Arya melangkahkan kakinya dengan berat menuju rumah miliknya. Tepat hari ini, pria itu menjual semua asetnya demi membayar semua uang ganti rugi kepada para investor. Perusahaannya sudah tak dapat lagi terselamatkan. Semua proyeknya gagal, tak satu pun terlaksana. Kepalanya terasa berat setelah mengumumkan bahwa perusahaan yang milik ayahnya resmi bangkrut. Arya tak memiliki apapun lagi. Semua telah dia jual. Mobil-mobil mewah koleksinya, tanah, bangunan, saham, cabang perusahaan, hingga gedung perkantoran besar yang berdiri kokoh telah lenyap.
Arya hanya menyisakan sebuah mobil tua dan rumah milik kedua orang tuanya. Dia tak berani menjual rumah ini, sebab Arya tak punya andil apapun dalam pembangunan rumah. Biarlah rumah ini menjadi tempat bernaungnya dan menjadi barang berharga satu-satunya dari dirinya.
Memasuki rumah, terlihat Rima yang sudah terduduk di sofa dengan kepala yang menunduk. Wanita paruh baya yang biasa tampil anggun itu mendongak saat mendapati Arya sudah kembali dari urusannya. Terlihat jelas bagaimana Rima mengalami stress, terlihat dari tampilannya yang sudah tidah rapi lagi.
"Ma ..."
"Kita beneran miskin, Arya?"
Arya tidak menjawab, hanya mampu terdiam dengan wajah sendu.
"Jawab Mama, Arya! KITA BENERAN JATUH MISKIN?" Suara Rima mulai meninggi.
"KENAPA KAMU BODOH SEKALI, ARYA! KENAPA?"
"MAMA SUDAH BILANG DARI DULU TIDAK MENYUKAI WANITA ITU! SEKARANG LIAT AKIBATNYA! SEMUA YANG KITA MILIKI TELAH HILANG!"
"MAMA MALU MENEMUI TEMAN-TEMAN. MEREKA SEMUA MENGATAKAN BAHWA KAMU TUKANG SELINGKUH!"
Rima mulai melangkah mendekati Arya, menarik baju milik Arya lalu memukul-mukul dada anaknya tersebut.
"Cepat kamu temui keluarga Maudy! Berlutut sampai kami dimaafkan. Kamu harus kembali lagi bersama Maudy! Mama nggak mau hidup miskin! Mama nggak bisa hidup tanpa uang."
"Aku bakal berusaha lagi, Ma. Kita pasti bisa bangkit kembali." Ujarnya untuk menenangkan sang ibu.
"Semua salah kamu! Lihat, semuanya hilang! Andai saja kamu tidak bodoh dan tetap membuat istrimu di rumah ini, pasti semua ini nggak akan pernah terjadi!"
Bukannya tenang, Rima justru berteriak histeris. Wanita paruh baya itu terus meratapi nasibnya. Arya tidak dapat berbuat sesuatu untuk menenangkan sang ibu. Pria itu hanya menatap nanar Rima yang sudah terduduk di lantai sambil meraung-raung. Bagaimana Rima tidak terkejut, wanita itu tidak pernah hidup kesusahan. Harus menerima takdir jika hartanya ludes tak tersisa dalam sekejap. Bahkan yang menghabiskan hartanya adalah sang putra semata wayang yang telah ia besarkan sendiri.
Tidak ingin mendengar raungan dari sang ibu, Arya melangkahkan kaki menuju kamar miliknya. Sama dengan sang ibu, Arta juga begitu tertekan. Puluhan panggilan telah ia lakukan untuk menghubungi kolega yang ia kenal. Semuanya hanya menjadi sia-sia, bahkan mereka tak mau lagi untuk sekadar menengok Arya. Pria itu menyugar rambut, kepalanya sudah penuh dengan teriakan frustasi. Sebisa mungkin dia ingin berpikir jernih, apa daya, Arya tidak mampu. Sang ibu yang melimpahkan kesalahan padanya tambah membuat Arya semakin kalut.
Biasanya, Arya akan melihat sang istri dengan wajah tenangnya. Arya akan ikut tenang jika Maudy masih berwajah datar seperti biasa. Kini tak ada lagi wajah Maudy, ruangan kamarnya ini telah kosong. Wanita itu pergi tanpa membawa barang satu pun dari kamar ini. Tak hanya itu, Maudy juga meninggalkan surat gugatan cerai kepada Arya. Semakin membuat jiwanya terguncang. Tak pernah Arya menghadapi krisis hidup sepelik ini. Ia tak pernah menyangka bahwa semua orang meninggalkannya tanpa ampun.
***
Arya menarik nafas dengan dalam. Memberanikan diri untuk bertandang ke rumah milik keluarga Maudy. Setelah berhari-hari menenangkan pikiran, hari ini Arya memutuskan untuk menemui Maudy. Mungkin saja rumah tangganya bisa diperbaiki. Mungkin saja ...
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Beginning [TAMAT]
ChickLitHidup adalah pilihan. Begitu pun hidup dari Maudy. Ia harus memilih, bertahan dengan hati atau pergi dengan logikanya.