Pernikahan telah sukses digelar. Pesta meriah itu diadakan di sebuah hotel yang mewah. Bahkan Wisnu baru pertama kali merasakan pesta sebagus ini. Meski ia harus menyasikan Maudy yang hanya termenung tanpa ekspresi apapun.
Andai saja Wisnu bisa membagikan kebahagiaan ini kepada keluarganya. Sayang sekali mereka tak pernah menyaksikan dirinya saat melepas masa lajang. Wisnu tak bisa membayangkan bagaimana wajah sumringah adik-adiknya yang melihat tumpukan makanan lezat di atas meja. Wisnu hanya bisa tersenyum getir. Kenyataannya keluarga yang ia sayangi masih berduka atas kepergiannya. Hah rasanya Wisnu ingin berteriak di tengah pesta super megah itu.
Hingga pesta berakhir dan sepasang suami istri ini berada di dalam kamar milik Arya. Maudy masih saja diam. Gadisnya itu sudah melepas gaun serta menghapus riasan pada wajahnya. Sekarang Maudy tengah duduk termenung di atas ranjang yang besar. Tak berniat bergerak sedikit pun.
Wisnu mendekati Maudy, mengelus puncak kepala milik gadisnya. "Kenapa kok masih aja sedih?" Tangannya bergerak untuk menggerakkan bibir Maudy, membentuk sebuah senyuman. "Senyum, dong. Masa pengantin baru sedih mulu."
Maudy malah menghempas tangan Wisnu. Ia tak berniat untuk meladeni semua ucapan dari Wisnu. Gadis ini masih tak menerima jika ia akan menikah di usianya yang baru menginjak awal 20 tahunan. Jauh dari perkiraannya.
Tak begitu menggubris penolakan dari Maudy. Pria itu mengeluarkan sebuah kotak dari dalam laci. Wisnu menyodorkan kotak tersebut kepada Maudy. Membuat gadis itu mengernyit heran.
"Ini apa?"
"Jangan dibuka dulu!"
Wisnu menahan tangan Maudy yang akan membuka kotak tersebut. Tangannya beralih menggenggam jemari milik Maudy. Wisnu kembali menatap wajah gadis tersebut. Tak dapat dibohongi, kini matanya mulai menitikkan air mata. Ia sungguh berat untuk meninggalkan gadisnya ini.
"Aku nggak nyangka bisa melihat kamu menikah ..."
"Maudy, sayangku. Kayaknya waktu aku udah habis—"
"Nggak ... aku nggak mau. Aku nggak mau kamu pergi."
Maudy terus menggeleng, tak ingin jika Wisnu pergi. Gadis itu ingin terus bersama Wisnu.
"Kayaknya Tuhan kasih aku kesempatan spesial. Keinginan aku buat lihat kamu menikah, akhirnya terwujud."
Wisnu menghapus buliran bening yang membanjiri wajah Maudy. "Kamu cantik banget tadi—kamu selalu cantik. Kamu adalah wanita paling cantik yang pernah aku temui selama aku hidup."
"Kamu tau, nggak. Dulu aku sempat ragu buat ngomong suka sama kamu. Karena aku ngerasa nggak pantas. Kita berbeda, aku harusnya sadar diri buat nggak mengharap cinta dari kamu. Tapi kamu nerima aku. Bahkan kamu selalu yakinin kalau aku pantas buat kamu."
Wisnu menjeda kalimatnya, ia menghela nafas dengan panjang. "Sayang, terima kasih udah pernah hadir di dalam hidup aku. Terima kasih karena kamu selalu membuat aku merasa disayangi. Kamu adalah salah satu kenangan paling indah di hidup aku, Sayang. Meski pada akhirnya ... kita memang nggak ditakdirkan buat bersama."
Wisnu mengelus wajah yang sudah basah milik gadisnya. "Selamat ulang tahun, Sayang. Maaf aku telat ngasih hadiah buat kamu. Semoga kamu selalu bahagia, tidak ada kesedihan lagi. Pasti badai di dalam hidup kamu akan segera berlalu."
Pria itu tak kuasa menahan tangisnya, "Aku udah tenang sekarang. Aku minta kamu jangan tangisin aku, ya. Biarin aku tenang di sana. Kamu lanjut jalanin hidup biar aku juga bahagia di sana. Doakan aku ya, Sayang. Tapi jangan sambil nangis doanya, kamu nggak boleh sedih. Jangan mikir kalau nggak ada yang sayang sama kamu, ada aku yang selalu sayang sama kamu selamanya. Aku ... izin pulang dulu, Sayang. Selamat tinggal, Maudyku yang paling cantik."
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Beginning [TAMAT]
ChickLitHidup adalah pilihan. Begitu pun hidup dari Maudy. Ia harus memilih, bertahan dengan hati atau pergi dengan logikanya.