya. Dia menjilati jari-jarinya lalu mengelapnya dengan tisu basah yang sudah tersedia di atas meja. Padahal Shiyeon sudah menyediakan sumpit dan garpu untuknya, lalu pribadi Gu itu menatap Shiyeon dengan tatapan teduhnya, yang malah dibalas dengan kernyitan dahi oleh Shiyeon.

Semilir angin malam membuat anak rambut Jaemin menari-nari, ngomong-ngomong soal Warna rambut Jaemin. Warna rambut Jaemin kerap berubah warna, dari hitam ke biru. Sesuai dengan keadaan Jaemin sendiri, tapi dia juga bisa menyesuaikannya sesuai keinginan ... Hm, tidakkah ini seperti bunglon?

“Tanyakan semua yang kau ingin tahu. Dan aku bersedia menjawabnya,” ujar Jaemin mantap.

Shiyeon membuang napas berat, tapi dia  mengangguk samar. “Arasso ... ”

Shiyeon terlebih dahulu menyingkirkan pemanggangan juga alat makan bekas Jaemin, pada lantai.

Shiyeon melipatkan kedua tangannya di atas meja, diotaknya sudah banyak pertanyaan-pertanyaan yang siap ia layangkan pada Jaemin. Dia menatap Jaemin lekat, dan tatapan mata Jaemin yang selalu teduh padanya sama sekali tidak berubah.

“Ada begitu banyak pertanyaan dalam otakku,” tutur Shiyeon.

Gwaenchana, aku akan menjawabnya. Tanyakanlah.”

Jaemin berharap setelah semua pertanyaan Shiyeon terjawab, gadis itu bisa mengizinkannya untuk tinggal bersama. Meskipun besar kemungkinan gadis Manusia ini menolak.

Shiyeon mengangguk, tidak ingin membuang-buang waktu, maka dari itu dia memulai sesi pertanyaannya.

“Pertanyaan pertama ... Kenapa kau bisa di kurung di dalam Guci itu? Kenapa di kuil itu?” Shiyeon menyipitkan matanya saat matanya sedikit perih, karena terkena terpaan angin.

Jaemin langsung menjawab, “Kuil itu kuil tua. Aku membuat kesalahan, dan Dewi Hutan—Gu-SunHyang—leluhur gunung menghukumku.”

“Apa kesalahanmu?” tanya Shiyeon cepat.

Jaemin tidak langsung menjawab, dia malah menatap mata Shiyeon semakin dalam. “Aku banyak membunuh Manusia karena keserakahanku.”

“Kau ... Mengambil jantung dan hati mereka?”

Jaemin mengangguk, tebakan Shiyeon tepat sasaran, membuat Shiyeon menelan Salivanya ngeri sembari meringis, jantungnya menjadi berdebar was-was. Shiyeon mengalihkan pandangannya dari Jaemin, mencoba maklum dengan apa yang pernah dialami oleh Jaemin.

Secret Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang