Hal pertama yang Arya lakukan setelah keluar dari rumah sakit ialah melamar pekerjaan. Harusnya dengan pengalaman yang banyak, Arya akan mudah mendapatkannya. Sebaliknya, sudah puluhan lamaran serta menghubungi kenalan yang ia miliki. Arya tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Padahal Arya tidak ingin melamar sebagai posisi yang tinggi. Hanya sebagai pegawai biasa saja. Bekerja tanpa pengaruh keluarga dan dimasukkan dalam daftar hitam ternyata sesulit itu.
Seperti sekarang ini, setelah wawancara di kantor yang Arya yakini bukan perusahaan besar. Ia mendapat informasi bahwa dirinya ditolak. Selalu seperti ini, dia gagal setelah wawancara tahap akhir. Pengaruh Juna benar-benar luar biasa. Banyak atasan yang takut merekrutnya.
Pada akhirnya, Arya hanya bekerja serabutan sebagai pengemudi ojek daring serta mengantarkan makanan. Ingin bekerja secara daring dari rumah, namun peralatannya tidak mendukung. Tidak apa, asal ia masih bisa makan serta mendapatkan uang untuk menyambung hidup.
Jika dahulu Arya sangat pemilih dalam hal apapun. Semua itu berubah seketika. Awalnya ia tidak bisa menelan makanan yang dibeli dari pinggir jalan. Setelah lama mencoba, sekarang Arya sudah terbiasa. Sayur tetaplah sayur berapa pun harganya, begitu prinsipnya sekarang. Bahkan Arya sudah menjadikan jalanan sebagai rumah keduanya. Setidaknya Arya dapat melupakan beban hidupnya bersama pekerja lain.
"Lagi sepi order-an, bos?"
Salah satu sesama pekerja ojek daring menyapanya. Pria itu menjabat tangan pria tersebut. Entah, Arya tak tahu namanya, biasanya banyak sesama ojek daring yang beristirahat di warung pinggir jalan. Melepas lelah sejenak sambil memantikkan batang rokok. Setidaknya itu hiburan bagi mereka. Sudah banyak kisah yang Arya dengar dari sesama pekerja. Mereka sering berbagi kisah beban hidup mau pun kisah bahagia. Membuat Arya semakin tahu jika dirinya hanya sepucuk kecil manusia di bumi yang luas ini.
"Yoi, situ juga sepi order-an?"
Arya membalas sapaan itu sembari menyodorkan satu kemasan rokok miliknya. Tentu diterima baik oleh pria tersebut. Kepulan asap membuat keduanya semakin akrab saja.
"Jam segini emang lagi sepi-sepinya. Ntar pas makan siang, banyak orang kantor pada mesen makan."
Arya mengangguk menyetujui pendapat pria itu. Tak berapa lama pria itu menjabat tangan sebagai tanda memperkenalkan diri.
"Doni."
"Arya."
"Kalo pesen makan, harganya udah setara gaji gue narik seharian. Sadis banget. Tapi ya wajar aja, kerja di gedung segede itu kalo nggak makan enak ya rugi."
Doni menatap gedung yang berada di ujung sana. Gedung tinggi yang entah kenapa seperti mengejek kaum pinggiran seperti mereka berdua. Gedung itu seakan mengatakan bahwa tidak semua orang bisa memasukinya.
"Ngapain beli mahal kalo bisa dapat murah, bener nggak?"
"Iya, sih. Gue aja nyebut makanan itu nggak bisa. Rasanya mulut gue nggak mau kebuka."
Mereka berdua menertawakan candaan yang entah kenapa terasa lucu sekaligus miris.
"Kenapa lo nggak jadi artis aja? Gampang, kan? Udah ganteng pasti lo laku di mana-mana."
Arya hanya tersenyum sekilas, mengepulkan asap rokok yang baru saja memasuki paru-paru miliknya.
"Nanti banyak cewek yang ngejar gue, ntar lo kesaing."
"Anjing, dipuji malah nggak tahu diri!"
Mereka berdua terus melemparkan candaan. Tertawa bersama untuk menjernihkan pikiran. Baru mereka berhenti setelah melihat pria paruh baya yang berjalan dengan wajah lesu. Pria itu menghampiri kursi di dekat Arya dan Doni.
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Beginning [TAMAT]
ChickLitHidup adalah pilihan. Begitu pun hidup dari Maudy. Ia harus memilih, bertahan dengan hati atau pergi dengan logikanya.