Pertemuannya dengan Lion, membuat hidup Arya semakin tak tenang. Dia merasa seakan separuh jiwanya telah dibawa pergi oleh Maudy serta buah hati mereka. Rasa bersalah semakin menyelimuti Arya. Bagaimana bisa ia tidak mengetahui bahwa Maudy tengah mengandung di saat mereka bercerai dahulu. Arya semakin menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja saat itu ia tidak menjadi pria jahat, pasti Lion tak akan merasa kesepian karena membutuhkan sosok ayah. Arya kembali bersedih, karena dirinya sendiri yang membuat Lion tumbuh besar tanpa mengenal sosok ayah.
Arya ingin membayar semua dosanya dahulu. Arya ingin menebus semua rasa sakit yang ia torehkan kepada Maudy. Tapi, bagaimana cara Arya akan menebusnya? Bahkan Maudy saja tak ingin bertemu dengannya. Arya tentu sangat memaklumi semua itu. Bagaimana pun, Maudy berhak untuk membencinya selama mungkin. Bahkan Arya yakin jika Maudy akan membencinya hingga mati.
Arya membuka ponselnya, menampilkan foto dirinya yang tengah menggendong Lion tempo hari yang lalu. Bocah itu begitu menggemaskan. Arya ingin menggigit pipi milik Lion. Arya sudah merindukan anak yang baru sekali ia temui itu. Harapan yang hanya akan menjadi angan-angan saja. Sebab Arya masih belum mendapatkan kata maaf dari mantan istrinya tersebut.
"Lion, maafkan Ayah ya. Ayah ingin bersama Lion. Ayah ingin melihat Lion sampai Lion besar. Maafkan keegoisan Ayah ya, Sayang."
Arya kembali menutup ponsel itu kalu memasukkannya ke dalam saku jaket miliknya. Pria yang sudah terduduk di atas motor itu lantas memandangi rumah keluarga Maudy. Sudah menjadi kebiasaannya untuk sekadar memandangi rumah milik Juna, semenjak Sinta memberi tahukan kepadanya bahwa Maudy telah kembali. Arya tentu senang mendengar kabar tersebut. Namun yang terjadi, ayah satu anak ini hanya berani memandangi rumah tersebut setiap malam. Menunggu hingga lampu di dalam rumah besar itu padam. Seperti sekarang ini, Arya segera bergegas menyalakan mesin motor miliknya. Tak ketinggalan mengenakan helm sebagai pelindung kepala.
"Selamat malam, Maudy dan Lion. Semoga kalian berdua mendapatkan mimpi yang indah."
***
Arya begitu bahagia ketika Sinta memberi tahu bahwa ia bisa menemui Lion. Wanita itu mengatakan bahwa Maudy sedang berlibur bersama temannya. Jadi ini adalah kesempatan Arya untuk bermain bersama Lion.
Pria itu kini sudah menggendong Lion yang sedari tadi sibuk bermain puzzle. "Ayah! Hahaha geli, Ayah!"
Arya terdiam sejenak, Lion memanggilnya Ayah? Ada rasa bahagia yang begitu menggenangi jiwanya. Tidak, Arya sangat bahagia mendengar panggilan dari bibir mungil putranya ini. Arya tak perlu berpura-pura menjadi orang asing lagi.
"Lion manggil Ayah?"
Bocah itu mengangguk, "Nenek bilang kalau jangan panggil Om Arya tapi panggil Ayah. Jadi Ayah sudah tidak main hide and seek lagi?"
Arya segera memeluk Lion dengan erat. Air matanya tak kuasa untuk tak mengalir. Masihkah pantas jika dirinya mendapatkan semua kebahagiaan ini? Rasanya Arya sudah tak pantas lagi. Arya merasa semua kesalahannya tak bisa termaafkan.
"Ayah, kenapa menangis? Ayah lagi sedih? Kata Mama kalau sedih harus banyak dapat hug sama kiss."
Lion segera mencium pipi tirus dari sang ayah. Bocah itu selanjutnya memeluk leher Arya. Tak berapa lama, Lion beralih untuk mengusap air mata yang masih menggenangi wajah Arya.
"Ayaaah! Jangan cry terus. Nanti Lion ikut bersedih."
Arya tersenyum penuh arti, kemudian bibirnya beralih untuk menciumi wajah menggemaskan milik Lion. Arya bersyukur sekali, Maudy membesarkan Lion dengan baik. Bocah itu tumbuh dengan ceria dan tumbuh menjadi anak yang aktif.
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Beginning [TAMAT]
ChickLitHidup adalah pilihan. Begitu pun hidup dari Maudy. Ia harus memilih, bertahan dengan hati atau pergi dengan logikanya.