Arya terbangun terlebih dahulu dari tidurnya. Segera mematikan alarm dari ponsel miliknya. Pria itu merasakan hembusan nafas teratur dari Maudy yang tidur memeluk tubuh Arya dengan erat. Tangannya tak tahan untuk tidak mengelus puncak kepala sang istri.
Seperti pagi sebelumnya, Arya menggumamkan kalimat afirmasi positif pada dirinya sendiri. Tak lupa mengucap kalimat bersyukur di pagi hari. Salah satu kegiatan yang Maudy ajarkan serta guna menyembuhkan kesehatan jiwanya dari dalam. Setelah itu, dia membangunkan Maudy dengan cara menepuk pipi milik istri tersayangnya.
Biasanya, Maudylah yang terbangun terlebih dahulu. Namun pagi ini berbeda, istrinya mungkin kelelahan setelah kegiatan panas mereka semalam. Semenjak keluar dari rumah sakit, sang istri selalu menempel padanya. Seakan tak ingin berpisah. Tingkahnya jauh lebih manja dari biasanya serta dengan perubahan emosi yang drastis. Arya tidak keberatan, justru ia senang jika Maudy bergantung padanya.
"Maudy ... Sayang. Bangun dulu, mandi terus sholat subuh."
Maudy menggeliat di balik selimut. Matanya pelan-pelan terbuka. Mendapati wajah sang suami yang sudah segar. Ibu hamil itu lalu tersenyum, melayangkan kecupan ringan pada bibir Arya. Tidak sadar jika tubuhnya polos tanpa benang satu pun. Arya segera menaikkan selimut tersebut. Gawat jika pagi-pagi sudah melihat pemandangan seindah ini.
"Mandi dulu, ya. Aku mau bangunin Lion dulu." Pamitnya pada Maudy, hanya dibalas anggukan oleh sang istri.
Tak berselang lama, keluarga kecil itu selesai melaksanakan ibadah. Khusus hari ini Maudy tidak menemani Lion untuk mengaji sesuai tingkatannya. Ia serahkan tugas itu kepada Arya. Tubuhnya masih lelah, wanita itu memutuskan untuk tidur lagi.
Jadilah Arya yang mengawasi Lion. Mendengar putranya yang sebentar lagi menjadi kakak ini mengaji. Lalu menghafalkan beberapa doa. Rasanya seperti mimpi. Tidak pernah terbayang di benak Arya, bahwa ia menjadi sosok ayah yang mendampingi tumbuh kembang sang anak. Dahulu, kedua orang tuanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Dirinya tumbuh besar bersama asisten rumah tangga. Orang tuanya hanya melirik jika ia mendapat nilai yang bagus. Oleh sebab itu, dahulu Arya berusaha mati-matian untuk mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya.
Arya tidak ingin anak-anaknya tumbuh sepertinya. Mereka pantas disayangi tanpa harus berusaha. Arya sudah berkomitmen untuk ikut andil menjadi sosok ayah yang dapat diandalkan. Serta memberi kenangan indah pada semua anaknya.
"Ayaaah! Lion masih ngantuk." Rengeknya pada Arya.
Arya memandangi Lion yang matanya sudah terlihat berat untuk terbuka. Sementara sedari tadi kedua tangannya menggendong kucing gembul. Maudy memutuskan untuk memelihara kucing liar yang tempo hari pernah membuatnya terkejut. Kucing yang memberinya dua buntut kucing kecil lainnya. Menjadi kesayangan dari Lion. Tiada bosan bocah itu mengasuh tiga kucing itu layaknya teman.
"Lion nggak lapar? Nggak mau sarapan dulu?"
Lion menggeleng dengan cepat. "Lion mau tidur sama Mama dan Nono."
"Nanti Nono dicariin sama anaknya, dong. Lion tidur sama Mama saja, Nono di luar."
"Ayaaah!"
Lion sudah mulai tidak tenang. Raut wajahnya terlihat marah. Memang keinginan bayi yang mengantuk harus dituruti. Arya memutuskan untuk mengizinkan putranya saja. Daripada anaknya menangis lalu membangunkan Maudy.
"Ya sudah, Lion boleh tidur membawa Nono."
"Hore! Ayo Nono kita pergi!"
Arya kira, putra sulungnya ini hanya membawa Nono saja. Ternyata, bocah itu turut membawa dua anak kucing ke dalam kamar. Jadilah pagi itu Maudy tidur dengan memeluk Nono, kesayangannya. Sementara Lion dengan dua anak kucing—Tabby dan Tutu— di atas kepalanya. Ingin rasanya Arya bergabung, jika ia tidak bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Beginning [TAMAT]
Chick-LitHidup adalah pilihan. Begitu pun hidup dari Maudy. Ia harus memilih, bertahan dengan hati atau pergi dengan logikanya.