34. Selamat Datang, Adik

2.2K 130 7
                                    

Lion duduk termenung di kursi tunggu. Bocah kecil itu dipangku oleh Sinta. Kakek neneknya setia menunggu kelahiran cucunya di luar. Tentu mereka bersemangat, sebab ini kali pertama mereka mendampingi kelahiran dari bayi Maudy. Meski dalam hati tak pernah putus doa agar putri bungsu mereka selamat sampai si kembar lahir.

"Neneeek, Mama sakit ya di dalam?" Tanya Lion kepada sang nenek yang memangkunya.

Sinta mengelus pelan wajah sang cucu. Terlihat gurat khawatir dari Lion. Cucunya ini amat menyayangi Maudy. Sedari tadi tatapan Lion tidak pernah berpaling dari ruanh bersaling yang ditempati oleh Maudy. Tangan mungilnya terus menggenggam jemari Sinta dengan kuat.

"Iya, tapi nggak lama. Nanti nggak sakit lagi kalau adik udah keluar. Lion yang sabar, ya. Kita berdoa supaya Mama sehat terus."

Tambah khawatirlah Lion dibuatnya. Berarti sang ibunda memang sedang merasa kesakitan. Seharusnya tadi Lion mengikuti Maudy saja. Bocah itu baru dijemput oleh kakek dan neneknya, setelah mereka diberi tahu oleh Arya. Tahu-tahu ia dibawa menuju rumah sakit, lalu bertemu Maudy yang menunggu pembukaan sempurna. Lion dihadiahi kecupan oleh Maudy, sebelum wanita itu memasuki ruang bersalin.

"Kasihan Mama, Neneeek. Lion harus bantu Mamaaa. Lion mau menemani Mamaaa."

"Yang bisa menemani itu Ayah dan dokter, Lion. Kita di sini nunggu aja. Nanti bertemu Mama kalau adik udah keluar." Terangnya secara lembut agar sang cucu mengerti.

Lion makin tidak tenang. Tubuhnya menggeliat ingin memberontak dari pangkuan sang nenek. Wajahnya sudah memerah menahan tangisan. Lion harus pergi! Lion harus menemani ibundanya. Kasihan Maudy kesakitan di dalam.

"MAMAAA ... MAMAAA ... HUAAAA."

Akhirnya, Lion hanya mampu mengeluarkan tangisnya. Bingung bagaimana menyalurkan rasa khawatir yang membelenggu. Takut jika sang ibu mengalami hal yang tak ia inginkan.

"Sssh. Cup cup cup. Tenang ya, cucunya Nenek. Nanti kita bertemu Mama kalau dokter sudah keluar."

Beruntung, tenaga Sinta masih kuat. Wanita paruh baya itu menimang sang cucu hingga tenang kembali. Sesekali menciumi puncak kepala Lion. Merasa nyaman, bocah kecil itu lantas tertidur di dalam gendongan neneknya. Barulah Sinta menidurkan Lion di kursi tunggu dengan berbantalkan paha suaminya.

***

Di dalam ruang bersalin, kondisi Arya tak kalah kalutnya. Setelah beberapa jam menemani sang istri menahan sakitnya kontraksi. Kini pria itu dihadapkan dengan kelahiran darah dagingnya. Kali pertama ia merasakan pengalaman seperti ini. Ketegangan, sedih, takut, bahagia bercampur menjadi satu. Meski berulang kali Maudy berkaya bahwa ia sudah pernah merasakan seperti ini. Tetap saja Arya khawatir.

Mulutnya sampai tak mampu mengeluarkan satu patah kata saja. Terlampau takjub dengan semua pemandangan di depan mata. Dimana Maudy mengejan keras. Lalu dokter yang begitu telaten memberikan instruksi kepada istrinya. Begitu takut kala melihat raut kesakitan dari Maudy.

Jantungnya serasa jatuh di saat tangisan pertama terdengar menyapa telinga. Belum selesai, perjuangan Maudy terus berlanjut untuk bayi lainnya. Tangan Arya sedari tadi menggenggam tangan Maudy hanya ini yang mampu Arya lakukan.

Kalimat syukur tak berhenti Arya gumamkan dalam batin, tatkala si bungsu berhasil lahir dengan selamat. Anaknya, darah dagingnya. Air mata yang sedari terpendam akhirnya berhasil keluar.

"Sayang, kamu baik-baik aja? Masih ada yang sakit?"

Arya memberanikan diri bertanya serta menatap wajah sang istri yang bermandikan keringat. Setelah serangkaian hal, akhirnya Maudy dipindahkan ke ruang inap. Bibirnya terlihat begitu pucat dan kering. Matanya setengah terpejam, akan tetapi ia harus menjaga kesadarannya.

End Of Beginning [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang